Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya, maka baginya pahala dua qirath.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)
Juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
“Barangsiapa mengiringi jenazah muslim karena iman dan mengharapkan balasan (pahala) dan dia selalu bersama jenazah tersebut sampai disalatkan dan selesai dari penguburannya, maka dia pulang dengan membawa dua qirath. Setiap qirath setara dengan gunung Uhud. Dan barangsiapa menyalatkannya dan pulang sebelum dikuburkan, maka dia pulang membawa satu qirath.” (HR. Bukhari no. 47)
Dari dua hadis di atas, terdapat beberapa faedah yang dapat kita simpulkan.
Faedah pertama
Hadis di atas menunjukkan keutamaan mengiringi dan menyalatkan jenazah, serta menghadiri pemakamannya. Zahir hadis menunjukkan bahwa pahala yang akan didapatkan itu dengan syarat “karena iman dan mengharapkan balasan (dari Allah Ta’ala).” Oleh karena itu, siapa saja yang mengiringi jenazah hanya karena merasa ingin balas budi atau semata-mata agar tidak dijadikan bahan pembicaraan oleh masyarakat sekitar atau niat semisal itu, maka dia tidak akan mendapatkan pahala sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis.
Sehingga terdapat beberapa manfaat yang agung ketika kita mengiringi jenazah sampai jenazah tersebut selesai dimakamkan, di antaranya:
Pertama, mendapatkan pahala yang sangat agung ini.
Kedua, bisa menunaikan hak-hak mayit, di antaranya mendoakan dan menyalatkannya.
Ketiga, menunaikan hak-hak anggota keluarga (kerabat) si mayit, yaitu dengan menguatkan, membersamai, dan mendampingi keluarga si mayit ketika sedang mendapatkan musibah. Tentu saja hal itu memiliki pengaruh yang besar bagi keluarga yang ditinggalkan.
Keempat, membantu keluarga si mayit untuk menyiapkan pemakaman sampai menguburkan si mayit.
Kelima, mendapatkan nasihat dan pelajaran ketika melihat jenazah dan pemakaman, sehingga dapat melembutkan hati dan mengingatkan tentang negeri akhirat.
Oleh karena itu, sudah selayaknya seorang muslim itu bersemangat dan termotivasi untuk mengiringi jenazah siapa saja, baik dia mengenal jenazah tersebut ataupun tidak. Hal ini karena kebanyakan manusia di zaman ini hanya mau mengiringi jenazah ketika dia mengenalnya saja, baik karena jenazah tersebut adalah teman atau kerabatnya.
Faedah kedua
Hadis tersebut adalah dalil bahwa siapa saja yang mengiringi jenazah sampai menyalatkan saja, maka dia mendapatkan pahala satu qirath. Sedangkan jika dia mengiringi sampai selesai dimakamkan, maka dia mendapatkan tambahan satu qirath lagi. Dalam riwayat Bukhari di atas, terdapat kalimat,
وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا
“Sampai selesai dimakamkan.”
Hal ini menunjukkan bahwa pahala satu qirath tambahan tersebut dengan syarat dia mengiringi dan menyaksikan pemakaman sampai selesai, yaitu ketika kubur sudah diratakan. Pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi rahimahullah, dan juga oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Derajat paling tinggi untuk pulang dari mengiringi jenazah adalah diam sejenak setelah pemakaman selesai, memohon ampunan untuk si mayit dan mendoakannya, dan memohon agar si mayit diberikan keteguhan (dalam menjawab pertanyaan malaikat, pent.).” (Al-Majmu’, 5: 278)
Faedah ketiga
Dalam riwayat Bukhari disebutkan,
…مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا
“Barangsiapa mengiringi jenazah muslim karena iman dan mengharapkan balasan (pahala) dan dia selalu bersama jenazah tersebut sampai disalatkan … “
Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ خَرَجَ مَعَ جَنَازَةٍ مِنْ بَيْتِهَا، وَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ تَبِعَهَا حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ مِنْ أَجْرٍ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ …
“Barangsiapa yang keluar (mengiringi) jenazah dari rumahnya, lalu dia menyalatkannya, dan turut mengantarkannya hingga jenazah itu dikuburkan, maka baginya dua qirath pahala. Setiap qirath adalah seperti gunung Uhud … “ (HR. Muslim no. 945)
Zahir dari dua riwayat di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath itu khusus bagi yang mengiringi jenazah sejak jenazah tersebut keluar dari rumah dan kemudian menyalatkan jenazah di tempat jenazah tersebut disalatkan, misalnya di masjid.
Akan tetapi, terdapat riwayat lain dalam Shahih Muslim, dari jalan Suhail, dari bapaknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
“Barangsiapa yang menyalatkan jenazah, namun ia tidak sampai ikut mengantarnya, maka baginya pahala satu qirath. Dan jika ia turut mengantarnya, maka baginya pahala dua qirath.” Kemudian ditanyakanlah, “Seperti apakah dua qirath itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yang paling kecil di antaranya adalah seperti gunung Uhud.” (HR. Muslim no. 945)
Riwayat terakhir di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath itu didapatkan dengan semata-mata menyalatkan jenazah saja, meskipun dia tidak ikut mengiringi jenazah sebelum jenazah itu sampai di tempat disalatkan. Inilah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin saat ini, yaitu mereka langsung ke masjid tempat jenazah tersebut disalatkan, kemudian baru mengiringi ke pemakaman dari masjid, bukan dari rumah si mayit.
Jawaban atas permasalahan ini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Mulaqqin (Al-I’lam, 4: 533) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar (Fathul Baari, 3: 197) bahwa pahala satu qirath itu didapatkan ketika seseorang itu menyalatkan saja, meskipun dia tidak ikut mengiringi jenazah ketika keluar dari rumahnya menuju masjid tempat jenazah tersebut disalatkan. Akan tetapi, pahala satu qirath yang didapatkan oleh orang yang ikut mengiringi jenazah dari rumahnya sampai tempat disalatkan, kemudian dia pun ikut menyalatkan jenazah tersebut, itulah satu qirath yang paling sempurna. Hal ini karena satu qirath itu bertingkat-tingkat sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim yang telah disebutkan di atas,
أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
“Yang paling kecil di antaranya adalah seperti gunung Uhud.”
Faedah keempat
Dalil di atas menunjukkan bahwa pahala satu qirath yang kedua itu dengan syarat bagi siapa saja yang mengiringi jenazah di perjalanan sampai ke pemakaman, sampai jenazah tersebut selesai dimakamkan. Hal ini berdasarkan kalimat,
وَكَانَ مَعَهُ
“Dan dia membersamai jenazah tersebut … “
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang itu salat jenazah dan pergi ke pemakaman sendirian, dia menunggu sampai jenazah tersebut datang setelah itu, dia pun menghadiri pemakaman, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath yang kedua. Demikian pula, seandainya dia menghadiri pemakaman saja, namun tidak ikut menyalatkan; atau dia mengiringi jenazah saja namun tidak ikut menyalatkan, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath sebagaimana yang disebutkan dalam hadis. Pahala satu qirath kedua itu hanyalah didapatkan bagi siapa saja yang mengiringinya (sampai dimakamkan) setelah menyalatkan, akan tetapi dia tetap mendapatkan pahala secara umum.” (Syarh Shahih Bukhari, hal. 327)
Akan tetapi, perkataan An-Nawawi rahimahullah yang menyebutkan bahwa seandainya seseorang itu salat jenazah dan pergi ke pemakaman sendirian, maka dia tidak mendapatkan pahala satu qirath yang kedua, perkataan ini perlu ditinjau kembali. Yang lebih mendekati adalah dia tetap mendapatkan pahala satu qirath yang kedua. Hal ini karena dia tetap dihitung menghadiri pemakaman jenazah. At-Tirmidzi rahimahullah menyebutkan bahwa sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan selainnya mendahului berangkat ke pemakaman sebelum jenazah dibawa ke pemakaman. Selain itu, telah disebutkan sebelumnya bahwa pahala satu qirath itu bertingkat-tingkat. Ada yang satu qirath sempurna. Ada yang kurang dari itu.
Faedah kelima
Hadis-hadis di atas menunjukkan betapa agungnya kemurahan dari Allah Ta’ala dan pemuliaan-Nya terhadap kaum muslimin, yaitu ketika Allah Ta’ala memberikan pahala yang besar kepada orang yang mengiringi jenazah, menyalatkan, dan menghadiri pemakamannya sampai selesai. Dan tidak dibedakan antara jenazah laki-laki atau perempuan karena cakupan makna umum dari hadis tersebut.
Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat dan dapat diamalkan oleh kaum muslimin.
***
@Rumah Kasongan, 8 Syawal 1444/ 29 April 2023
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 322-326). Kutipan-kutipan dalam tulisan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84682-hadis-pahala-mengiringi-jenazah-sampai-selesai-dimakamkan.html