Hadis: Pahala Mengiringi Jenazah sampai Selesai Dimakamkan

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ

Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya, maka baginya pahala dua qirath.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)

Juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ

Barangsiapa mengiringi jenazah muslim karena iman dan mengharapkan balasan (pahala) dan dia selalu bersama jenazah tersebut sampai disalatkan dan selesai dari penguburannya, maka dia pulang dengan membawa dua qirath. Setiap qirath setara dengan gunung Uhud. Dan barangsiapa menyalatkannya dan pulang sebelum dikuburkan, maka dia pulang membawa satu qirath.” (HR. Bukhari no. 47)

Dari dua hadis di atas, terdapat beberapa faedah yang dapat kita simpulkan.

Faedah pertama

Hadis di atas menunjukkan keutamaan mengiringi dan menyalatkan jenazah, serta menghadiri pemakamannya. Zahir hadis menunjukkan bahwa pahala yang akan didapatkan itu dengan syarat “karena iman dan mengharapkan balasan (dari Allah Ta’ala).” Oleh karena itu, siapa saja yang mengiringi jenazah hanya karena merasa ingin balas budi atau semata-mata agar tidak dijadikan bahan pembicaraan oleh masyarakat sekitar atau niat semisal itu, maka dia tidak akan mendapatkan pahala sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis.

Sehingga terdapat beberapa manfaat yang agung ketika kita mengiringi jenazah sampai jenazah tersebut selesai dimakamkan, di antaranya:

Pertama, mendapatkan pahala yang sangat agung ini.

Kedua, bisa menunaikan hak-hak mayit, di antaranya mendoakan dan menyalatkannya.

Ketiga, menunaikan hak-hak anggota keluarga (kerabat) si mayit, yaitu dengan menguatkan, membersamai, dan mendampingi keluarga si mayit ketika sedang mendapatkan musibah. Tentu saja hal itu memiliki pengaruh yang besar bagi keluarga yang ditinggalkan.

Keempat, membantu keluarga si mayit untuk menyiapkan pemakaman sampai menguburkan si mayit.

Kelima, mendapatkan nasihat dan pelajaran ketika melihat jenazah dan pemakaman, sehingga dapat melembutkan hati dan mengingatkan tentang negeri akhirat.

Oleh karena itu, sudah selayaknya seorang muslim itu bersemangat dan termotivasi untuk mengiringi jenazah siapa saja, baik dia mengenal jenazah tersebut ataupun tidak. Hal ini karena kebanyakan manusia di zaman ini hanya mau mengiringi jenazah ketika dia mengenalnya saja, baik karena jenazah tersebut adalah teman atau kerabatnya.

Faedah kedua

Hadis tersebut adalah dalil bahwa siapa saja yang mengiringi jenazah sampai menyalatkan saja, maka dia mendapatkan pahala satu qirath. Sedangkan jika dia mengiringi sampai selesai dimakamkan, maka dia mendapatkan tambahan satu qirath lagi. Dalam riwayat Bukhari di atas, terdapat kalimat,

وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا

Sampai selesai dimakamkan.

Hal ini menunjukkan bahwa pahala satu qirath tambahan tersebut dengan syarat dia mengiringi dan menyaksikan pemakaman sampai selesai, yaitu ketika kubur sudah diratakan. Pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi rahimahullah, dan juga oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah.

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Derajat paling tinggi untuk pulang dari mengiringi jenazah adalah diam sejenak setelah pemakaman selesai, memohon ampunan untuk si mayit dan mendoakannya, dan memohon agar si mayit diberikan keteguhan (dalam menjawab pertanyaan malaikat, pent.).” (Al-Majmu’, 5: 278)

Faedah ketiga

Dalam riwayat Bukhari disebutkan,

…مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا 

Barangsiapa mengiringi jenazah muslim karena iman dan mengharapkan balasan (pahala) dan dia selalu bersama jenazah tersebut sampai disalatkan …

Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan,

مَنْ خَرَجَ مَعَ جَنَازَةٍ مِنْ بَيْتِهَا، وَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ تَبِعَهَا حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ مِنْ أَجْرٍ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ …

Barangsiapa yang keluar (mengiringi) jenazah dari rumahnya, lalu dia menyalatkannya, dan turut mengantarkannya hingga jenazah itu dikuburkan, maka baginya dua qirath pahala. Setiap qirath adalah seperti gunung Uhud … “ (HR. Muslim no. 945)

Zahir dari dua riwayat di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath itu khusus bagi yang mengiringi jenazah sejak jenazah tersebut keluar dari rumah dan kemudian menyalatkan jenazah di tempat jenazah tersebut disalatkan, misalnya di masjid.

Akan tetapi, terdapat riwayat lain dalam Shahih Muslim, dari jalan Suhail, dari bapaknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ

Barangsiapa yang menyalatkan jenazah, namun ia tidak sampai ikut mengantarnya, maka baginya pahala satu qirath. Dan jika ia turut mengantarnya, maka baginya pahala dua qirath.” Kemudian ditanyakanlah, “Seperti apakah dua qirath itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yang paling kecil di antaranya adalah seperti gunung Uhud.” (HR. Muslim no. 945)

Riwayat terakhir di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath itu didapatkan dengan semata-mata menyalatkan jenazah saja, meskipun dia tidak ikut mengiringi jenazah sebelum jenazah itu sampai di tempat disalatkan. Inilah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin saat ini, yaitu mereka langsung ke masjid tempat jenazah tersebut disalatkan, kemudian baru mengiringi ke pemakaman dari masjid, bukan dari rumah si mayit.

Jawaban atas permasalahan ini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Mulaqqin (Al-I’lam, 4: 533) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar (Fathul Baari, 3: 197) bahwa pahala satu qirath itu didapatkan ketika seseorang itu menyalatkan saja, meskipun dia tidak ikut mengiringi jenazah ketika keluar dari rumahnya menuju masjid tempat jenazah tersebut disalatkan. Akan tetapi, pahala satu qirath yang didapatkan oleh orang yang ikut mengiringi jenazah dari rumahnya sampai tempat disalatkan, kemudian dia pun ikut menyalatkan jenazah tersebut, itulah satu qirath yang paling sempurna. Hal ini karena satu qirath itu bertingkat-tingkat sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim yang telah disebutkan di atas,

أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ

Yang paling kecil di antaranya adalah seperti gunung Uhud.

Faedah keempat

Dalil di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath yang kedua itu dengan syarat bagi siapa saja yang mengiringi jenazah di perjalanan sampai ke pemakaman, sampai jenazah tersebut selesai dimakamkan. Hal ini berdasarkan kalimat,

وَكَانَ مَعَهُ

Dan dia membersamai jenazah tersebut … “

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang itu salat jenazah dan pergi ke pemakaman sendirian, dia menunggu sampai jenazah tersebut datang setelah itu, dia pun menghadiri pemakaman, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath yang kedua. Demikian pula, seandainya dia menghadiri pemakaman saja, namun tidak ikut menyalatkan; atau dia mengiringi jenazah saja namun tidak ikut menyalatkan, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath sebagaimana yang disebutkan dalam hadis. Pahala satu qirath kedua itu hanyalah didapatkan bagi siapa saja yang mengiringinya (sampai dimakamkan) setelah menyalatkan, akan tetapi dia tetap mendapatkan pahala secara umum.” (Syarh Shahih Bukhari, hal. 327)

Akan tetapi, perkataan An-Nawawi rahimahullah yang menyebutkan bahwa seandainya seseorang itu salat jenazah dan pergi ke pemakaman sendirian, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath yang kedua, perkataan ini perlu ditinjau kembali. Yang lebih mendekati adalah dia tetap mendapatkan pahala satu qirath yang kedua. Hal ini karena dia tetap dihitung menghadiri pemakaman jenazah. At-Tirmidzi rahimahullah menyebutkan bahwa sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan selainnya mendahului berangkat ke pemakaman sebelum jenazah dibawa ke pemakaman. Selain itu, telah disebutkan sebelumnya bahwa pahala satu qirath itu bertingkat-tingkat. Ada yang satu qirath sempurna. Ada yang kurang dari itu.

Faedah kelima

Hadis-hadis di atas menunjukkan betapa agungnya kemurahan dari Allah Ta’ala dan pemuliaan-Nya terhadap kaum muslimin, yaitu ketika Allah Ta’ala memberikan pahala yang besar kepada orang yang mengiringi jenazah, menyalatkan, dan menghadiri pemakamannya sampai selesai. Dan tidak dibedakan antara jenazah laki-laki atau perempuan karena cakupan makna umum dari hadis tersebut.

Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat dan dapat diamalkan oleh kaum muslimin.

***

@Rumah Kasongan, 8 Syawal 1444/ 29 April 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 322-326). Kutipan-kutipan dalam tulisan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84682-hadis-pahala-mengiringi-jenazah-sampai-selesai-dimakamkan.html

Bolehkah Istinja’ dengan Tisu Pengganti Batu?

Dalam literatur fikih klasik, alat yang dipakai untuk istinja’ adalah air dan batu sebagai medium menghilangkan najis setelah buang air kecil atau air besar. Suatu proses menghilangkan najis dari badan sebagai syarat sah untuk melakukan ibadah seperti shalat.

Menjadi persoalan ketika di tempat buang air seperti di toilet tidak tersedia air dan batu, hanya ada tisu. Atau, buang air saat melakukan perjalanan, sementara di kendaraan yang kita tumpangi tidak ada persediaan air, batu juga sulit ditemukan, yang ada hanya tisu. Apakah tisu bisa dijadikan alat untuk istinja’ sebagai ganti batu?

Dalam kitab-kitab fikih, seperti Fathul Qarib, istinja’  hukumnya wajib. Setelah buang air kecil atau air besar seseorang wajib membersihkan sisa najis yang ada di lubang tempat keluarnya air kencing atau kotoran. Sisa najis tersebut disucikan menggunakan air yang “suci dan mensucikan”. Sebab tidak semua air bisa digunakan untuk istinja’, harus air yang suci mensucikan.

Jika tidak menemukan air alternatif berikutnya menggunakan batu atau benda padat lainnya memiliki kesamaan dengan batu. Sebagaimana air, benda-benda padat tersebut harus suci, ditambah syarat-syarat lain yang akan dijelaskan selanjutnya.

Persoalannya, apabila air dan batu serta benda padat yang mirip dengan batu tidak ditemukan. Hanya ada tisu, misalnya. Apakah tisu bisa dikategorikan benda yang semakna dengan batu?

Benda padat yang dikategorikan memiliki kesamaan dengan batu disyaratkan harus suci dan bukan merupakan benda yang dimuliakan oleh syari’at Islam. Melihat definisi ini, tisu termasuk benda padat bukan benda cair.

Dengan demikian, tisu masuk kategori benda padat yang semakna dengan batu (fi ma’nahu). Dengan syarat tisu tersebut suci, bisa membersihkan dan tidak termasuk benda terhormat dalam pandangan syari’at Islam.

Lebih jelas, dalam kitab Bughyah al Mustarsyidin, boleh istinja’ menggunakan kertas-kertas putih yang tidak ada tulisan asma Allah, sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab Al I’ab.

Dalam kitab Al Fiqh ‘ala Madzahib al Arba’ah, dijelaskan, tidak makruh beristinja’ menggunakan kertas yang tidak terdapat tulisan, atau tidak layak dijadikan media untuk menulis.

Kesimpulannya, boleh istinja’ menggunakan tisu manakala seseorang tidak menjumpai air atau batu. Namun, karena tisu dikategorikan benda yang semakna dengan batu, maka syarat-syarat istinja’ dengan batu juga berlaku ketika istinja’ menggunakan tisu.

Yakni, istinja’ harus dilakukan sebelum kotoran atau najis mengering dan kotoran tersebut tidak merembet pada tempat selain tempat keluarnya. Maka, kalau kotorannya telah mengering atau mengenai tempat selain tempat keluarnya, tidak sah istinja’ menggunakan tisu, wajib menggunakan air.

ISLAM KAFFAH

Pantaskah Muslim Nyanyikan Lagu Havenu Shalom Alaechim?

Umat Islam seharusnya tidak boleh menyanyikan lagu Havenu Shalom Alaechim. Pemerhati Agama Semit Etika Noor menjelaskan bahwa viralnya lagu tersebut membuat banyak warganet yang awam berkomentar tanpa dasar. Etika yang memang telah mendalami ilmu perbandingan agama baik Islam, Kristen maupun Yahudi menjelaskan mengenai lagu tersebut.

“Lagu ini merujuk pada kalimat shalom alaechim, maknanya sama atau tidak jauh beda dengan Assalammualaikum yang berarti semoga keselamatan terlimpah padamu,”ujar Etika yang mempelajari bahasa ibrani dengan Rabbi Tovia Singer seorang advokat Yahudi Ortodoks di Indonesia, Selasa (9/5/2023).

Terkait masalah fikih boleh atau tidaknya digunakan sebagai salam. Ini harus ditanyakan kepada ahlinya.

Namun secara pribadi, Etika yang juga aktif sebagai Koordinator Mualaf Center AYA SOFYA Wilayah Jabodetabek menjelaskan tidak masalah jika hanya sekadar untuk menyapa atau mengucapkan salam. Penganut agama Yahudi, memang mengunakan kalimat ini untuk mengucapkan salam dalam bahasa ibrani.

“Namun saya belum pernah dan sulit sekali mencari orang Yahudi Muslim atau mualaf dari Yahudi sehingga belum mengetahui apakah mereka tetap menggunakan kalimat ini untuk mengucapkan salam,”ujar dia.

Sama halnya ketika seseorang mempelajari bahasa, maka dalam konteks untuk mempraktikkan bahasa ibrani dengan kalimat ini maka sah-sah saja diucapkan. Namun masalah terjadi ketika kalimat ini tidak pada tempatnya.

Menurut Etika, menggunakan bahasa ini tidak sesuai di Indonesia karena mayoritas agama Islam dengan bahasa arab sebagai bahas utamanya. Begitu juga dengan agama lain, nasrani yang menggunakan bahasa Indonesia.

“Tidak pas menurut saya, menggunakan bahasa ini di Indonesia, apalagi minimnya orang Yahudi di Indonesia, kecuali sedang berada di Israel”ujar dia.

Etika yang juga Ketua Annisa, Yayasan Pembina Mualaf At Tauhid menjelaskan beberapa komentar tentang lagu ini menjadi viral karena pendengarnya merasa lagu ini enak didengar. Sebenarnya lagu ini adalah miliki penganut Yahudi sebagai lagu pujian untuk Tuhan atau Allah yang Maha Esa.

Hanya saja lagu ini kemudian diadopsi oleh agama samawi lain untuk memuji kelahiran Yesus. Dan digunakan pula sebagai lagu rohani mereka baik dengan bahasa ibrani maupun diterjemahkan.

“Dalam konteks teologis, tidak perlu mengurusi materi agama lain, sebelum mendalami Alquran secara menyeluruh,”jelas dia.

Boleh saja mempelajari agama lain, tetapi harus lebih dahulu memiliki aqidah Islam yang kuat. Seperti yang disebutkan dalam Alquran surat At Nahl ayat 125

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.

KHAZANAH REPUBLIKA

Shalom Alaichem Dinyanyikan Panji Gumilang Al Zaytun, In Penjelasan Aktivis Yudaisme  

Shalom Alaichem diklaim mempunyai kesamaan dengan salam ala Islam

Viralnya lagu rohani nasrani di pengajian Pesantren Al Zaytun menarik banyak orang untuk berkomentar.

Salah satu influencer yang sering membahas agama yudaisme Eko Etika Noor menjelaskan lagu “Hanevu Shalom Alaichem” memang sering dinyanyikan sebagai lagu pembuka saat ibadah umat nasrani. 

Salah satu klip dibagikan Etika mengenai lagu pembuka rohani dengan bahasa ibrani oleh umat nasrani, https://youtu.be/KGGOIFzyO3k.

Etika juga membagikan klip lagu kedua yang pernah menyanyikan shalawat dengan bahasa ibrani berjudul shalawat global di kajian kyai kanjeng, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), https://youtu.be/N0zHKFPG4jQ.

Etika yang mendalami agama Yahudi langsung dengan Rabbi Tovia Singer menjelaskan bahwa keduanya berbahasa ibrani dan berarti sama dengan kalimat Assalammualaikum, sehingga menurut Etika tidak masalah jika kalimat tersebut digunakan Muslim sebagai sapaan berbahasa Ibrani.

“Lain halnya jika kalimat tersebut digunakan sebagai lagu rohani atau puji-pujian pada klip video youtube umat Nasrani. Karena hal tersebut sudah masuk ranah teologi,” ujar dia kepada republika.co.id, Selasa (9/5/2023).

Selain itu Etika yang sering berkolaborasi dengan Yayasan Pembinaan Muslim At Tauhid (YPMA) juga menjelaskan mengenai umat Yahudi yang memiliki kesamaan ketauhidan dengan Islam. Yahudi juga hanya meyakini satu tuhan yang sama dengan Islam yakni Allah SWT.

Hanya saja mereka tidak memercayai kitab lain selain Taurat. Karena bagi mereka kitab terakhir yang diturunkan tuhan adalah Taurat.

Sedangkan Muslim memiliki keyakinan dengan semua kitab yang diturunkan kepada nabi dan rasul, termasuk Taurat. 

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Demikian juga dengan ibadah, umat Yahudi hanya bersedia beribadah di masjid atau mushala jika tidak ada sinagog.

“Saya sering dimintai tolong untuk menemani ibadah umat Yahudi di masjid atau mushala, karena khawatir dicurigai orang lain karena tata cara ibadah yang berbeda,” ujar dia.

Umat Yahudi pun sangat mengutamakan kesucian tempat ibadah, sehingga tidak mungkin Yahudi memiliki kedekatan dengan umat agama paganisme karena keyakinan keduanya berbeda, baik keyakinan akan Tuhan maupun dalam hal kesucian ibadah.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Enam Ribu Jamaah Haji Israel Berangkat ke Tanah Suci Setiap Tahun

Sekitar 18 persen orang Israel adalah Muslim. Ada sekitar 6.000 orang Israel melakukan haji setiap tahun.

Karena itu, Israel berharap agar Kerajaan Arab Saudi mengizinkan penerbangan langsung bagi warga Muslim Israel yang akan segera menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Israel telah mengajukan permintaan penerbangan dan sedang menunggu tanggapan Riyadh.

Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen mengatakan, persoalan penerbangan langsung ke Saudi bagi warga Muslim Israel untuk melaksanakan ibadah haji masih dalam pembahasan. Dia pun tidak bisa memberi tahu seperti apa progres pembahasannya.

“Masalah ini sedang dibahas. Saya tidak bisa memberi tahu Anda apakah ada kemajuan. Tapi dengan itu, saya optimis kita bisa memajukan perdamaian dengan Arab Saudi,” kata Cohen, sebagaimana dilansir di laman JNS, Senin (8/5/2023).

Persetujuan Saudi untuk penerbangan langsung dari Israel ke Saudi, yang saat ini masih dalam pertimbangan, disebut-sebut akan menjadi langkah maju lainnya dalam normalisasi hubungan antara Israel dan Saudi.

Pejabat Israel mencatat bahwa izin bisa datang pada jam kesebelas, tepat sebelum ziarah 26 Juni-1 Juli dimulai. Arab Saudi telah mengizinkan maskapai Israel untuk terbang melintasi wilayahnya sejak Juli 2022.

Seorang juru bicara Kedutaan Besar AS di Yerusalem menolak mengomentari masalah tersebut. Saat ini, orang Arab Israel yang menunaikan ibadah haji tidak bisa berangkat langsung ke Saudi melalui penerbangan udara.

Mereka harus melakukan perjalanan melalui negara ketiga seperti Yordania untuk sampai ke Arab Saudi. Hal tersebut menimbulkan biaya tambahan baik untuk perjalanan keluar maupun pulang.

Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Israel, Yair Lapid mengatakan, pada prinsipnya dia telah mendapatkan persetujuan Riyadh untuk penerbangan tersebut. Pejabat administrasi Biden juga memperkirakan, penerbangan semacam itu akan diatur.

Namun, dengan ketegangan hubungan AS-Saudi, hingga saat ini belum ada konfirmasi dari Riyadh. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berulang kali menyuarakan harapan untuk mencapai kesepakatan damai bersejarah dengan Arab Saudi.

Juli 2022 lalu, Esawi Freij, yang saat itu menjabat Menteri Kerja Sama Regional Israel, mengatakan pihaknya telah berupaya agar Muslim Israel bisa melakukan penerbangan langsung ke Jeddah untuk melakukan ibadah haji.

“Saya ingin melihat hari ketika saya dapat berangkat dari Ben-Gurion (bandara dekat Tel Aviv) ke Jeddah untuk memenuhi kewajiban agama saya haji ke Makkah,” kata Freij yang merupakan seorang anggota minoritas Muslim Israel.

Selama ini Arab Saudi telah lama menerima jamaah haji dari Israel, tetapi mereka harus melakukan perjalanan melalui negara ketiga. Itu berakhir dengan biaya sekitar 11.500 dolar AS untuk tinggal selama sepekan. Adapun jamaah haji dari negara-negara Arab tetangga membayar sekitar setengahnya di bawah itu.

IHRAM

Manajemen Takut

Bismillah.

Di antara kesempurnaan akidah Islam ialah ia memberikan tuntunan yang jelas dan gamblang bagi seorang muslim dalam mengelola hati dan perasaan. Para ulama kita menjelaskan bahwa barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan takut, harap, dan cinta, maka itulah orang bertauhid yang sejati. Tidak boleh meninggalkan salah satunya. Ketiga amalan hati ini harus ada.

Dalam mengelola rasa takut, maka perlu diketahui bahwa rasa takut kepada Allah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela. Rasa takut yang terpuji apabila ia menghalangi dari melakukan keharaman atau ia meninggalkan kewajiban. Adapun rasa takut yang membuat putus asa dari rahmat Allah dan tidak mau bertaubat (karena sudah terlanjur hanyut dalam lautan dosa), maka ini adalah rasa takut yang tercela.

Para ulama menggambarkan rasa takut dan harapan itu laksana dua belah sayap seekor burung. Burung itu tidak bisa terbang apabila hanya memiliki satu sayap. Oleh sebab itu, kedua “sayap” ini, yaitu takut dan harap harus ada dalam diri seorang mukmin. Apabila rasa takut terlalu mendominasi sehingga mencabut harapan, maka timbullah rasa putus asa. Sebaliknya, apabila harapan terlalu mendominasi dan menghilangkan rasa takut, maka akan membuat orang merasa aman dari makar Allah. Kedua hal tadi, yaitu berputus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar Allah adalah termasuk dosa besar.

Allah berfirman,

وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلاَّ الضَّآلُّونَ

Dan tidaklah berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang tersesat.” (QS. Al-Hijr : 56)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أكبر الكبائر الإشراك بالله، والأمن من مكر الله، والقنوط من رحمة الله، واليأس من روح الله

“Dosa besar yang paling besar di antaranya adalah berbuat syirik kepada Allah, merasa aman dari makar Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan habis harapan terhadap pertolongan Allah.” (HR. Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Rasa takut yang terpuji adalah yang menghalangi pemiliknya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Apabila melampaui batasan ini, maka dikhawatirkan ia akan terjatuh pada sikap putus asa.” (Madarijus Salikin, 2/184)

Ibnu Tamiyah rahimahullah berkata,

الخوف المحمود ما حجزك عن محارم الله

Rasa takut yang terpuji adalah yang menghalangimu dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah.” Sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (2/184)

Allah memuji orang yang merasa takut kepada-Nya. Di antaranya Allah berfirman,

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ

“Bagi orang yang takut terhadap kedudukan Rabbnya, maka dia akan mendapatkan dua buah surga.” (QS. Ar-Rahman : 46)

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menafsirkan maksud dari ayat ini, “Orang itu merasa takut kemudian dia pun bertakwa. Orang yang benar-benar takut ialah yang melakukan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.”

Mujahid menafsirkan,

هو الرجل يهم بالذنب، فيذكر مقام ربه فينـزع

“Dia adalah seorang yang bertekad untuk melakukan suatu dosa, lalu dia pun ingat terhadap kedudukan Rabbnya, lantas dia pun meninggalkannya (tidak jadi melakukannya).” (Asar ini juga dinukil oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

فالخوف إذا عظم واشتد أوجب على الخائف أداء فرائض الله، وترك محارم الله، والمسارعة إلى كل خير؛ فلهذا صار في المنزلة العالية في الجنة

“Rasa takut apabila besar dan kuat dalam hati, niscaya akan menjadikan orang yang takut itu untuk menunaikan kewajiban dari Allah dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah serta bersegera dalam menuju segala kebaikan. Oleh sebab itu, dia akan mendapat kedudukan yang tinggi di dalam surga.” (sumber : Fatawa Nur ‘ala Darb)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,

هذا الخوف الذي يوجب له الاستقامة على دين الله وعبادة الله تعالى حق عبادته؛ لأن من خاف الله عز وجل راقبه وحذر من معاصيه والتزم بطاعته

Rasa takut ini akan membuahkan dalam dirinya sikap istikamah di atas agama Allah dan beribadah kepada Allah dengan sebenar-benar ibadah. Karena sesungguhnya orang yang takut kepada Allah akan merasa diawasi oleh Allah dan berhati-hati/takut berbuat maksiat kepada-Nya dan berusaha untuk terus melakukan ketaatan kepada-Nya.” (sumber : Fatawa Nur ‘ala Darb)

Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman,

وإذا خافني في الدنيا أمَّنتُه يوم القيامة

Apabila hamba-ku takut kepada-Ku ketika di dunia, niscaya Aku akan berikan keamanan untuknya pada hari kiamat.” (HR. Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhd, dinyatakan hasan oleh Al-Albani)

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk menjadi orang-orang yang takut kepada Allah baik ketika bersama orang lain maupun dalam keadaan sendirian.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Kantor YPIA Pogungrejo, 10 Syawwal 1444 H

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84717-manajemen-takut.html

Mariam Al Astrulabi, Astronom Muslimah Pencipta Astrolab

Pada zaman modern, sistem pemosisi global (GPS) telah banyak membantu menemukan arah dan melacak lokasi kita. Sementara teleskop telah membantu kita mengamati langit.

Tapi bagaimana penemuan itu bisa terjadi seribu tahun yang lalu? Bagaimana para penemu menemukan cara mereka, bagaimana mereka mengukur jarak antar bintang, dan bagaimana mereka bisa menghitung ketinggian gunung? Sebagian jawabannya ialah Astrolab temuan Mariam Al Astrulabi.

Bagi umat Islam, posisi matahari memegang peranan penting dalam menentukan waktu shalat. Menemukan bantalan Ka’bah yang paling akurat, di Makkah, telah menjadi bagian integral dari sains Islam sejak awal. Karena itu, astronomi selalu memainkan peran penting.

Dari Al Battuni, Al Kharawizmi, dan Thabit Ibn Qurra, hingga Ali Al Qushji, Ulugh Bey, dan Al Biruni, polimatik Muslim selalu membantu berinovasi dan memperluas disiplin.

Tapi bukan hanya pria Muslim yang berkontribusi. Pada abad ke-10, seorang wanita Muslim, Maryam Al Ijlya – juga dikenal sebagai Mariam Al Astrulabi – mengubah wajah astronomi selamanya dengan merintis astrolab.

Kontribusinya terhadap astronomi diakui pada tahun 1990 ketika Henry H. Holy menemukan asteroid terbaik di Observatorium Palomar dan menamakannya 7069 Al Ijliyye.

Astrolab adalah sebuah alat untuk mengukur ketinggian benda langit, juga dapat digunakan untuk pengamatan astronomi, ketepatan waktu dan navigasi. Inovasi Mariam juga menjadi pondasi pengelolaan transportasi dan jalur komunikasi.

Muslimah itu juga berkontribusi melacak posisi matahari, bulan, bintang dan planet, membantu menemukan kiblat dan memastikan waktu sholat dan tanggal Ramadhan.

Mariam dianggap sebagai salah satu dari 200 astronom paling terkenal dalam sejarah.

Lahir dari pembuat astrolab Al Ijliy Al-Astrulabi di Suriah pada abad ke-10, ayah Mariam adalah inspirasinya. Keahlian Mariam menarik perhatian pendiri Emirat Aleppo, Sayf Al Dawla, yang mempekerjakannya di istananya.

Selama masa pemerintahannya antara 944 hingga 967AD, Mariam membantu mengembangkan navigasi dan ketepatan waktu dan menjadi terkenal di seluruh wilayah sebagai pembuat astrolab paling detail di generasinya.

Penulis fiksi ilmiah Nigeria-Amerika, Nnedi Okorafor mengungkapkan pada tahun 2016 bahwa Mariam adalah sumber inspirasinya dalam novelnya, Binti. Okorafor mengetahui tentang Mariam Al Astulabi di Uni Emirat Arab selama festival buku. Buku Okorafor memenangkan penghargaan pada tahun 2015, dan Mariam juga dinobatkan sebagai wanita luar biasa dari Zaman Keemasan Islam oleh 1001 Inventions.

Bagaimana cara kerja Astrolab?

Astrolab pertama kali muncul sebagai instrumen ilmiah yang digunakan untuk menghitung waktu dan mengamati langit. Ada piringan dari logam atau kayu dengan keliling yang ditandai dalam derajat. Pointer portabel berputar di tengah disk dan disebut alidade.

Astrolab memungkinkan para astronom untuk menghitung posisi bintang dan matahari terkait posisinya di cakrawala dan meridian.

Penemuan mereka ditelusuri kembali ke Yunani kuno. Namun, mereka banyak digunakan selama Abad Pertengahan oleh Muslim dan Eropa. Penggunaannya menjadi umum di kalangan pelaut sekitar abad ke-15 hingga perkembangan sekstan.

Dari abad ke-8 hingga ke-15, para astronom Muslim menghasilkan banyak sekali karya astronomi yang canggih. Cendekiawan Muslim, khususnya selama Zaman Keemasan Islam, membantu menciptakan penemuan-penemuan inovatif yang akan berdampak pada generasi yang akan datang.*

oleh Dr Ufuk Necat Tasci. Penulis adalah seorang analis politik, akademisi, dan jurnalis. Bidang penelitian dan minatnya meliputi Libya, kebijakan luar negeri Turki, perang proksi, perang pengganti, dan bentuk konflik dan sejarah baru

HIDAYATULLAH

Syarat Ibadah yang Dapat Hapus Dosa Tinggalkan Shalat

MENINGGALKAN shalat merupakan dosa besar. Namun, ada sebuah ibadah yang dapat menghapuskannya. Apa amal ibadah yang mampu menghapus dosa meninggalkan shalat tersebut? Apa saja syarat ibadah tersebut?

Seperti diketahui, shalat lima waktu merupakan ritual yang wajib dilakukan setiap Muslim selama ia masih hidup dan berakal. Meninggalkannya merupakan dosa besar yang harusnya dihindari oleh setiap orang.

Kendati begitu, mantan mufti Mesir dan anggota ulama senior Al Azhar Syekh Ali Jum’ah menyebut, ada cara menghapus dosa melalaikan shalat.

Syarat Ibadah yang Dapat Hapus Dosa Tinggalkan Shalat:  Ibadah Haji

Caranya yakni  dengan menunaikan ibadah haji. Ritual tahunan dan rukun Islam keenam ini dikatakan bisa menghapus dosa besar tersebut.

Syekh Ali menegaskan, meski haji bisa menghapus dosa melalaikan shalat, tetap ada syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin dosanya diampuni Allah SWT. Syarat tersebut adalah dengan tidak mengulangi kembali dosa tersebut atau tidak melalaikan shalat kembali.

“Haji mengampuni segala dosa, serta pengampunan meninggalkan shalat, tetapi dengan syarat setelah kembali dari haji, ia memulai halaman baru dengan Tuhan di mana ia tidak meninggalkan shalat,” katanya.

Syarat Ibadah yang Dapat Hapus Dosa Tinggalkan Shalat:  Jangan Lakukan Haji Terus-meneus agar Hapus Dosa Tinggalkan Shalat

Walaupun dapat menghapus dosa meninggalkan shalat, dia mengingatkan agar tidak melakukan haji terus-menerus dengan niat menghapus dosa melalaikan shalat yang dilakukan terus-menerus.

“Peringatan agar tidak meninggalkannya (shalat) setelah itu (haji), atau mengulanginya setiap tahun dengan meninggalkan shalat dan kemudian pergi haji di tahun berikutnya,” ujarnya.

“Memanfaatkan ampunan Allah SWT dan pergi haji tanpa memulai lagi setelah kembali dan mengulanginya, dengan judul bahwa haji setiap tahun mengampuni kelalaian shalat setiap tahun, adalah penghinaan terhadap Allah dan agama Islam,” tambahnya.

Syekh Ali pun mengutip firman Allah SWT:

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)

Syarat Ibadah yang Dapat Hapus Dosa Tinggalkan Shalat:  Jangan Berbuat Dosa Lagi

Mantan mufti besar Mesir itu menambahkan, memang benar haji mengampuni segala dosa, apapun dosanya. Tapi dengan syarat ia kembali kepada jalan Allah dan tidak berbuat dosa hingga memulai hidup baru.

Jamaah haji, katanya, setelah selesai melakukan ritualnya akan seperti hari di mana dirinya dilahirkan. Sehingga orang yang telah berhaji harus memulai hidup baru dengan kehidupan yang bebas dari dosa, di mana ia berusaha menghindari dosa. []

SUMBER: ELBALAD

Mandiri Secara Finansial, Jalan Pintas Tuntaskan Sunnah Nabi

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok Nabi akhir zaman bagi umat Islam. Keteladanan serta pengorbanannya membawa banyak perubahan positif bagi dunia, bukan hanya bagi muslim saja. Nama Muhammad bahkan masuk ke dalam urutan pertama di antara 99 manusia paling berpengaruh di dunia dalam buku fenomenal karya Michael H. Hart. Hart mengungkapkan dalam ppengantarnya bahwa para tokoh yang ia pilih bukan semata si paling pandai, kaya, dan hebat melainkan tokoh yang mampu memberi pengaruh besar bagi peradaban juga menarik manusia dari peradaban kegelapan menuju masa keemasan. Tak heran ia diletakkan di urutan paling awal mengingat keboborokan umat di mana ia diutus kala itu.

Begitu mulianya pemuda Quraisy itu sehingga bersholawat kepadanya saja membawa pahala teramat besarnya. Allah SWT sendiri telah memproklamirkan sosok Muhammad sebagai nkekasihNya bahkan Syekh Al-Jazari menyebutkab bahwa Allah menciptakan cahaya atau nur Muhammad sebelum alam semesta ini diciptakan. Allah juga telah memberikan mandat agung kepadanya sebagai salah satu pemberi syafaat di hari akhir kelak bagi umat manusia.

Oleh karena sederet kemuliaannya, umat Islam berbondong-bondong melaksanakan berbagai upaya sebagai perwujudan cinta kepada Nabi Muhammad dengan cara meneladani sunnah-sunnahnya. Sunnah Muhammad memiliki banyak bentuk mulai yang paling ringan hingga paling rumit sekalipun, tanpa sadar bahwa ada salah satu sunnahnya yang bisa menjadi jalan ninja untuk menyapu habis sunnah yang lainnya, yaitu mandiri secara finansial.

Nabi yang Kaya

Muhammad adalah sosok yang senantiasa mengedepankan daya dibandingkan gaya, sehingga bagi orang yang kekurangan literasi mengangga[ bahwa dirinya miskin mengingat seberapa sederhana pakaiannya, makanannya, alas tidurnya dan sebagainya. Fakta bahwa Muhammad adalah manusia kaya bukanlah asumsi belaka karena nyatanya Allah SWT sudah menyebutkannya dalam banyak firmannya, salah satunya dalam surat ad-Duha ayat 8 yang artinya: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai orang miskin lalu ia memberimu kekayaan.” Sebab, usai ditinggal mati kakeknya, Muhammad diserahkan ke bawah asuhan Abu Thalib, salah satu paman Muhammad yang sederhana namun paling berbudi luhur di antara pamannya yang lain.

Muhammad kecil bahkan mesti menggembalakan kambing demi membantu finansial Abu Thalib. Namun, justru opengembalaan ini merupakan ajang pelatihan kesabaran dan keuletan Muahmmad sehingga menggiringnya menjadi pengusaha sukses di usia muda. Namanya tersohor di kalangan bangsa Arab hingga diberi julukan Al-Amin. Kesuksesan Mhammad dan keluhuran budi pekertinya juga lah yang membawa Khadijah jatuh hati kepadanya, hingga akhirnya sepasang manusia yang mandiri secara intelektual dan finansial itu pun Bersatu, mengkolaborasikan kekayaan mereka di jalan Allah SWT.

Tak terhitung berapa hadits yang menyebutkan siratan, ucapan, dan perilaku Nabi yangn  membutktikan betapa dermawan dirinya. Ketika seseorang berhasil dermawan maka artonya ia memiliki kecukupan finansial sehingga bisa diberikan sebagiannya kepada yang lebih membutuhkan. Lalau apakah jika Nabi dermawan maka artinya ia kaya? Bukankah menyumbangkan harta benda tidak hanya dilakukan oleh orang kaya saja? Memang benar kedermawanan bukan mutlak diperuntukkan bagi orang kaya saja, namun menilik pada intensitas sedekah Muhammad juga nominalnya tentu sangat mustahil jika Muhammad adalah orang biasa yang dermawan, melainkan memang Muhammad ialah orang kaya yang dermawan.

Salah satu contoh buktinya ialah ketika ia membebaskan seorang hudak bernama Salman Al-Farisi dengan harga 40 uqiyah. 40 uqiyah sama dengan 1.600 dirham, sedangkan 1 dirham senilai Rp.69.174, jadi jika dijumlah maka 40 uqiyah sama dengan Rp.110.678.400. Nominal tersebut baru hanya untk membebaskan satu budak saja, padahal Muhammad tercatat telah membebaskan puluhan budak semasa hidupnya. Bukti kekayaan Muhammad juga bisa dilihat dari jumlah mahar yang ia berikan kepada istri-istrinya. Kekayaan tersebut bersumber dari berbagai aspek mulai dari berniaga hingga ghanimah.

Keuntungan Kemandirian Finansial bagi Ibadah

Jika dipikir lebih mendalam, hampir semua amalan sunnah Nabi bisa dengan mudah dilampaui ketika seseorang sudah mencapai kemandirian finansial; sedekah misalnya sebuah amalan yang teramat sering Nabi. Nabi dalam menjalankan dakwah tentunya membutuhkan harta yang cukup karena zaman dahulu bepergian dari satu kota ke kota lain bisa memakan waktu beberapa minggu bahkan bulan, sedangkan Muhammad sangat membenci perbuatan meminta-minta. Itu artinya dalam menunjang kelancaran dakwahnya, Muhammad telah mempersiapkan bekal yang cukup berupa finansial yang matang guna berdakwah.

Bukan hanya sunnah Nabi saja yang bisa mudah dilaksanakan ketika seseorang sudah mandiri finansialnya, ibadah-ibadah yang Allah perintahkan pun demikian, haji misalnya, tidakkah ia lebih mudah dilaksanakan jika sudah memiliki finansial yang cukup? Dilansir dari laman CNN.com biaya haji tahun 2023 kini naik menjadi Rp.49.800.000, angka yang cukup fantastis sehingga membuat beberapa jamaah menunda ibadah mereka karena kurang sanggupnya pembiayaan. Selain haji, ada juga qurban yang tentu butuh finansial yang cukup. Muhammad bahkan pernah berqurban 100 ekor unta pada tahun terakhir pelaksanaan haji wada’, padahal satu ekor unta bisa mencapai harga Rp.25.000.000.

Masih banyak lagi bukti bahwa Muhammad ialah Nabi yang finansialnya bukan main banyaknya, namun ia lebih mengedepankan daya ketimbang gaya sehingga beberapa umatnya mengira dirinya miskin karena terlampau sederhana gaya hidupnya. Kemandirian finansial ini jga merupakan pengamalan Muhammad atas perintah Allah SWT dalam firman-Nya dalam surat At-Taubah ayat 41 yang artinya “Berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian.” Ayat ini bukan satu-satunya firman Allah yang berisi anjuran mandiri secara finansial, masih banyak ayat-ayat lainnya. Tentnya bukan tanpa maksud Allah memberikan perintah ini kepada hamba-Nya, Allah bermaksud memberikan kode special supaya manusia bisa lkebih leluasa berjihad yaitu dengan harta, namun dengan harta tidak cukup melainkan dibutuhkan jiwa yang taqwa lillahi ta’ala. Jihad dalam hal ini bukan hanya peperangan saja, melainkan juga ibadah amaliyah lainnya.

ISLAM KAFFAH

Doa Bangun Tidur, Mengapa Penting Meski Banyak Dilupakan?

Islam mengajarkan berdoa sesuai bangun tidur tanda syukur

Sering kali orang luput mensyukuri nikmatnya tidur dan bisa bangun dari tidur dalam kondisi badan yang segar sehingga bisa menjalankan aktivitas keseharian. 

Padahal ada banyak orang yang harus menghabiskan banyak harta agar bisa membeli obat-obatan yang membuatnya dapat tidur nyenyak, dan agar ketika bangun tubuhnya tidak merasakan sakit atau lemas dan lainnya.  

Maka dari itu bersyukurlah ketika bangun dari tidur. Dan berdoalah dengan doa yang diajarkan Rasulullah SAW. 

Sebab sebagaimana keterangan sebagian ulama bahwa tidur merupakan gambaran dari orang yang mati. Sebab pada saat tidur sebagian ulama berpendapat roh keluar dari jasad dan kembali saat bangun. 

Berikut doa setelah bangun tidur, doa ini dapat ditemukan pada hadits riwayat Imam Bukhari yang diriwayatkan melalui jalur Abu Dzar. Rasulullah apabila telah bangun tidur membaca doa berikut ini: 

Doa singkat: 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Alhamdulillahiladzi ahyana ba’da maa amaatanaa wailaihin nusyuur. 

Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali

Doa lengkap:  

Imam al-Ghazali dalam kitabnya Bidayat al-Hidayah, menukilkan doa sesuai bangun tidur sebagai berikut: 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ، أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْعَظَمَةُ  وَالسُّلْطَانُ لِلَّهِ، وَالْعِزَّةُ وَالْقُدْرَةُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإسلام، وَعَلَى كَلِمَةِ الإخلاص، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ ممِنَ الْمُشْرِكِينَ اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوتُ وَإِلَيْكَ النُّشُورُ: اللَّهُمَّ إِنَّا نسألك أن تَبْعَنَا في هَذَا الْيَوْمِ إِلَى كُلِّ خَيْرٍ، وَنَعُوذُ بِكَ أَنْ تجتررَحَ فِيهِ سُوءًا أَوْ نَجْرُهُ إِلَى مُسْلِمٍ، أَوْ يَجْرُهُ أَحَدٌ إِلَيْنَا: نسألك خَيْرَ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا فِيْهِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ هَذذَا الْيَوْمِ وَشَرَّ مَا فِيْهِ

Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihinnusyur, ashbahna wa ashbahal mulku lillahi, wal udzhmatu wasshulthon lillahi, wal izzatu lillahi wal qudratu lillahi Rabbil alamain, ashbahna ‘ala fithratil islam, wa ‘ala kalimatil ikhlash,  wa ‘alaa diini nabiyyinaa muhammad shallahu ‘alaihi wasallam wa ‘alaa millati abiinaa ibrohiim haniifam muslimaw wa maa kaana minal musyrikiin. 

Allahumma bika ashbahnaa, wa bika amsainaa, wa bika nahyaa, wa bika namuutu wa ilaikannusyuur.Allahumma inna nas’aluka an tab’ana fi hadzal yaumi ila kullhi khoirin, wa naudzubika an tajtariha fihu su’an aw najruhu ili muslimin, aw yajruhu ahadun ilaina, nas’ulaka khaira hadzal yauwmi, wa khaira ma fihi, wa naudzubika min syarii hadzal yauwmi wa syarro ma fiihi. 

“Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya kami kelak akan kembali. kami masuk di waktu pagi. Kerajaan adalah milik Allah. Segala keagungan dan kemuliaan juga milik Allah. Segala kemegahan dan segala kekuasaan hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

Kami masuk di waktu pagi dalam keadaan fitrah Islam, di atas kalimat keikhlasan, di atas agama Nabi kami Muhammad SAW, dan di atas millah Nabi Ibrahim AS yang selalu bersikap lurus lagi berserah diri. Dan sekali-kali Nabi Ibrahim itu bukanlah seorang yang musyrik.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI

Ya Allah, karena-Mu kami bertemu pagi hari, dan karena-Mu pula kami bertemu sore hari, karena-Mu kami hidup, karena-Mu kami mati, dan kepada-Mulah kami akan kembali.

Ya Allah, kami meminta kapada-Mu supaya engkau bangunkan kami pada hari ini untuk dapat melakukan segala kebaikan dan kami berlindung kepada-Mu dari melakukan kejahatan, atau pun mengajak saudara Muslim kepada keburukan. Kami memohon kepada-Mu akan kebaikan pada hari ini dan segala kebaikan yang ada di dalamnya, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan hari ini dan segala keburukan yang ada di dalamnya.”

(HR Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud dari Hudzaifah dan dari Abu Dzar RA HR Ibnu Sunni dari Abdullah bin Abu Aufa ra. HR Ibnu Sunni, Nasa’i, Darimi, dari Abdurrahman bin Abzara).   

IQRA REPUBLIKA