Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 4)

Allah Ta’ala memerintahkan kepada setiap suami istri untuk saling berbuat baik, Dia memerintahkan suami untuk memperlakukan istrinya dengan ma’ruf (baik).

Bergaul secara baik dengan pasangan mencangkup semua hak, dengan tidak menyakiti, tidak melalaikan hak pasangan ketika mampu melaksanakannya, memperlihatkan rasa senang dan senyum manis, serta menciptakan suasana bahagia.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (QS. An-Nisa`: 19).

Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,

“Maksudnya adalah berkata dan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana engkau ingin diperlakukan dengan baik oleh istrimu.”

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami, mempunyai kelebihan diatas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Al-Baqarah: 228).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bergaul dengan baik, selalu memperlihatkan wajah gembira, bercanda dengan istri, berlemah-lembut, memberikan nafkah secukupnya, tertawa dengan para istrinya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berlomba dengan Aisyah untuk menunjukkan rasa kasih sayang kepadanya.

Aisyah Radhiyallahu Anha berkata,

سَابَقَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقُتُهُ، وَذَلِكَ قَبْلَ أَنْ أَحْمِلَ اللَّحْمَ، ثُمَّ سَابَقْتُهُ بَعْدَ مَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ فَسَبَقَنِي، فَقَالَ: هَذِهِ بِتِلْكَ

“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajakku untuk lomba lari, aku bisa mengalahkan beliau ketika aku belum gemuk.

Kemudian aku mengajak beliau lomba lari, maka beliau mengalahkanku, karena aku sudah gemuk. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Kemenangan ini untuk menebus kekalahan dulu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dari pemaparan di atas sudah jelas, bahwa menikah merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh agama Islam.

Sehingga, bagi para lajang yang sudah cukup umur untuk menikah, tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda dengan beragam alasan yang tidak dibenarkan dalam agama. Semoga bermanfaat.

Sebagian tulisan ini berasal dari Kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash-Shughayyir.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]