Sunah Harian Nabi SAW

Setiap manusia seharusnya mengetahui bahwa Allah SWT telah menyeru agar beribadah dan beramal saleh sebaik dan sebanyak mungkin. Agar kita menjadi pribadi yang bertakwa, setidaknya sunah harian Nabi SAW yang bisa kita contoh dan amalkan dalam keseharian antara lain, pertama, zikir pagi dan sore.

Allah SWT berfirman, ”Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS al-Araf: 205).

Kedua, merutinkan shalat Dhuha. Nabi SAW bersabda, ”Pada pagi hari setiap persendian kalian diwajibkan sedekah, setiap ucapan tasbih itu bernilai satu sedekah, setiap kalimat tahmid itu bernilai satu sedekah, satu ucapan tahlil bernilai satu sedekah, satu ucapan takbir bernilai satu sedekah. memerintah yang makruf satu sedekah, mencegah yang mungkar satu sedekah. Dan semua itu bisa diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha.” (HR Muslim).

Ketiga, shalat berjamaah tepat waktu. Saking pentingnya shalat berjamaah tepat waktu ini, sampai-sampai Nabi SAW bersabda, ”Kalau saja manusia tahu pahala panggilan shalat dan shaf awal, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya selain harus dengan mengundi, pasti mereka akan mengundi.” (HR Muslim).

Keempat, menjaga shalat rawatib. Dalam sebuah hadis disebutkan, ”Tidaklah seorang hamba melakukan shalat sunah dengan ikhlas lillahitaala setiap hari sebanyak 12 rakaat melainkan pasti Allah akan membangunkan rumah di surga.” (HR Muslim).

Kelima, membaca Alquran. Membaca Alquran adalah zikir terbaik yang akan mendatangkan banyak kebaikan bagi yang membacanya. Nabi SAW bersabda, ”Bacalah Alquran karena sesungguhnya Alquran akan datang sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya (orang yang rajin membacanya).” (HR Muslim).

Keenam, selalu berusaha dalam kondisi yang suci. Tentang senantiasa suci ini, Nabi SAW pernah bersabda, ”Siapa yang berwudhu dan membaguskan wudhunya, kesalahan-kesalahannya akan keluar dari jasadnya, bahkan sampai keluar dari ujung-ujung kukunya.’‘ (HR Muslim).

Ketujuh, sedekah harian. ”Pernah suatu ketika, seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya, Wahai Nabi, sedekah apa yang paling utama? Nabi SAW menjawab, Bersedekahlah saat kau dalam kondisi sehat, kikir, takut miskin, dan sedang berharap menjadi kaya, tidak menunda sampai nyawa di tenggorokan baru kau berkata, Aku sedekahkan ini untuk si fulan segini, padahal itu sudah menjadi bagian si fulan (ahli warisnya).” (HR Bukhari).

Kedelapan, istighfar minimal 100 kali. Tentang meminta ampun ini, Nabi SAW bersabda, ”Demi Allah, aku selalu beristighfar dan bertobat kepada-Nya lebih dari 70 kali dalam sehari. (HR Muslim).

Nabi yang sudah maksum saja masih memohon ampun kepada Allah SWT, lalu bagaimana dengan kita yang selalu berkubang dalam maksiat? Semoga kita bisa mengamalkan sunah-sunah harian Nabi SAW tersebut.

 

 

Oleh: Bahron Ansori

sumber: Republika Online

Apakah Hanya Doa Anak yang Sampai?

DOA setiap muslim kepada muslim yang lain bisa sampai, meskipun dia telah berpisah alam. Yang satu masih hidup, yang satu sudah meninggal. Allah ajarkan doa dalam alquran,

“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr: 10)

Ayat ini menganjurkan agar kaum muslimin generasi setelah para sahabat, untuk mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin generasi pendahulunya. Memohon ampunan untuk mereka yang masih hidup dan untuk mereka yang sudah meninggal.

Ini dalil bahwa doa sesama muslim bisa sampai kepada mereka yang telah meninggal, meskipun tidak ada hubungan keluarga. Lalu mengapa dalam hadis ini Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebut anak saleh yang mendoakan orang tuanya?

Ada dua penjelasan ulama dalam hal ini,

  1. Tujuannya dalam rangka memotivasi anak agar rajin mendoakan orang tuanya. Kata al-Munawi, “Tujuan disebutkan doa anak, padahal doa selain anak juga bisa sampai ke mayit adalah memotivasi anak untuk rajin mendoakan orang tuanya.” (Aunul Mabud, 8/62).
  2. Bahwa semua amal anak bisa sampai ke orang tuanya, sekalipun anak tidak mendoakannya. Sebagaimana sedekah jariyah bisa mengalirkan pahala selama apa yang dia sedekahkan dimanfaatkan masyarakat, meskipun orang yang memanfaatkannya tidak pernah mendoakannya. (Syarh Sunan Ibn Majah, as-Suyuthi, hlm. 22).

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329698/apakah-hanya-doa-anak-yang-sampai#sthash.xzAjk53j.dpuf

Ada 1 Anggota Sujud tak Menyentuh Lantai, Sahkah?

PRAKTEK semacam ini sangat sering kita jumpai di masjid. Yang sering menjadi korban adalah kaki. Bagian kaki tidak menempel tanah. Terutama ketika sujud kedua. Sehingga orang ini tidak sujud dengan bertumpu pada 7 anggota sujud.

Sebagian ulama menilai, sujud semacam ini batal, sehingga salatnya tidak sah. An-Nawawi mengatakan,

“Untuk anggota sujud dua tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki, apakah wajib sujud dengan menempelkan kedua anggota badan yang berpasangan itu? Ada dua pendapat Imam alaihis salam-Syafii. Pendapat pertama, tidak wajib. Namun sunah muakkad (yang ditekankan). Pendapat kedua, hukumya wajib. Dan ini pendapat yang benar, dan yang dinilai kuat oleh as-Syafii Rahimahullah. Karena itu, jika ada salah satu anggota sujudyang tidak ditempelkan, salatnya tidak sah.” (al-Majmu, 4/208).

Keterangan yang sama juga disampaikan Dr. Sholeh al-Fauzan. Dalam salah satu fatwanya, beliau mengatakan, “Orang yang sujud, namun salah satu anggota sujudnya tidak menempel tanah, maka di sana ada rincian:

Jika dia tidak menempelkan sebagian anggota sujud karena uzur yang menghalanginya untuk melakukan hal itu, seperti orang yang tidak bisa sujud dengan meletakkan salah satu anggota sujudnya, maka tidak ada masalah baginya untuk melakukan sujud dengan bertumpu pada anggota sujud yang bisa dia letakkan di tanah. Sementara anggota sujud yang tidak mampu dia letakkan, menjadi uzur baginya. Namun jika dia tidak meletakkan sebagian anggota sujud tanpa ada uzur yang diizinkan syariat, maka salatnya tidak sah. Karena dia mengurangi salah satu rukun salat, yaitu sujud di atas 7 anggota sujud.”

Demikian, semoga Allah memudahkan kita untuk beribadah dengan sempurna. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329692/ada-1-anggota-sujud-tak-menyentuh-lantai-sahkah#sthash.I9oeVEW6.dpuf

Bolehkah Pakaian Terkena Air Liur Dipakai Salat?

AIR liur atau sering disebut dengan ludah, secara hukumnya suci. Baik air liur manusia mapun hewan, kecuali air liur anjing. Air liur anjing hukumnya najis dengan dalil hadis nabawi berikut ini:

“Pensucian bejana seorang di antara kalian, jika terkena hirupan anjing adalah dicuci tujuh kali salah satunya dengan tanah.” (HR Muslim).

“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika anjing menjilat pada bejana seorang darimu maka buanglah (airnya) kemudian cucilah tujuh kali.”

Adapun air liur manusia, tidak kita temukan dalil yang menunjukkannya sebagai benda najis. Jangankan air liur orang yang beragama Islam, bahkan air liur orang yang agamanya non Islam sekalipun tetap suci hukumnya. Dahulu orang-orang kafir yang datang kepada Rasulullah bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam masjid. Namun Rasulullah tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk membersihkan bekas sisa orang kafir.

Juga ada hadis Abu Bakar berikut ini:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada a`rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata, `Ke kanan dan ke kanan`. (HR Bukhari)

Kecuali bila orang kafir itu baru saja meminum khamar dan masih ada sisa-sisa khamar dari mulutnya, maka hukum ludah atau bekas air liur menjadi haram. Adapun ayat yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, sesungguhnya najis yang dimaksud dari ayat ini adalah najis secara maknawi, bukan hakiki. Seringkali orang salah mengerti dalam memahami ayat Alquran Al-Karim berikut ini:

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis , maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 28)

Sedangkan tidak najisnya air liur sesama muslim, kita dapati dalil yang mendasarinya adalah hadis berikut ini:

Dari Aisyah berkata, `Aku minum dalam keadaan haid lalu aku sodorkan minumku itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau meletakkan mulutnya pada bekas mulutku.” (HR Muslim 300)

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329426/bolehkah-pakaian-terkena-air-liur-dipakai-salat#sthash.rKarZ70r.dpuf

Bolehkah Memakai Handuk Setelah Wudu?

DARI Aisyah Radhiyallahu anha, beliau menceritakan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memiliki handuk yang beliau gunakan untuk mengeringkan badan setelah wudu.

Hadis ini diriwayatkan oleh Turmudzi dalam sunannya (no. 53), dan beliau menilai ada perawinya yang daif. Setelah menyebutkan hadis tersebut, Turmudzi mengatakan,

“Hadis Aisyah tersebut tidak sahih, dan tidak ada riwayat yang sahih yang menjelaskan masalah ini dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Abu Muadz, kata para ulama, namunya Sulaiman bin Arqam. Dia perawi yang daif menurut para ahli hadis.” (Sunan Turmudzi, 1/74).

Hadis ini juga dinilai daif oleh al-Albani. Kemudian terdapat hadis lain, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu anhu, beliau menceritakan, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudhu, kemudian beliau membalik jubahnya yang terbuat dari wol, yang beliau pakai, kemudian beliau mengusap wajahnya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam sunannya (no. 468), dari jalur al-Wadhain bin Atha, dari Mahfudz bin Al-Qamah, dari Salman. Ada dua cacat dalam sanad hadis ini:

Pertama, al-Wadhain bin Atha orang yang shaduq (jujur), namun Sayyiul Hifdz (hafalannya buruk), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam at-Taqrib. Kedua, Mahfudz bin al-Qamah dari Salman tidak bersambung. Termasuk riwayat mursal sebagaimana keterangan dalam at-Tahdzib. Hanya saja, mengingat ada hadis lain yang menguatkan, sehingga sebagian ulama menilainya hasan. (Sifat Wudhu Nabi, Fahd ad-Dausiri, hlm 43).

Ada juga hadis dari Maimunah yang meceritakan cara mandi junub yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Di akhir keterangannya, Maimunah mengatakan, “Seusai mandi, saya bawakan untuk beliau sehelai handuk, namun beliau menolaknya.” (HR. Nasai 255, Muslim 748 dan yang lainnya).

Berangkat dari hadis di atas, ulama berbeda pendapat tentang hukum mengeringkan anggota wudu seusai berwudu. Mereka sepakat, mengeringkan anggota wudu tidak mempengaruhi keabsahan wudu, hanya saja mereka berbeda pendapat apakah hukumnya mubah ataukah makruh.

An-Nawawi menyebutkan keterangan al-Muhamili ketika membahas hukum mengeringkan anggota wudu. Al-Muhamili menyebutkan keterangan adanya sepakat ulama bahwa mengeringkan anggota wudu tidak haram. Perbedaan hanya dalam masalah apakah itu dimakruhkan ataukah tidak. Allahu alam.

Selanjutnya an-Nawawi menyebutkan daftar ulama yang berpendapat boleh dan ulama yang berpendapt makruh. Beliau mengatakan,

Mengenai mazhab para ulama tentang mengeringkan anggota badan setelah wudu. Kami telah singgung bahwa yang sahih dalam mazhab kami (Syafiiyah), dianjurkan untuk ditinggalkan. Tidak kita katakan hukumnya makruh. Ibnul Mundzir menyebutkan ulama yang berpendapat mengeringkan anggota wudu hukumnya mubah, Utsman bin Affan, Hasan bin Ali, Anas bin Malik, Basyir bin Abi Masud, Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Alqamah, al-Aswad, Masruq, ad-Dhahaq, Malik, at-Tsauri, ulama Kufah, Ahmad, dan Ishaq.

Kemudian an-Nawawi menyebutkan beberapa ulama yang menilai makruh, “Yang berpendapat makruh diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Abdurrahman bin Abi Laila, Said bin Musayib, an-Nakhai, Mujahid, dan Abul Aliyah. Sementara Ibnu Abbas berpendapat, makruh ketika wudu dan tidak makruh untuk mandi.” (al-Majmu Syarh Muhadzab, 1/462)

Pendapat yang lebih kuat Allahu alam adalah pendapat yang menyatakan mubah. Berdasarkan kaidah hukum asal, bahwa segala sesuatu hukumnya mubah, hingga ada dalil yang menunjukkan bahwa itu terlarang. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329703/bolehkah-memakai-handuk-setelah-wudu#sthash.52xbVWYn.dpuf

12 Langkah Memperoleh Anak Saleh

TANPA peduli status sosial, siapapun bisa mendapatkan anak saleh. Syaratnya hanya satu: kesungguhan orangtua mendidik anak. “Man jadda wa jadda, barang siapa bersungguh-sungguh pasti bisa (terwujud),” kata pepatah.

Lalu apa langkah nyata mencetak anak saleh? Beberapa ahli pendidikan percaya 12 langkah berikut bakal membantu orangtua menggapai keinginannya:

1. Berusahalah selalu memberi yang halal dan thoyyib (baik), baik makanan dan pakaian terhadap anak Anda. Hal ini adalah syarat utama untuk mendapatkan anak saleh.

2. Sebisa mungkin membiasakan diri untuk berkata lembut, pelan dan menyiratkan kasih sayang saat berbicara dengan anak. Untuk itu pilihlah kata-kata yang tepat dan menggunakan panggilan yang menyenangkan; seperti anakku sayang, anak yang baik, pintar, atau sebut anak dengan anak saleh.

3. Sebisa mungkin untuk sering mengekspresikan rasa sayang dan cinta terhadap anak dengan pelukan, mencium (kening atau pipi), mengelus kepala, juga memandang anak dengan pandangan hangat yang diiringi senyum.

4. Memperhatikan dan sesekali mengecek barang-barang serta kamar anak, diiringi penjelasan bahwa apa yang Anda lakukan semata-mata bukan karena tidak percaya pada anak. Tetapi demi keamanan anak. Dan tentang masalah sehari-hari anak, ajak mereka bicara, atau berusahalah menjadi teman yang menjaga kepercayaannya, sehingga anak menjadi pribadi terbuka terhadap orangtua.

5. Memberi teladan hidup tertib dan sehat dari urusan terkecil, semisal rutin menyikat gigi. Mengapa menjaga kesehatan, kebersihan dan ketertiban masuk ke dalam poin untuk mendapatkan anak saleh nan sukses? Karena anak saleh tidak akan melepaskan sebagian dari pada imannya. Hadis bilang, “Kebersihan adalah sebagian dari iman.”

6. Orangtua dengan senang hati mau mendengarkan dan menaruh perhatian serius terhadap pertanyaan anak. Berikan jawaban yang tepat dan masuk akal (dapat dipahami anak).

7. Bimbing anak untuk memiliki rasa keingintahuan yang lebih terhadap pengetahuan.

8. Jika anak menemukan hal-hal baru jangan segan untuk mengarahkan mereka dan mengajak diskusi bersama.

9. Beri anak kesempatan untuk memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah sesuai kemampuan.

10. Berilah teladan untuk tidak malu berucap terima kasih terhadap orang lain.

11. Jika anak Anda mengalami gangguan kepribadian seperti, tidak percaya diri, pemalu, penakut, stres, gangguan konsentrasi, dan lainnya, Anda bisa konsultasikan segera dengan psikolog.

12. Jangan sampai orangtua mengeluarkan kata-kata buruk yang dapat membuat hati anak kerdil. Seperti hardikan ‘bodoh’, ‘pemalas’ dan semacamnya. [islamindonesia.]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329756/12-langkah-memperoleh-anak-saleh#sthash.4zldSKWD.dpuf

4 Hikmah Puasa Asyura

Tak terasa, saat ini kita tengah berada di bulan pertama tahun 1438 Hijriyah. Kita berharap di tahun yang baru ini amalan-amalan bisa semakin meningkat dan diterima oleh Allah SWT.

Untuk itu, mari kita awali tahun ini dengan melakukan amalan-amalan yang wajib maupun yang sunah dengan sebaik-baiknya dengan penuh semangat.

Salah satu amalan yang bisa kita lakukan untuk mengawali tahun yang baru ini adalah dengan melaksanakan puasa sunah Asyura. Puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 10 Muharam ini merupakan puasa sunah yang utama.

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharam. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim).

Puasa Asyura mendapatkan perhatian yang besar dari Rasulullah SAW. Ibnu Abbas berkata: “Aku tidak pernah melihat Nabi benar-benar perhatian dan menyengaja untuk puasa yang ada keutamaannya daripada puasa pada hari ini, hari Asyura dan puasa bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Banyak sekali manfaat dan hikmah yang dapat kita raih bila kita melaksanakan puasa Asyura. Pertama, sebagai wujud syukur kepada Allah SWT yang telah menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dari kejahatan orang-orang kafir, yaitu selamatnya Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam bersama Bani Israil dari kejahatan Firaun dan bala tentaranya.

Kedua, meneladani Nabi Musa, Harun alaihimas shalatu was salam dan Nabi Muhammad SAW yang berpuasa pada hari ‘Asyura. Ketiga, meneladani para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang melakukan puasa Asyura, bahkan melatih anak-anak mereka untuk melakukan puasa Asyura.

Hal ini dapat kita pahami dari hadis Rasulullah SAW. “Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Nabi SAW tiba di Madinah, maka beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau bertanya kepada mereka: “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Nabi SAW bersabda, “Saya lebih layak dengan Nabi Musa dibandingkan kalian.” Maka beliau berpuasa Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa Asura.” (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat, menghapus dosa setahun yang lalu. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa Asyura aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim). Imam an-Nawawi berkata: “Keutamaannya menghapus semua dosa-dosa kecil. Atau boleh dikatakan menghapus seluruh dosa kecuali dosa besar.” (Majmu’ Syarah al-Muhadzzab, an-Nawawi 6/279).

Dalam praktinya, ada tiga tingkatan dalam melaksanakan puasa Asyura, sebagaimana yang diungkapkan al-Imam Asy-Syaukani dan al-Hafidz Ibnu Hajar, beliau mengatakan, “‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke-10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke-9 dan ke-10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11.”

Semoga Allah SWT memberikan kesehatan jasmani dan rohani kepada kita serta memberi kekuatan untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas amal kita yang salah satunya adalah melaksanakan ibadah puasa Asyura yang sebentar lagi akan segera menjelang. Amin.

 

Oleh : Moch Hisyam

Sumber: Republika Online

Apa Maksud Doa Anak Saleh dalam Hadis Nabi?

HADIS yang anda maksud diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali karena tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Ahmad 9079, Muslim 4310, Abu Daud 2882 dan yang lainnya).

Siapa anak saleh itu? Dalam kitab Aunul Mabud, Syarh Sunan Abi Daud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna anak saleh dalam hadis ini,

  1. Anak saleh adalah anak muslim yang menjalan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar. Kemudian dibawakan keterangan Ibnu Malik, yang mengatakan, “Anak ini diberi sifat saleh, karena pahala tidak akan diperoleh dari selainnya.”
  2. Anak saleh dalam hadis maksudnya adalah anak yang mukmin. Ini merupakan keterangan Ibnu Hajar al-Makki. Dan inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, insyaaAllah. Hanya ikatan iman, yang akan abadi sehingga doa anak bisa sampai ke orang tuanya. (Aunul Mabud, 8/62)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329696/apa-maksud-doa-anak-saleh-dalam-hadis-nabi#sthash.05kLdkTk.dpuf

Di Jabal Rahmah, Sang Malaikat Berjanji tak Kembali

Waktu sudah menjelang Ashar saat kaki menjejak puncak bukit berbatu setinggi 60 meter yang terletak di salah satu sudut dataran berpasir Padang Arafah, sisi luar Mekkah, Arab Saudi. Tak ada peluh yang menetes kala menapaki sekitar 160-an anak tangga berwarna putih itu berteman mentari yang perlahan bergulir ke barat dalam balutan warna merah jambu.

Arafah sore itu, di penghujung September 2016, tampak sangat ramah. Angin sepoi membela punggung bukit menyejukkan tak hanya tubuh namun juga jiwa. Hilang sudah keangkuhan padang tak berujung yang kala puncak haji wukuf sukses menumbangkan puluhan jamaah haji dengan “heatstroke” atau serangan panas.

Entah, Arafah sore itu, bagai menjelma menjadi karakter yang berbeda. Atau bukit batu putih itu tengah berbagi kasihnya pada 11 sosok yang mendaki lereng Jabal Rahmah. Bukit Kasih Sayang (rahmah) yang konon menjadi saksi bisu pertemuan mengharukan Adam dan Hawa setelah terpisah selama 300 tahun pascaterbuang dari surga.

Namun, sayangnya, bukan legenda cinta Adam dan Hawa yang coba dimaknai kala menapaki satu demi satu anak tangga setengah melingkar yang menuju puncak bukit. Di puncak bukit yang bermandikan cahaya mentari senja itu justru salam perpisahan dan air mata yang coba ditemukan kembali riwayatnya.

Sebuah kisah yang tenggelam dalam romantika Adam dan Hawa. Sebuah kisah yang mungkin diabaikan oleh jutaan wisatawan yang mencari cinta di bukit itu. Sosok-sosok yang dengan hati batu melakukan vandalisme di seluruh penjuru Jabal Rahmah. Mencoretkan namanya dan nama pasangannya atau harapan cinta mereka di setiap jengkal batu yang terjangkau oleh tangan.

Tak hanya dengan tinta, sebagian besar pesan-pesan cinta itu justru ditorehkan dengan cat semprot yang tumpang tindih dengan puluhan tulisan yang terlebih dahulu ada. Semua ingin doanya lebih menonjol dari yang lain, seakan khawatir jika Yang Maha bakal melewatkan doa. Laiknya, Dia pernah melewatkan doa.

Salam perpisahan

Di antara puing-puing monumen cinta jutaan anak cucu Adam, jelang Ashar mata menjelajah mencoba mencari sisa salam perpisahan dan air mata para sahabat yang tumpah ratusan lalu. Di balik torehan “Mekey loves Nelson”, “Yurin loves Mastin” atau “Hasnan loves Fariha” niat kukuh menelisik setiap detil bongkahan batu putih itu.

Namun, selain monumen cinta dan foto yang betebaran, hanya pasak-pasak besi yang tertangkap mata. Pasak-pasak besi sepanjang sekitar 30 cm yang sengaja dipasang untuk menjaga beberapa bongkahan batu dari rontok berguguran ke bawah karena tak kuasa menahan beban jutaan orang tiap tahunnya, apalagi saat wukuf atau berhenti di Arafah. Kala jamaah berebut untuk bertengger di bebatuan Jabal Rahmah guna memanjatkan doa.

Padahal, konon ratusan tahun lalu di tempat itulah Malaikat Jibril disebutkan turun ke bumi untuk terakhir kalinya guna mengucapkan salam perpisahan kepada Nabi Muhammad SAW. “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini, telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu.”

Dan pesan terakhir dari Malaikat Jibril tersebut mengiringi turunnya wahyu pamungkas bagi Sang Nabi. Surat Al Maidah Ayat 3 yang disebut sebagai tanda kesempurnaan ajaran Islam. Sebuah wahyu yang disambut tangis para sahabat karena menjadi penanda usainya tugas Sang Nabi. Sebuah alarm pengingat untuk tibanya saat perpisahan. Jika sudah dekat waktu Sang Penyampai Pesan untuk kembali kepangkuanNya, meninggalkan umat tercintanya.

Sang Nabi disebutkan menerima wahyu terakhirnya saat sedang melakukan wukuf di Padang Arafah ketika menunaikan haji wada — perjalanan haji satu-satunya Nabi Muhammad SAW. Seraya bersandar di punggung untanya, Sang Rasul menerima ayat tersebut dengan disaksikan ribuan kaum Muslimin yang untuk pertama kalinya menjalankan ibadah haji tanpa bercampur dengan kaum musyrikin.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.

Dengan lengkapnya 6.263 ayat — menurut riwayat Hafsh — maka lengkap sudah panduan dan pegangan bagi umat untuk menjalani hidup. Panduan untuk mencapai surga. Dan usailah tugas Sang Rosul di dunia.

Jelang waktu shalat Ashar ratusan tahun yang lalu ada wajah-wajah yang termangu dalam duka. Sosok-sosok yang tak ingin membayangkan kehidupan tanpa Sang Pemimpin.

Kini berteman suara adzan Ashar dari Masjid Namirah yang legendaris karena terletak di tanah haram dan halal dan dipimpin oleh seorang pemandu yang menukilkan kisah dari sirah Nabawi — kisah hidup Nabi Muhammad SAW –, 11 pasang kaki meninggalkan jejaknya di pasir Jabal Rahmah.

Kiri ke kanan, lalu balik ke kiri lagi. Memutar, diagonal atau berjalan zig zag di puncak bukit batu seluas tak lebih dari 10 meter x 10 meter persegi itu. Sayangnya, tak ada jejak kisah Sang Nabi di antara relungnya yang tersisa.

“Dulu ada batu di sini yang konon merupakan tempat Nabi duduk saat wukuf,” kata Syamsul, sang pemandu, mengingat batu yang masih dilihatnya tiga tahun lalu di area yang kini sudah tertutup “paving block”.

Di puncak bukit batu putih itu pun hanya akan dijumpai sebuah tugu peringatan setinggi delapan meter dan lebar 1,8 meter yang lebih berfungsi sebagai tempat poster imbauan dari Pemerintah Arab Saudi.

Empat poster dipasang di empat sudutnya, salah satu dalam Bahasa Indonesia. Empat poster yang tampak aus dan usang dimakan cuaca.

“Nabi anda yang tercinta Mohammed SAW, tidak datang ke sini kecuali di Hari Arafah dan beliau tidak naik ke gunung. Beliau bersabda: “Arafah semuanya tempat untuk Wukuf”, begitu pula Nabi SAW tidak memerintahkan untuk mengusap sesuatu yang ada di gunung atau pohon-pohon, atau mengikatnya. Maka wahai jamaah haji, ikutilah sunnah Nabimu SAW, yang telah bersabda: “ikutilah cara ibadah haji kamu dari ku. Semoga Allah menerima haji kita semuanya. Saudaraku kaum muslimin yang berbahagia.”

Sebuah peringatan yang sama yang dapat dijumpai hampir di semua lokasi sejarah di seantero Mekkah. Imbauan tanpa keterangan sama sekali tentang sejarah tempat tersebut. Selebihnya hanya terdapat papan alas seluas 2 meter x 2 meter di sekitar tugu batu tersebut yang digunakan oleh beberapa wisatawan untuk menjalankan shalat.

Dan sore itu, beberapa wisatawan Asia Selatan tampak khusuk menjalankan shalat dan berdoa di puncak Bukit Kasih Sayang. Menghadap kiblat mereka bergantian bersujud pada Yang Maha. Sekalipun beberapa wisatawan yang tengah asik berfoto di salah satu sudut Jabal Rahman berbisik-bisik tentang pebuatan bidah atau sesuatu perbuatan yang tidak dicontohkan. Merujuk pada mereka yang shalat atau berdoa di puncak Jabal Rahmah.

Di puncak Bukit Kasih Sayang, jauh di tengah padang tempat manusia dikembalikan ke titik nol saat menjalani prosesi haji, suara penghakiman yang terdengar sangat disayangkan. Menghakimi saudara seiman tanpa membuka peluang untuk berdialog.

Adzan Ashar baru berlalu 15 menit. Bisa jadi dan mungkin jadi, mereka hanya bersujud untuk menjalankan shalat ashar. Sebuah kewajiban yang harus bergegas dilakukan bagi mereka yang tak ingin berlama-lama.

Di puncak Jabal Rahmah, Islam disempurnakan. Di kaki Jabal Rahmah, umat Muslim setiap tahunnya diharapkan menyempurnakan rukunnya.

Lepas Ashar, satu hal yang dibawa turun dari Bukit Kasih Sayang itu bukan batu, bukan pasir bertuah, namun sebuah niat untuk menjadi lebih arif. Lebih bijak untuk bersama saudara seiman mencari persamaan dan bukannya memperlebar jurang perbedaan. Sebuah fase yang muncul sejak hari pertama berpulangnya Sang Nabi. Saat umat muslim mengkutub dalam sejumlah kutub yang seakan makin menjauh satu sama lain dengan saling menjatuhkan penghakiman.

Di puncak Bukit Kasih Sayang, hendak kiranya mengenang sempurnanya Islam, sebuah agama pembawa kedamaian.

 

Jangan Biasa Memperolok dan Menghina Orang Lain

JAMAN dahulu, ketika kendaraan belum di buat, kuda dan onta adalah kendaraan terbaik para pedagang Arab untuk membawa dagangan atau belanjaan mereka. Dua hewan ini luar biasa sekali perannya dan menjadi piaraan yang sangat favorit.

Dua hewan ini menjadi indikator kekayaan seseorang. Semakin banyak dimiliki, semakin kayalah pemiliknya. Enaknya binatang ini adalah bebas galau karena naik turunnya harga minyak dunia.

Seorang ibu (janda) yang suaminya baru setahun meninggal dunia terpaksa berbelanja dan berdagang sendiri demi melanjutkan jalan ekonomi keluarganya. Suatu hari dia membawa serta empat kudanya untuk membawa dagangannya. Pemandangan yang lumayan aneh memang pada saat ini.

Dua pemuda cerdas mengolok-oloknya: “Wahai ibunya kuda, apa kabar?” Ibu ini dengan tenang dan senyum menjawab: “Baik sekali wahai anak-anakku.” Kaget betul pemuda cerdas itu dengan jawaban cerdas si ibu. Jangan menganggap bodoh orang lain, bisa jadi pikiran simpelnya lebih dahsyat dari yang diduga.

Apa yang dialami pemuda cerdas tersebut di atas juga dialami para menteri jaman dulu, jaman yang di dalamnya hidup seorang syekh yang terkenal polos dan lugu bernama Syekh Juha. Kemana-mana sang syekh selalu pergi dengan keledainya. Para menteri itu sepakat mengolok-oloknya sambil tertawa: “Syekh, kami tak begitu mengenalmu. Kami lebih mengenal kudamu.” Syekh Juha menjawab: “Terimakasih. Tak akan mengenal keledai dengan baik kecuali binatang sejenisnya. Begitu menurut kaidah yang disepakati orang-orang waras. Para menteripun kaget dan malu.

Ada pelajaran berharga dari kisah di atas. Jangan memandang sebelah mata akan orang lain. Ingatlah bahwa mata kita ada dua. Jangan biasa memperolok dan menghina orang lain, karena kita tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Lebih dari itu, hina saat ini sangat mungkin mulia saat nanti. Salam senyum pagi, AIM, Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2328992/jangan-biasa-memperolok-dan-menghina-orang-lain#sthash.1xnrzqgi.dpuf