Doa Sujud Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam

APA doa sujud yang dibaca oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam?

Doa Sujud Bacaan Pertama yang Diajarkan Rasulullah:

Bacaan ini yang diambil oleh Imam Mazhab

Dari hadits Hudzaifah, ia mengatakan, ia pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau mengucapkan ketika rukuk ‘SUBHANAA ROBBIYAL ‘AZHIM’ (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung)’ dan ketika sujud, beliau mengucapkan

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

‘SUBHANAA ROBBIYAL A’LAA’ (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi). (HR. Muslim, no. 772 dan Abu Daud, no. 871).

Doa Sujud Bacaan Kedua yang Diajarkan Rasulullah:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“SUBHANA ROBBIYAL A’LAA WA BI HAMDIH (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, no. 870, sahih)

Doa Sujud Bacaan Ketiga yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata bahwa ketika sujud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ

“ALLAHUMMA LAKA SAJADTU, WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU, SAJADA WAJHI LILLADZI KHALAQAHU, WA SHAWWARAHU, WA SYAQQA SAM’AHU, WA BASHARAHU. TABARAKALLAHU AHSANUL KHOOLIQIIN’ (artinya: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga aku beriman, kepada-Mu juga aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah Sebaik-baik Pencipta).” (HR. Muslim, no. 771)

Doa Sujud Bacaan Keempat yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika sujudnya,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ : دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ

“ALLOHUMMAGH-FIR LII DZANBII KULLAHU, DIQQOHU WA JILLAHU, WA AWWALAHU WA AAKHIROHU, WA ‘ALAANIYATAHU WA SIRROHU (artinya: Ya Allah ampunilah seluruh dosaku, yang kecilnya dan besarnya, yang pertamanya dan terakhirnya, yang terang-terangannya dan rahasianya).” (HR. Muslim, no. 483)

Doa Sujud Bacaan Kelima yang Diajarkan Rasulullah:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“SUBHANAKALLAHUMMA ROBBANAA WA BIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIR-LII(artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku)”. (HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).

Doa Sujud Bacaan Keenam yang Diajarkan Rasulullah:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ

“SUBBUHUN QUDDUUS, ROBBUL MALAA-IKATI WAR RUUH (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim, no. 487)

Doa Sujud Bacaan Ketujuh yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i berkata, saya berdiri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdiri dan membaca surah Al-Baqarah, tidak melewati ayat rahmat kecuali berhenti dan memohonnya. Dan tidak melewati ayat siksa kecuali berhenti dan berlindung (darinya). Berkata, kemudian rukuk seperti waktu berdirinya dan membaca dalam rukuknya,

سُبْحَانَ ذِي الجَبَرُوْتِ وَالملَكُوْتِ وَالكِبْرِيَاء ِوَالعَظَمَةِ

SUBHAANA DZIL JABARUUTI WAL MALAKUUTI WAL KIBRIYAA’ WAL ‘AZHOMAH (artinya: Mahasuci Allah Yang mempunyai keperkasaan dan kerajaan (penuh) serta kesombongan dan keagungan). Kemudian sujud seperti waktu berdirinya kemudian mengatakan dalam sujudnya seperti itu. Kemudian berdiri dan membaca Ali Imran kemudian satu surah, satu surah. (HR. An-Nasai, no. 1132; Abu Daud, no. 873. []

ISLAMPOS

Segeralah Tunduk Bersujud

Membaca surah as-Sajdah Anda akan menemukan ayat tentang kematian:Qul yatawffaakum malakul mautil ladzii wukkila bikum tsumma ilaa rabbikum turja’uun (Katakanlah, malaikat maut yang ditugaskan untuk mencabut nyawa akan me matikanmu.Kemudian hanya ke pa da Tuhanmulah kamu akan dikembalikan). (QS as-Sajdah: 11).

Ayat ini memberikan triger agar kita sebagai hamba Allah, bersungguh-sungguh tunduk dan sujud kepada-Nya. Sebab, hanya dengan mengingat mati semua keterlenaan dengan dunia akan terempaskan.

Kematian pasti datang, tanpa seorang pun yang tahu. Ia menjemput siapa saja sesuai dengan ketentuan-Nya secara tiba-tiba, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, miskin maupun kaya, sedih maupun senang. Tugas hamba hanyalah mempersiapkan kematian agar menjadi akhir yang paling indah.Caranya segeralah beramal saleh.

Sebab, hanyalah amal saleh bekal terbaik untuk menghadap Allah. Supaya jelas, Allah memberikan perbandingan: Afa man kaanamu’minan ka man kaana faasiqaa, laa yastawuun (Apakah sama orang yang beriman dengan orang yang fasik). (QS as-Sajdah:18).

Maksudnya apakah kelak di alam akhirat akan diperlakukan sama antara orang yang tunduk bersujud kepada Allah dengan orang yang membangkang, menolak perintah-perintah-Nya dan melanggar larang-larangan- Nya? Tentu tidak sama. Allah Mahaadil, tidak mungkin kedua golongan manusia tersebut akan mendapatkan perlakukan yang sama.

Karena itu, pada ayat 12, surah as-Sajdah, Allah SWT menggambarkan betapa hinanya para pendurhaka itu di akhirat:Wa law taraa idzil mujrimuuna naakisuu ruusihim inda rabbihim (Andaikan engkau menyaksikan bagaimana hinanya para pendosa itu mereka menudukkan kepalanya di hadapan Allah Tuhannya).

Naakisuu ruusihim maksudnya kepala mereka disungkurkan karena merasa hina dengan penuh penyesalan atas dosa-dosa yang telah meraka perbuat. Mereka mengakui bahwa sekarang telah melihat dengan nyata hari kebangkitan yang pernah mereka dengar dari para rasul itu benar-benar terjadi:Rabbana absharnaa wa sami’naa.

Mereka menyesal, karena itu mereka ingin kembali ke dunia untuk beramal: Farji’naa na’mal shaalihan. Kata na’mal shaalihan menunjukkan bahwa yang pertama-tama ingin mereka kerjakan jika dikembalikan ke dunia adalah amal saleh. Sebab, mereka tahu bahwa hanya amal saleh yang bisa menyelamatkan mereka di akhirat.

Namun sayang, penyesalan itu tidak ada gunanya. Sebab dunia sebagai tempat beramal sudah berakhir. Sementara di akhirat tidak ada amal. Dikatakan: ad dunya daaru amalin wa laa jzaa’wal akhiratu daru jazaain wa laaamal. Akibatnya datanglah panggilan kepada para pendosa itu setelah mereka dilempar ke neraka: Fa dzuuquu bimaa nasitum liqaa yaumikum hadzaa (Rasakan olehmu azab ini, karena kamu telah melailaikan hari kiamat ini). Lalu ditegaskan:Innaa nasiinakum wa dzuuquu azdaabal khuldi bimaa kuntum ta’maluun(Kami pun melalai kanmu. Rasakanlah azab yang kekal ini sebagai akibat dari per buatanmu). (QS as-Sajdah: 14).

Oleh:Ustaz Dr Amir Faishol Fath, Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional & CEO Fath Institute

IHRAM

7 Alasan Mengapa Penting Perbanyak Sujud

Sujud adalah momen terdekat hamba dengan Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, – Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita mengetahui keutamaan yang terkandung dalam sujud. Ada banyak keutamaan sujud yang perlu kita renungkan dan manfaatkan untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT.

Pertama, sujud adalah momen yang paling dekat dengan Allah SWT, dan saat inilah waktu terkabulnya doa seorang hamba. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Waktu yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa.”

Kedua, Rasulullah SAW mengenal umatnya pada Hari Kiamat kelak melalui bekas sujud. Rasulullah SAW bersabda: 

مَا مِنْ أُمَّتِي مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَأَنَا أَعْرِفُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَكَيْفَ تَعْرِفُهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ فِي كَثْرَةِ الْخَلَائِقِ؟، قَالَ: ” أَرَأَيْتَ لَوْ دَخَلْتَ صُبْرَةً فِيهَا خَيْلٌ دُهْمٌ بُهْمٌ، وَفِيهَا فَرَسٌ أَغَرُّ مُحَجَّلٌ، أَمَا كُنْتَ تَعْرِفُهُ مِنْهَا؟ “، قَالَ: بَلَى، قَالَ: ” فَإِنَّ أُمَّتِي يَوْمَئِذٍ غُرٌّ مِنْ السُّجُودِ، مُحَجَّلُونَ مِنْ الْوُضُوءِ

“Tidak ada seorang pun dari umatku, kecuali aku mengenalnya nanti pada hari Kiamat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana engkau mengenal mereka wahai Rasulullah, mereka berada di antara banyak makhluk?”

Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu jika engkau masuk dalam shirath” di dalamnya terdapat kumpulan kuda berwarna hitam, dan dalam kumpulan itu terdapat seekor kuda yang memiliki ghurrah (wama putih cerah di dahinya) dan muhajjal (berkaki putih), bukankah kamu dapat mengenalinya?” Sahabat itu menjawab, “Ya”.

Lalu beliau bersabda, “Sungguh, umatku pada hari itu mempunyai wajah yang putih karena sujud, serta anggota wudhu yang putih karena wudhu.'” (HR Ahmad).

Ketiga, kita diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memperbanyak sujud. Dari Ubadah bin Shamit, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، وَمَحَا عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً، وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً، فَاسْتَكْثِرُوا مِنْ السُّجُودِ”

“Tidaklah seorang hamba melakukan sujud sekali kepada Allah, kecuali Allah akan menuliskan baginya satu kebaikan, menghapus satu keburukan, dan mengangkatnya satu derajat. Oleh sebab itu perbanyaklah melakukan sujud.” (HR Ibnu Majah) 

Keempat, orang yang memperbanyak sujud akan menemani Rasulullah SAW di surga. Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim: 

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَبِيعَةَ بْنَ كَعْبٍ الْأَسْلَمِيَّ، يَقُولُ: كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آتِيهِ بِوَضُوئِهِ وَبِحَاجَتِهِ، فَقَالَ: «سَلْنِي»، فَقُلْتُ: مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: «أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ؟» قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ، قَالَ: «فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Diceritakan seorang sahabat Nabi SAW bernama Rabi’ah bin Ka’b Al-Aslami yang bermalam di rumah Rasulullah SAW, lalu menghampiri beliau SAW dengan membawa air wudhu. Kemudian Nabi SAW berkata, “Mintalah sesuatu.”

Lalu Rabi’ah menjawab, “Aku ingin menemanimu di Surga.” Rasulullah bertanya lagi, “Ada permintaan selain itu?” Rabiah mengatakan lagi, “Itu yang aku minta.” Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda, “Bantulah aku mewujudkan keinginanmu dengan memperbanyak sujud (sholat).”

Kelima, akan masuk surga yang khusus bagi hamba yang senantiasa memperbanyak ibadah sholat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الجَنَّةِ: يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلاَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلاَةِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الجِهَادِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menginfakkan dua jenis (berpasangan) dari hartanya di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga. Lalu dikatakan kepadanya, “Wahai ‘Abdullah, inilah kebaikan yang kamu amalkan.”

Maka siapa dari kalangan ahlu (rajin beribadah) sholat, dia akan dipanggil dari pintu sholat dan barangsiapa dari kalangan ahlu jihad dia akan dipanggil dari pintu jihad. Siapa dari kalangan ahlu shiyam (puasa) maka dia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Siapa dari kalangan ahlu sedekah maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah….” (HR Bukhari)

Keenam, Rasulullah SAW sangat menaruh perhatian pada sujud. Anas bin Malik mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « أَتِمُّوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ فَوَاللهِ، إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ بَعْدِ ظَهْرِي إِذَا مَا رَكَعْتُمْ، وَإِذَا مَا سَجَدْتُمْ» وَفِي حَدِيثِ سَعِيدٍ إِذَا رَكَعْتُمْ وَإِذَا سَجَدْتُمْ

“Sempurnakanlah ruku dan sujud, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat kalian dari belakang punggungku, jika kalian ruku dan sujud.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, setan takut pada Muslim yang sujud  setelah membaca ayat sajadah. Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-: ” إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي، يَقُولُ: يَا وَيْلِي، أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ، فَلِيَ النَّارُ “

“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata, “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR Muslim)

Sumber: alukah

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Menjawab Salam ketika Sedang Sujud

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus

Pertanyaan:

Bagaimana cara menjawab orang yang mengucapkan salam waktu kita sedang salat tepat pada saat melakukan sujud? Apabila tidak memungkinkan, apakah sebaiknya salam tersebut tidak perlu diucapkan?

Jawaban:

Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘Alamin, selawat dan salam atas utusan Allah rahmatan lil alamin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa ikhwanihi ila yaumiddinamma Ba’du.

Menjawab salam meskipun ketika sedang salat hukumnya tetap wajib. Karena menjawab perkataan adalah wajib secara kifayah selama belum ada keterangan (dalil) (yang membolehkan tidak menjawab salam ketika salat -pen.). Namun ketika ada uzur untuk menjawab salam dalam salat sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ اللهَ يُحْدِثُ مِنْ أَمْرِهِ مَا يَشَاءُ، وَإِنَّ اللهَ جَلَّ وَعَزَّ قَدْ أَحْدَثَ مِنْ أَمْرِهِ أَنْ لاَ تَكَلَّمُوا فِي الصَّلاَةِ

“Allah menetapkan perintah-Nya sesuai kehendak-Nya, dan Allah Jalla wa ‘Azza telah menetapkan perintah-Nya yaitu janganlah kamu berbicara ketika sedang salat” [1].

Maka ucapan salam tersebut mesti dijawab baik dengan isyarat tangan, kepala, maupun dengan jemari. Allah Ta’ala telah menjadikan isyarat tersebut sebagai pengganti jawaban salam. Pendapat ini lebih mendekati kebenaran sesuai dengan dalil sebagaimana hadis ‘Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu yang berkata,

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى قُبَاءَ يُصَلِّي فِيهِ، قَالَ: فَجَاءَتْهُ الأَنْصَارُ فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي، قَالَ: فَقُلْتُ لِبِلاَلٍ: «كَيْفَ رَأَيْتَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي؟» قَالَ: «يَقُولُ هَكَذَا»»، وَبَسَطَ كَفَّهُ، وَبَسَطَ جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ كَفَّهُ، وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ، وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إِلَى فَوْقٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menuju masjid Quba kemudian salat di dalamnya. Lalu datanglah sekelompok orang-orang Anshar seraya mengucapkan salam sementara Rasulullah sedang salat.” ‘Abdullah berkata, “Aku bertanya kepada Bilal, ‘Bagaimana Engkau melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salam saat mereka mengucapkan salam sementara beliau sedang shalat?’ ‘Abdullah berkata, ‘Dia (Bilal) menjawab seperti ini, beliau lalu membuka telapak tangannya, Ja’far bin ‘Auf membuka telapak tangannya dan menjadikan perut telapak tangan di bawah, sedangkan punggung telapak tangan di atas’” [2].

Dari Shuhaib Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَرَرْتُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَهُوَ يُصَلِّي- فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ إِشَارَةً، قَالَ: وَلاَ أَعْلَمُهُ إِلاَّ قَالَ: إِشَارَةً بِإِصْبَعِهِ

“Aku lewat dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang salat, lalu aku ucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab salam dengan berisyarat.” Perawi hadis berkata, “Yang aku tahu, Shuhaib yang dikatakan Shuhaib adalah: Nabi berisyarat dengan jarinya” [3].

Adapun dalam hadis Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu,

أَنَّهُ سَلّمَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي فَأَوْمَأَ لَهُ بِرَأْسِهِ

“Bahwa beliau (Ibnu Mas’ud) mengucapkan salam saat Rasulullah sedang salat. Kemudian Rasulullah memberi isyarat dengan kepalanya” [4].

Maka dari keumuman hadis-hadis di atas dapat disimpulkan bahwa dibolehkan menjawab salam ketika sedang melaksanakan salat bahkan pada saat sujud melalui isyarat. Apabila tidak mampu dengan tangan, maka bisa dengan jari. Jika tidak mampu, maka bisa diakhirkan setelah gerakan sujud. Menjawab salam dengan isyarat saat salat sama dengan menjawab salam di luar salat dengan perkataan.

Adapun hadis yang berbunyi,

مَنْ أَشَارَ فِي صَلاَتِهِ إِشَارَةً تُفْهَمُ عَنْهُ، فَلَيُعِدْ صَلاَتَهُ

“Barangsiapa yang memberikan isyarat yang bisa dipahami, maka dia harus mengulangi -salat- nya” [5].

ini merupakan hadis yang bathil. Sebab salah satu perawi hadis ini adalah Abu Ghathafaan dari Abu Hurairah, sementara Abu Ghathafaan adalah perawi yang majhul.

Wal ‘ilmu ‘indallāhAkhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman.

***

Catatan Kaki:[1] HR. Abu Daud dalam Kitab “as-Shalah”; Bab Raddu as-Salam fi as-Shalat (no. 924) dari hadis ‘Abdulah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu yang disahihkan oleh Syaikh Amad Syaakir dalam Tahqiq-nya untuk Musnad Ahmad (6: 91) dan al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ (no. 1892). Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (13: 499) berkata, “Asal riwayat ini ada dalam kita shahihain dari riwayat Iqlima dari Ibnu Mas’ud. Namun ia berkata bahwa di dalam salat ada “kesibukan”.[2] HR. Abu Dawud dalam kitabnya as-shalah; Bab Raddu as-Salamfi as-Shalah (no. 927) dari hadis Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma. Hadis tersebut disahihkan oleh an-Nawawi dalam kitab “al-Khulashah” (1: 508) dan al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah (no. 185).[3] HR. Abu Dawud dalam kitab as-shalah; Bab Raddu as-Salamfi as-Shalah (no. 925) dan at-Tirmidzi dalam kitab as-Shalah; Bab Maa-Jaa-a fi al-Isyarah fi as-Shalah (no. 367), an-Nasaa’i dalam as-Sahwu; Bab Raddu as-Salam biil Isyarah fi as-Shalah (no. 1186) dari hadis Shuhaib Radhiallahu ‘anhu yang disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud (no. 925).[4]  HR. Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (3222) dari Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Radhilallahu ‘anhu.[5] HR. Abu Dawud dalam kitab as-shalah; Bab al-Isyarah fi as-Shalah (944), ad-Daaru Quthni dalam Sunan (no. 1867) dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu yang datang di Nashab ar-Raayah karya az-Zili’iy (2: 90). Ishaq bin Ibrahim bin Hani’ berkata bahwa Ahmad ditanya tentang hadis مَن أشار في صلاته إشارةً تفهم عنه فليعد الصلاة ; maka ia (Ahmad) berkata, “Sanadnya tidak kuat dan tidak dapat dijadikan landasan hukum.” Abu Dawud dalam Sunan-nya (1: 248) berkata, “Hadis ini wahm”. An-Nawawi juga mendha’ifkan hadis ini dalam al-Khulashah (1: 511) dan al-Albani dalam as-Silsilah ad-Dha’ifah (no. 1104).

Sumber : http://ferkous.com/home/?q=fatwa-901

Penerjemah : Fauzan Hidayat, S. STP., MPA

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/66511-hukum-menjawab-salam-ketika-sedang-sujud.html

Sudahkah Anda Merasakan Kelezatan Ibadah?

MENGAPA para ulama dan salafus saleh di zaman dulu mampu melakukan amal ibadah yang membuat kita saat ini berdecak kagum? Salah satunya, karena mereka telah merasakan kenikmatan ibadah.

Di bawah ini beberapa hal yang berhubungan dengan kelezatan Ibadah.

1. Kelezatan ibadah adalah nikmat Allah dan sekaligus balasan amal ibadah di dunia.

Berkata Ibnu Taimiyah, ” Apabila kamu belum mendapatkan balasan amal berupa kenikmatan dlm hatimu, kelapangan dlm dadamu maka curigailah amalnya, maka sesungguhnya Allah Maha Syukur, yaitu Dia harus memberi balasan orang yang beramal atas amalnya di dunia berupa kenikmatan dalam hatinya. Juga kekuatan, lapang dada, dan kesenangan. Maka jika dia belum mendapatkannya, maka amalnya pasti rusak.”

Dalam Tahdzib Madarijus Salikin hal: 312, beliau juga berkata:

“Sesungguhnya di dunia ada jannah, barangsiapa yang belum memasukinya niscaya dia tidak akan memasuki jannah di akhirat.” Demikian pula dalam Al Wabil ash Shoyib Minal Kalim ath Thoyib, hal: 81

2. Sebab-sebab mendapatkan kelezatan ibadah

a. Mujahadatun nafs diatas ketaatan kepada Allah sehingga dia terbiasa taat, kadang kala jiwa maunya lari dari mulai menjalani mujahadah.

Berkata seorang salaf:

“Aku senantiasa menuntun jiwaku kepada Allah, sedangkan dia dalam keadaan menangis hingga aku selalu menuntunnya sedangkan dia keadaan tertawa.”

b. Jauh dari dosa, dosa kecil maupun besar. Maka sesungguhnya maksiat adalah penghalang yang mencegah dari merasakan kelezatan ibadah karena ia akan mewariskan kerasnya hati, kasar dan kebengisan.

Berkata seorang salaf:

“Tidaklah Allah menimpakan kepada hamba siksa yang lebih besar melainkan kerasnya hati.”

b. Meninggalkan berlebih-lebihan dalam makan, minum, ngobrol dan mengumbar pandangan.

Berkata seorang salaf:

“Kesenangan hati dalam sedikit dosa, kesenangan perut dalam sedikit makan, kesenangan lisan dengan sedikit bicara.”

c. Hendaklah hamba menghadirkan hati bahwa ibadah yang dilakukan dalam rangka taat untuk Allah dan hanya mencari ridaNya, dan bahwa ibadah ini dicintai Allah, diridai dan bisa mendekatkan dirinya kepadaNya.

d. Hendaklah hamba menghadirkan hati bahwa ibadah ini tidak sia-sia dan hilang begitu saja seperti harta. Dia sangat membutuhkannya, akan mendapatkan buahnya di dunia dan di akhirat. Maka barangsiapa yang menghadirkannya, dia tidak mempermasalahkan apa yang tidak didapat di dunia. Dia menyenangi ibadah dan mendapatkan kenikmatannya.

3. Perbaiki ibadah Anda segera. Hal itu bisa dilakukan dengan berusaha:

– agar kita salat dengan khusyu’

– agar kita baca Alquran dengan tadabur (memikirkan dan memahami)

– agar hati kita tidak lalai dalam zikir dan doa

– agar kita bisa menikmati jalan dakwah dan jihad. []

Sumber: Kiriman pengasuh Pondok Pesantren Al Ihsan, Desa Mojorejo, Kec Kebonsari, Madiun

INILAH MOZAIK

Lamanya Sujud Nabi dalam Shalat Malam

Bagaimana lamanya sujud Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam?

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

  1. Bab Keutamaan Qiyamul Lail

Hadits #1171

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً – تَعْنِي فِي اللَّيلِ – يَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أنْ يَرْفَعَ رَأسَهُ ، وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الفَجْرِ ، ثُمَّ يَضْطَجِعُ عَلَى شِقِّهِ الأيْمَنِ حَتَّى يَأتِيَهُ المُنَادِي للصَلاَةِ . رَوَاهُ البُخَارِي .

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sebelas rakaat (yaitu shalat malam). Beliau sujud satu kali sujud untuk shalat tersebut seukuran dengan salah seorang dari kalian membaca Alquran lima puluh ayat, sebelum beliau mengangkat kepalanya. Dan beliau melakukan shalat dua rakaat sebelum shalat Shubuh. Kemudian beliau berbaring di atas sisi tubuhnya yang sebelah kanan sampai datang muazin kepada beliau. (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 994]

Faedah Hadits

  1. Disunnahkan memperlama sujud dalam shalat malam.
  2. Dianjurkan menjaga dua rakaat shalat Sunnah qabliyah Shubuh.
  3. Dibolehkan berbaring sejenak selepas melaksanakan dua rakaat shalat sunnah Fajar.
  4. Dianjurkan berbaring ke sebelah kanan.
  5. Muazin harus mengetahui imam hadir, barulah mengumandangkan iqamah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْمُؤَذِّنُ أَمْلَكُ بِالْأَذَانِ , وَالْإِمَامُ أَمْلَكُ بِالْإِقَامَةِ

Muazin adalah yang paling berhak menentukan azan dan imam adalah orang yang paling berhak menentukan iqamah.” (HR. Ibnu ‘Adi dan ia mendhaifkannya. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata bahwa hadits ini dhaif karena adanya Syarik bin ‘Abdullah Al-Qadhi, hafalannya jelek). Al-Baihaqi juga meriwayatkan hadits yang senada dari ucapan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. (Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menyatakan sanadnya kuat, perawinya tsiqqah).

Baca Juga:

  • Setan Terus Mengganggu Sehingga Kita Tidak Bangun Shalat Malam
  • Jadi Hamba yang Bersyukur dengan Tahajud

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Kedua.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23133-lamanya-sujud-nabi-dalam-shalat-malam.html

Apakah Dahi Wajib Menempel Langsung Ke Lantai Ketika Sujud?

Pertanyaan, apakah ketika sujud dalam shalat, dahi atau kening harus langsung menempel pada lantai?

Jawaban dari pertanyaan di atas  adalah bahwa dahi atau kening tidak wajib menempel langsung ke lantai. Namun jika bisa menempel ke lantai langsung tanpa penghalang, itu lebih utama. Jika terhalang oleh sesuatu yang muttashil (bersambungan) dengan orang yang shalat, seperti terhalang peci, sorban, ujung kain lengan, atau semisalnya, maka sujudnya sah dan shalatnya sah.

Dalil Pendapat Jumhur Ulama

Ini adalah pendapat jumhur ulama. Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا نُصَلِّي مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ في شِدَّةِ الحَرِّ، فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنَ الأرْضِ، بَسَطَ ثَوْبَهُ، فَسَجَدَ عليه

“Dahulu kami pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam cuaca yang sangat panas. Jika kami tidak mampu menempelkan dahinya ke tanah, maka dibentangkan kain bajunya lalu sujud di atas kain tersebut“ (HR. Bukhari no.1208, Muslim no.620).

Juga hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, ia berkata:

لقد رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في يومٍ مَطِيرٍ ، وهُوَ يتَّقِي الطِّينَ إذَا سَجَدَ بِكِسَاءٍ عليهِ يجْعَلُهُ دونَ يَدَيْهِ إلَى الأرضِ إذَا سَجَدَ

“Sungguh aku telah melihat Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam ketika turun hujan beliau berlindung dari tanah ketika sujud menggunakan kain yang dibentangkan di bawah kedua telapak tangannya, di tanah ketika beliau sujud” (HR. Ahmad no. 2385, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij al Musnad).

Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan:

ولا تجب مباشرة المصلي بشيء من هذه الأعضاء . قال القاضي : إذا سجد على كور العمامة أو كمه أو ذيله ، فالصلاة صحيحة

“Tidak wajib orang yang shalat menempelkan semua anggota sujudnya secara langsung (ke lantai). Al Qadhi berkata: jika orang sujud tertutup lipatan sorbannya atau ujung kain sorbannya maka sah shalatnya” (Al Mughni, 1/305).

Imam an Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan masalah ini beliau mengatakan:

وقال مالك وأبو حنيفة والأوزاعي وإسحاق وأحمد في الرواية الأخرى : يصح ، قال صاحب التهذيب : وبه قال أكثر العلماء

“Pendapat Malik, Abu Hanifah, Al Auza’i, Ahmad dalam salah satu riwayat, mereka mengatakan: sujudnya sah. Penulis kitab at Tahdzib mengatakan: ini adalah pendapat mayoritas ulama” (Al Majmu’, 3/397-400).

Jika Rambut Terjurai Hingga Menutupi Kening

Dari sini, maka jika rambut terjurai hingga menutupi kening, maka tidak mengapa dan tidak perlu ditahan dengan tangan. Karena justru terdapat larangan terhadap hal ini. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ، لاَ أَكِفَّ شَعْرًا وَلاَ ثَوْبًا

“Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh (anggota sujud) dan diperintahkan untuk tidak menahan rambut ataupun pakaian (ketika sujud)” (HR. Bukhari no. 810, Muslim no. 490).

Namun jika ia memakai peci atau semisalnya yang menahan rambutnya sehingga tidak menghalangi, dan keningnya bisa menempel ke lantai, itu lebih utama. Imam an Nawawi mengatakan:

العلماء مجمعون على أن المختار مباشرة الجبهة للأرض

“Para ulama sepakat bahwa yang paling utama adalah kening menyentuh lantai secara langsung” (Al Majmu’, 3/397-400).

Wallahu a’lam.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53141-apakah-dahi-wajib-menempel-langsung-ke-lantai-ketika-sujud.html

Tidak Boleh Sujud Kepada Manusia dan Selain

Sangat jelas dalam pelajaran TAUHID kita bahwa manusia tidak boleh sujud kepada selain Allah, baik itu kepada sesama manusia ataupun kepada selain manusia baik itu berupa batu, pohon, matahari, bulan dan sebagainya. Masalah sujud ini masalah yang sangat penting akan tetapi masih ada yang belum tahu atau belum paham. Hukum sujud kepada selain Allah dirinci sebagai berikut:

1. Sujud kepada manusia, hukumnya dirinci:
a) Sujud kepada manusia untuk penghormatan dan memuliakan, hukumnya haram dan dosa besar
b) Sujud kepada manusia untuk ibadah, hukumnya adalah syirik yang bisa mengeluarkan dari Islam

2. Sujud kepada selain manusia, hukumnya adalah syirik yang bisa mengeluarkan dari Islam karena manusia tidak menghormati benda mati dengan sujud

Berikut pembahasan dan dalilnya:
Manusia tidak boleh sujud kepada manusia karena dalilnya cukup tegas. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya” [HR. Tirmidzi]

Sujud kepada manusia untuk menghormati dan memuliakan hukumnya adalah dosa besar. An-Nawawi menjelaskan,

وأما ما يفعله عوام الفقراء وشبههم من سجودهم بين يدي المشايخ – وربما كانوا محدثين – فهو حرام بإجماع المسلمين

“Adapun yang dilakukan oleh orang awam dan semisal mereka yaitu sujud kepada syaikh mereka –bisa jadi mereka ahli hadits” maka hukumnya haram dengan ijma’ kaum muslimin.” [Al-Majmu’ 2/79]

Adapun sujud kepada manusia untuk ibadah jelas hukumnya syirik yang bisa mengeluarkan dari Islam. Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,

ومنها ما يفعله كثيرون من الجهلة من السجود بين يدي المشايخ إذا قصدوا عبادتهم أو التـقـرب إليهم.لا إن قصدوا تعظيمهم أو أطلقوا فلا يكون كفراً بل هو حراماً قطعاً

“Di antaranya (pembatal keislaman) adalah yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang bodoh yaitu sujud kepada syaikh mereka dengan tujuan ibadah atau taqarrub. Apabila tujuannya untuk memuliakan atau tidak jelas tujuannya, hukumnya tidak kafir akan tetapi hukumnya jelas haram.” [Al-I’lam bi Qawathi’il Islam].

Sujud kepada selain manusia hukumnya syirik. Allah melarang manusia sujud kepada matahari dan bulan, dua ciptaan Allah yang sangat besar. Apabila pada dua benda mati yang sangat besar saja dilarang, maka apalagi pada batu kecil atau pohon kecil? Perhatikan ayat berikut:

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” [Fussilat: 37]

Ibadah sujud hanya kepada Allah saja diperuntukkan, bahkan semua makhluk sujud kepada Allah dengan caranya masing-masing. Allah berfirman,

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya.” [Quran Al-Hajj: 18]

Catatan:
Syariat nabi sebelumnya membolehkan sujud kepada makhluk dalam rangka menghormati. Ini bukan dalil bahwa kita sekarang boleh sujud kepada manusia karena syariat kita ada yang berbeda dengan syariat nabi sebelumnya. Nabi Yusuf mendapatkan penghormatan berupa sujud. Perhatikan ayat berikut:

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَىٰ يُوسُفَ آوَىٰ إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا

“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman”. Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.” [Yusuf: 99-100]

Adi bin Hatim menjelaskan tafsir ayat di atas,

كانت تحية من كان قبلكم، فأعطاكم الله السلام مكانها

“ini (sujud) adalah penghormatan sebelum kalian (umat Islam), kemudian Allah gantikan (sujud) dengan ucapan salam.” [Tafsit Ibnu Abi Hatim hal. 2202]

Demikian semoga bermanfaat

@ Lombok, Pulau seribu masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/47149-tidak-boleh-sujud-kepada-manusia-dan-selain-manusia.html

Cahaya Bekas Sujud Meski Terlanjur Masuk Neraka

KITA menemukan hadits yang shahih terkait dengan fungsi ‘bekas sujud’ ini. Namun manfaatnya bukan untuk dikenal orang di alam dunia ini, melainkan untuk bisa dikenali Allah Ta’ala di akhirat nanti.

“Jika Allah ingin memberikan rahmat kepada ahli neraka, maka Dia memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan mereka yang menyembah Allah. Lalu malaikat mengeluarkan mereka. Mereka dikenali karena ada bekas sujud pada wajahnya. Dan Allah mengharamkan neraka untuk memakan tanda bekas sujud sehingga mereka keluar dari neraka. Seluruh anak Adam bisa dimakan api neraka, kecuali bekas sujud.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa orang yang shalatnya baik di dunia ini dan punya bekas sujud, nanti di akhirat kalau sudah terlanjur masuk neraka, akan dikeluarkan dari dalamnya. Dan cara untuk mengenalinya adalah dari cahaya bekas sujud yang memancar dari dahinya. Dan bahwa cahaya bekas sujud itu tidak akan hilang termakan oleh panasnya api neraka. Adapun bekas sujud yang sifatnya seperti cahaya di akhirat nanti, kita dapati keterangannya dari hadits lainnya berikut ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada seorang pun dari umatku kecuali aku mengenalnya pada hari kiamat kelak.” Para shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, bagaimana anda mengenali mereka di tengah banyaknya makhluk?” Beliau menjawab, “Tidakkah kamu lihat, jika di antara sekumpulan kuda yang berwarna hitam terdapat seekor kuda yang berwarna putih di dahi dan kakinya? Bukankah kamu dapat mengenalinya?” “Ya”, jawab shahabat. “Sesungguhnya pada hari itu umatku memancarkan cahaya putih dari wajahnya bekas sujud dan bekas air wudhu’. (HR Ahmad dan Tirmizy)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan dahi kita ini memancarkan cahaya di akhirat nanti, sehingga termasuk orang yang akan dibela oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

 

Jangan Terjerumus Sombong dan Riya’ Dahi Kehitaman!

“BEKAS sujud” di dahi adalah sebuah istilah yang bisa kita dapat di dalam ayat Alquran. Silahkan anda buka mushaf dan carilah surat ke-48, yaitu surat Muhammad dan perhatikan ayat yang ke-29. Di sana Allah Ta’ala berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud . Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” (QS. Muhammad: 29)

Kalau kita perhatikanisi informasi ayat di atas, istilah ‘bekas sujud’ bukan hanya populer di dalam Quran, melainkan juga ada di dalam kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil, yang asli tentunya. Dan ‘bekas sujud’ itu menjadi ciri khas para sahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun ada hal yang perlu digaris-bawahi secara hati-hati. Sebab banyak di antara umat Islam yang kemudian memahami ayat ini secara harfiyah. Bekas sujud itu kemudian dipahami sebagai warna kulit yang kehitaman di dahi seseorang.

Apakah memang benar? Dan apakah warna kehitaman di dahi itu selalu menunjukkan keimanan dan ketaqawaan seseorang? Nah, di sini kita harus sedikit lebih cermat. Memang bisa saja karena seseorang banyak melakukan shalat, termasuk shalat malam, maka secara tidak sengaja, dahinya jadi berwarna kehitaman. Tentu hal ini baik, bukan sekedar karena dahinya berwarna hitam, tetapi karena memang banyak shalat. Namun kalau secara sengaja ditekan-tekannya dahinya ke lantai, agar bisa membekas dan akhirnya berwarna kehitaman, tentu lain urusannya. Sebab esensi ayat itu bukan para warna hitam di dahi, melainkan karena banyaknya shalat.

Dan banyak shalat itulah yang ingin dikemukakan oleh ayat ini, yakni bahwa mereka adalah orang yang sering dan banyak melakukan shalat. Dan disebutkan dengan istilah bekas sujud, karena sujud itu identik dengan shalat, ditambah lagi sujud itu selalu dilakukan 2 kali dalam satu rakaat. Padahal semua gerakan yang lain hanya dilakukan 1 kali saja. Namun perlu ditekankan bahwa orang yang dahinya jadi kehitaman memang karena banyak melakukan sujud itu salah. Insya Allah dia akan mendapatkan keutamaan karena banyak shalatnya.

Hanya yang perlu dipahami adalah warna kehitaman di dahi itu tidak selalu menunjukkan bahwa orang itu banyak shalat. Dan juga belum tentu ada jaminan bahwa shalatnya itu pasti diterima Allah Ta’ala. Dan bukan juga lambang dari ketaqwaan seseorang. Malah kita harus hati-hati dalam masalah dahi hitam ini, sebab alih-alih mendapat pahala, boleh jadi kalau diiringi dengan rasa sombong dan riya’, malah akan jadi bumerang. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman tentang celakanya orang yang shalat namun lalai dan berperilaku riya’.

Dan salah satu pintu riya’ dari ibadah shalat ini adalah memamerkan dahi yang berwarna kehitaman itu di depan manusia. Lalu seolah berbangga bahwa dirinya adalah orang paling dekat kepada Allah serta selalu paling benar dalam semua hal. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Maun: 1-3)

[baca lanjutan]

 

INILAH MOZAIK