Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani
Bersikap yang benar saat zaman fitnah itu datang
Sebuah karunia yang sangat agung saat Allah menyatukan hati-hati kaum Muslimin dalam melawan musuh-musuhnya. Inilah yang kita saksikan atas umat Islam di Negeri Syam, ketika mereka ditimpa kedzaliman dan keganasan musuh-musuhnya dari kalangan Syiah Nushairiah.
Ribuan umat Islam bangkit dan berbondong-bondong berhijrah menuju negeri yang dijanjikan penuh keberkahan. Dan secara perlahan, umat Islam bangkit dari ketertindasan. Sementara kemenangan demi kemenangan terus mereka raih atas musuh-musuhnya.
Namun kegembiraan itu tidak berjalan panjang. Tiba-tiba kita dikejutkan dengan perselisihan antar umat Islam, antar para mujahid yang di tangan mereka tergenggam senjata. Maka perjuangan umat Islam melawan musuh-musuhnya ternoda dengan darah-darah yang tertumpah oleh sesama mereka.
Lebih menyedihkan bahwa perselisihan itu tidak hanya menimpa kepada mereka yang berada di medan konflik, namun juga melebar melalui berbagai jejaring sosial di seluruh dunia. Perang darah itu meluas hingga perang tinta di dunia maya. Kehormatan para mujahid itu tercoreng oleh lisan-lisan umat Islam yang terseret badai fitnah yang bertiup kencang.
Masing-masing terjebak pada fanatisme pembelaan kelompok idolanya. Setiap orang dengan gadget di tangannya terlalu bebas untuk membuat statemen yang menciderai kehormatan para ulama dan syuhada.
Sungguh, mereka yang lisan dantangannya Allah selamatkan dari menodai kehormatan saudaranya adalah manusia yang paling beruntung di saat badai fitnah itu datang.
Jika dia termasuk yang dikaruniai Allah kemampuan untuk mendamaikan dua saudaranya yang bertikai, maka itu adalah sebesar-besar karunia dan seagung-agung pahala. Namun jika ia bukantermasuk di dalamnya, maka berdoa untuk kebaikan kaum Muslimin dan berupaya menahan lisan dantangannya dari menodai kehormatan mereka adalah pilihan yang terpuji. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan:
“Sungguh, nanti akan terjadi fitnah di mana orang yang tidur lebih baik daripada orang yang duduk, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari.” Abu Bakrah bertanya, “Apa yang Anda perintahkan kepadaku jika aku menemui hal semacam itu?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mempunyai unta hendaknya dia pergi dengan untanya, barangsiapa yang memiliki kambing hendaknya dia pergi dengan membawa kambingnya, dan barangsiapa yang mempunyai tanah hendaknya dia pergi dengan membawa hasil penjualan tanahnya. Namun bagi mereka yang tidak mempunyai apa-apa hendaknya dia menghantamkan pedangnya pada batu keras (agar rusak) kemudian menyelamatkan diri semampunya.” [HR. Muslim, Al-Fitan, hadits no. 2887 [Muslim bi Syarh An-Nawawi (9/208)]. Abu Dawud, Al-Fitan wa Al-Malâhim, hadits no. 4238 [‘Aun Al-Ma‘bûd (11/335)].
Ya, menyibukkan diri dengan amal shalih yang sesuai dengan bidang dan kemampuannya dengan tetap berupaya memberi manfaat kepada umat yang sebanyak-banyaknya adalah di antara pilihan amal yang terbaik. Allah tidakakan menuntut kita di luar batas kemampuan kita. Semoga Allah menyatukan hati-hati kaum Muslimin dan menaungi mereka dengan rahmat-Nya. Amiiiin.*
Abu Fatiah Al-Adnani adalah penulis buku-buku Akhir Zaman