Niat Shalat Qobliyah Subuh

Berikut ini niat shalat qobliyah subuh. Dalam sebuah hadits Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat subuh. Amalan ini dikenal dengan sebutan shalat qobliyah subuh. Dalam sebuah hadis shahih disebutkan bahwa beliau tidak pernah meninggalkan shalat sunnah yang dikerjakan secara terus-menerus selain shalat qobliyah subuh.

Keutamaan shalat sunnah qobliyah subuh tidak hanya sekedar dianjurkan, tetapi ganjarannya pun luar biasa. Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda bahwa pahala mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Hadis ini menunjukkan betapa penting dan besarnya keutamaan shalat sunnah qobliyah subuh.

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Artinya; Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia seisinya.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut mengungkapkan keutamaan dua rakaat salat sunnah fajar. Dalam kitabnya “Syarah Muslim” Jilid 6, halaman 5, yang ia menerangkan bahwa hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, “Dua rakaat salat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya,” merujuk kepada seluruh kenikmatan dan harta benda duniawi.

Artinya, dua rakaat shalat fajar memiliki nilai pahala dan keutamaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan segala kenikmatan dan harta benda di dunia. Hal ini menunjukkan tingginya nilai ibadah shalat fajar di sisi Allah SWT.

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا» أي: من متاع الدنيا

Artinya; Dua rakaat shalat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” Maksudnya, “dari kesenangan dunia.

Dengan demikian, menjaga konsistensi dalam melaksanakan shalat qobliyah subuh adalah hal yang penting. Dengan niat yang ikhlas dan mengharapkan ridho Allah SWT, inshallah kita bisa meraih pahala yang luar biasa seperti yang termaktub dalam hadis Nabi.

Niat Shalat Qobliyah Subuh

Nah berikut niat sholat sunnah qobliyah subuh, yaitu sholat sunnah dua rakaat, sebelum sholat fardhu subuh. Niat ini tempatnya dalam hati sebelum memulai sholat. Berikut niatnya;

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnah subhi rak’ataini mustaqbilal qiblati ada’an lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat shalat sunnah subuh dua rakaat menghadap kiblat karena Allah Ta’ala,”.

Marilah kita biasakan untuk selalu mengerjakan shalat sunnah qobliyah subuh. Meskipun hanya dua rakaat, namun keutamaannya sungguh luar biasa. Selain itu, Rasulullah saw. sendiri menjadi teladan bagi kita dalam hal ini. Dengan mengikuti sunnah Rasulullah saw., insya Allah kita akan mendapatkan keberkahan dan pahala yang besar di sisi Allah SWT.

BINCANG SYARIAH

Di Tahun Politik, Perbanyaklah Membaca Doa Ini

Memasuki tahun politik, entah dalam rangka pemilihan bupati, gubernur, maupun presiden seringkali rakyat dibuat bimbang dengan paslonnya. Semuanya berebut simpati dengan menonjolkan program-program yang telah dicanangkan. Namun, tidak jarang pula ditemukan banyak manipulasi serta janji-janji palsu dari mereka. Maka tidak salahnya jika di tahun politik sebelum memutuskan pilihan pada paslon, kita memperbanyak membaca doa sebagai berikut.

اَللّٰهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًا وَّارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَّارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ

Allahumma arinal haqqa haqqan warzuqnat tibaa’ah, wa arinal baathila baathilan warzuqnajtinaabah.

Artinya:

Ya Allah, Tunjukkanlah kami yang benar itu benar, dan berikan kami rezeki untuk dapat mengikutinya. Serta tunjukkanlah kami yang batil (salah) itu batil dan berikan kami rezeki untuk dapat menjahuinya.

Doa bil ma’tsur yang bersumber dari Umar bin Khattab r.a. tersebut telah diajarkan oleh imam Al-Bahuti di dalam kitabnya Syarh Muntahal iraadaat, dan juga terdapat dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim karya imam Ibnu Katsir.

Sebenarnya doa tersebut merupakan doa yang dapat mencakup secara umum atau global. Di mana doa itu dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah swt. agar ia diberikan taufiq serta petunjuk untuk bisa mengetahui kebenaran yang hakiki tentang suatu perkara. Dan ia juga meminta kepada Allah swt. agar dapat mengikuti kebenaran tersebut. Serta ia pun meminta agar ditunjukkan kebatilan yang benar-benar dapat menyesatkan dan meminta agar dapat menjauhinya.

Sehingga ketika kita memperbanyak memanjatkan doa ini, diharapkan kita dapat benar-benar diberikan petunjuk oleh Allah swt. untuk memilih calon-calon pemimpin yang benar. Serta ditunjukkan pula agar tidak memilih calon pemimpin yang batil. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Nabi Adam

Berikut ini adalah doa Nabi Adam. Sejatinya, doa merupakan salah satu cara bagi umat manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhannya. Dalam agama Islam, doa memiliki peran penting dalam memohon ampunan, pertolongan, dan berbagai kebutuhan lainnya kepada Allah SWT. Salah satu doa yang dianggap istimewa adalah doa Nabi Adam agar dosa diampuni.

Nabi Adam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Beliau dan istrinya, Hawa, ditempatkan di surga namun kemudian diusir karena kesalahan yang dilakukan. Meskipun begitu, Nabi Adam tetap merupakan sosok yang dihormati dalam Islam sebagai salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT.

Doa Nabi Adam agar dosa diampuni sangatlah penting bagi umat Islam yang ingin memperoleh ampunan dari Allah SWT atas kesalahan dan dosa-dosa yang telah dilakukan. Doa tersebut mengandung rasa penyesalan, kesadaran akan kekhilafan, serta harapan akan ampunan dan rahmat Allah SWT.

Doa Nabi Adam
Nah berikut ini doa Nabi Adam sebagaimana dijelaskan oleh Habib Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitab Madza fi Sya’ban halaman 108;

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّيَّ وَعَلَانِيَتِي فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِي وَتَعْلَمُ حَاجَتِي فَأَعْطِنِي سُؤْلِي وَتَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِي وَيَقِينًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يُصِيبُنِي إِلَّا مَا كَتَبْتَ لِي وَرَضِّنِي بِقَضَائِكَ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ يَا آدَمُ إِنَّكَ دَعَوْتَنِي بِدُعَاءٍ فَاسْتَجَبْتُ لَكَ فِيهِ وَلَنْ يَدْعُونِي بِهِ أَحَدٌ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ مِنْ بَعْدِكَ إِلَّا اسْتَجَبْتُ لَهُ وَغَفَرْتُ لَهُ ذَنْبَهُ وَفَرَّجْتُ هَمَّهُ وَغَمَّهُ وَاتَّجَرْتُ لَهُ مِنْ وَرَاءِ كُلِّ تَاجِرٍ وَأَتَيْتُهُ الدُّنْيَا رَاغِمَةً وَإِنْ كَانَ لَا يُرِيدُهَا

Allahumma innaka ta’lamu sirriyya wa ‘alaniyati faqbal ma’dhirati wa ta’lamu hajati fa’aṭini su’li wa ta’lamu ma fi nafsi faġfir li dhambi Allahumma inni as’aluka imanan yubāshiru qalbi wa yaqīnan ṣādiqan ḥattā a’lamahū annahu lā yuṣībunī illā mā katabta lī wa raḍḍinī bi-qaḍā’ika fa-awḥā Allāhu ilayhi yā Ādāmu innaka da’awtanī bidu’ā’in fa-istajabtu laka fīhi wa lan yad’ūnī bihi aḥadun min dhurriyyatika min ba’dika illā istajabtu lahu wa ghaḏarṭu lahu ḏanbahu wa farraṭu hamahu wa ġammahu wa at-tajarṭu lahu min warā’i kulli tājirin wa ataytuhu ad-dunyā rāg̲imatan wa in kāna lā yurīduhā.

Artinya; Ya Allah, Engkau mengetahui rahasia dan terang-terangan diriku. Maka terimalah permintaan maafku. Engkau mengetahui kebutuhanku. Maka berikanlah aku apa yang aku minta. Engkau mengetahui apa yang ada di dalam diriku. Maka ampunilah dosaku. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu iman yang meresap ke dalam hatiku dan keyakinan yang benar, sehingga aku mengetahui bahwa tidak ada yang menimppaku kecuali apa yang telah Engkau tuliskan untukku. Dan ridhakan aku dengan ketetapan-Mu.

Maka Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, sesungguhnya kamu telah berdoa kepada-Ku dengan doa, dan Aku telah mengabulkannya untukmu. Dan tidak ada seorang pun dari keturunanmu setelahmu yang berdoa dengan doa ini kecuali Aku akan mengabulkannya, mengampuni dosanya, melapangkan kesedihan dan kesusahannya, dan Aku akan menjadikannya pedagang yang lebih unggul dari semua pedagang, dan Aku akan memberikannya dunia dengan penuh kerelaan meskipun dia tidak menginginkannya.

Dengan demikian, doa Nabi Adam agar dosa diampuni adalah salah satu bentuk ibadah yang penting dalam agama Islam. Dengan memanjatkannya dengan tulus dan ikhlas, umat Islam diharapkan dapat memperoleh ampunan serta mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.

BINCANG SYARIAH

Hukum Ziarah Kubur di Akhir Sya’ban

Ziarah kubur adalah praktik yang memiliki kedalaman makna dalam agama Islam. Ini merupakan kunjungan ke kuburan untuk mengenang dan menghormati orang yang telah meninggal dunia. Praktik ini memiliki nilai spiritual dan sosial yang besar dalam kehidupan umat Islam. Dalam artikel ini, hukum ziarah kubur di akhir Sya’ban?

Sejatinya, ziarah kubur bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga bagian dari ajaran agama Islam yang praktikkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk mengenang orang yang telah meninggal, mendoakan mereka, serta mengambil ikhtibar dari praktek ziarah yang kita lakukan.

Sebab tak bisa dipungkiri, makna utama dari ziarah kubur adalah mengingat kematian sebagai bagian alamiah dari kehidupan. Ini menjadi pengingat bagi orang yang masih hidup, betapa rapuhnya kehidupan dunia serta pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat.

Hukum Ziarah Kubur

Syekh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyati dalamm kitab I’anah Thalibin, Jilid II , halaman 161 menjelaskan bahwa hukum ziarah kubur dalam Islam, hukumnya adalah sunnah. Untuk itu, dianjurkan untuk mengunjungi makam orang tua, terutama bagi mereka yang masih memiliki hubungan darah, meskipun tinggal di negara lain.

ويتأكد ندب الزيارة في حق الأقارب، خصوصا الأبوين، ولو كانوا ببلد آخر غير البلد الذي هو فيه، فقد روى الحاكم عن أبي هريرة رضي الله عنه: من زار قبر أبويه أو أحدهما في كل جمعة مرة غفر الله له، وكان بارا بوالديه. وفي رواية: من زار قبر والديه كل جمعة أو أحدهما، فقرأ عنده يس والقرآن الحكيم، غفر له بعدد ذلك آية أو حرفا.

Artinya; sunnah untuk menziarahi kuburan orang tua, terutama bagi mereka yang tinggal di negara lain. Dalam hadis riwayat Al-Hakim dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jumat, maka Allah akan mengampuni dosanya dan menjadikannya orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya.”

Dalam riwayat lain termaktub: “Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jumat, lalu membaca surat Yasin dan Al-Quran, maka Allah akan mengampuni dosanya sebanyak jumlah ayat atau huruf yang ia baca.”

Sementara itu, Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, Jilid V, halaman 284 menjelaskan bahwa ziarah kubur dalam Islam hukumnya adalah sunnah. Pasalnya, dalam beberapa haadis Nabi Muhammad mengutarakan tentang manfaat dari ziarah kubur, di antaranya sebagai pengingat kematian.

( ويستحب [ للرجال ] زيارة القبور ، لما روى أبو هريرة رضي الله عنه قال { زار رسول الله صلى الله عليه وسلم قبر أمه فبكى وأبكى من حوله ; ثم قال : إني استأذنت ربي عز وجل أن أستغفر لها فلم يأذن لي واستأذنته في أن أزور قبرها فأذن لي ; فزوروا القبور فإنها تذكركم الموت } والمستحب أن يقول السلام عليكم دار قوم مؤمنين ، وإنا .إن شاء الله بكم لاحقون ، ويدعو لهم

Artinya; Sunnah hukumnya bagi laki-laki untuk mengunjungi ziarah kuburan, berdasarkan hadits yang riwayat oleh Abu Hurairah , beliau berkata, “Rasulullah SAW pernah mengunjungi makam ibundanya, lalu beliau menangis dan membuat orang-orang di sekitarnya menangis.

Kemudian beliau berkata, ‘Aku telah meminta izin kepada Rabbku yang Maha Mulia untuk memohon ampunan baginya, tetapi Dia tidak mengizinkanku. Lalu aku memohon izin untuk mengunjungi makamnya, dan Dia mengizinkanku. Oleh karena itu, kunjungilah kuburan, karena hal itu akan mengingatkan kalian tentang kematian.’”

Sunnah untuk mengucapkan: “Assalamu’alaikum, wahai penghuni rumah orang-orang beriman. Kami Insya Allah akan menyusul kalian.” Dan berdoalah untuk mereka.

Demikian hukum ziarah kubur di bulan Sya’ban. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Menyambut Kesucian Ramadhan dengan Introspeksi Diri

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan. Di bulan ini, umat Islam di seluruh dunia berpuasa dari terbit hingga terbenamnya matahari. Selain itu, Ramadhan juga merupakan waktu yang tepat untuk melakukan introspeksi diri. Artikel ini akan membahas tentang menyambut Ramadhan dengan intropeksi diri.

Intropeksi Diri Menyambut Ramadhan

Sebenarnya, jika ditelisik arti kata dari “Marhaban” bermakna “kami lapang menerima”. Jadi misalnya ada orang atau tamu yang datang kita ucapkan kepadanya marhaban, itu untuk menggambarkan bahwa hati kami tidak kesal, melainkan hati lapang menerima. Kemudian, marhaban juga bermakna “tempat bagi pejalan atau kendaraan untuk mengambil bekal dan memperbaiki kendaraan”.

Artinya, kalau kita mengucapkan marhaban, maka berarti disamping hati kita tidak kesal dan lapang menerimanya, juga berarti bahwa di bulan Ramadhan kita siap mengambil bekal. Pun, di bulan Ramadhan kita siap memperbaiki apa yang tidak baik dari kepribadian dan apa yang rusak dari tekad. Kita ingin menggambarkan kelapangan dada kita dengan kehadiran Ramadhan.

Boleh jadi ada diantara kita bahkan anak-anak kita yang berkata “waduh puasa lagi, kapan terakhir ini.” Itu sebabnya, tak jarang ketika menjelang Maghrib buka puasa kita selalu berkata pada penceramah-penceramah “jangan lama-lama ceramah ini sudah mau berbuka lho”.

Tentu saja, kata Quraish Shihab, kita tidak ingin seperti itu, akan tetapi kita ingin menyambutnya dengan gembira. Pun, menyambutnya harus disesuaikan dengan tamu yang datang. Kalau demikian, yang pertama dalam konteks penyambutan ini kita harus tahu arti Ramadhan yang sebenarnya.

Sebenarnya, puncak dari Ramadhan adalah “Lailatul Qadar”. Allah Swt. berfirman:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ ۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلٰٓئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ ۚ مِّنْ كُلِّ اَمْرٍ. سَلٰمٌ  ۛ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Artinya: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Roh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr [97]: 3-5).

Karena itu, kenalilah Ramadhan, kenalilah ciri-cirinya supaya dia mau datang ke hati Anda. Jika Anda tidak mengenalnya, maka Ramadhan akan berjalan dan berlalu saja. Lebih dari itu, menariknya, bisa jadi apa-apa yang Anda tidak meminta justru Allah Swt. mengasihnya. Makanya perbanyak sedekah, terutama pada mereka yang tidak mampu.

أيُّ الصَّدَقَةِ أفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فَيْ رَمَضَانَ

Artinya: “Rasulullah saw pernah ditanya, “Sedekah apakah yang paling mulia?” Beliau menjawab: “Yaitu sedekah dibulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi).

Tentang niat puasa

Semua kita tahu bahwa puasa tidak akan sah jika tidak ada niat. Anehnya, kalau puasa sunnah kita boleh berniat pada pagi hari. Itu sebabnya, ketika Nabi tidak ada makanan di dapur, Nabi langsung puasa Sunnah.

Siti Aisyah Ra mengisahkan, “Rasulullah Saw. bertanya kepadaku pada suatu hari, “wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan pagi ini?” Aku menjawab, “wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatu apapun (untuk dimakan).” Beliau lalu bersabda, “kalau begitu aku akan puasa.” (HR. Muslim).

Dari sini kita tahu bahwa, tidak ada panutan kesederhanaan terbaik selain Rasulullah Saw. Beliau adalah pemimpin umat dan negara, namun kehidupan beliau tidak dikelilingi emas dan permata. Saat berpuasa, menu sahur dan berbuka Rasulullah hanya itu-itu saja.

Artinya, bukan berarti kita harus meniru menu berbuka ala Rasulullah Saw. Namun, setidaknya, dari Nabi kita bisa belajar keharusan menghindari sifat tamak dalam makan dan minum. Tidak terlalu kenyang hingga malas beribadah dan tidak lupa akan rasa syukur atas nikmat yang Allah Swt. berikan. 

Berbeda dengan Ramadhan yang niatnya harus di malam hari. Bahkan, madzhab Syafi’i mengatakan niat puasa ramadhan harus tiap malam. Kenapa tiap hari berniat? Quraish Shihab mengatakan biar kita intropeksi. Misalnya tahun lalu saya masih ada kekurangan ketika berpuasa, maka tahun saya akan memperbaikinya.

Kenapa tiap malam? Karena kemarin saya berniat mau melakukan ini akan tetapi gagal, maka besok saya akan lakukan. Jadi intinya adalah introspeksi. Itu sebabnya, pada bulan Ramadhan sangat dianjurkan yang namanya i’tikaf pada malam 20 terakhir.

I’tikaf Ramadhan 

Ada banyak ulama yang mengatakan ketika beri’tikaf (introspeksi) tidak boleh membaca walau ilmu (apalagi membawa handphone), dengan tujuan supaya intropeksi fokus. Itu artinya, jika esoknya puasa Anda kurang baik, maka niat dan introspeksinya kurang sempurnah.

Masih tentang Ramadhan. Keberagamaan kita sekarang lebih banyak menyenangkan diri kita ketimbang menyenangkan Tuhan. Pergi naik haji memang disenangi oleh Tuhan, akan tetapi menolong tetangga yang butuh lebih disenangi Tuhan. Misalnya 1 juz Anda pahami al-Qur’an itu lebih bagus dari pada hatam 10 juz. Dalam hal ini, tadarus adalah bukan membaca semata, melainkan sebuah interaktif dengan orang lain untuk belajar. Pendek kata, di bulan Ramadhan kita harus melakukan yang disukai Tuhan.

Penting dicatat, bahwa ada amalan yang lebih utama dari puasa, shalat, dan sedekah. Sebuah hadits mengatakan:

عن أبى الدرداء رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ألا أُخبرُكَ بأفضلَ مِنْ درجةِ الصيامِ و الصلاةِ والصدقةِ؟ قالوا: بلى, قال: إصلاحُ ذاتِ البينِ, فإِنَّ فسادَ ذاتِ البينِ هيَ الحالِقَةُ. رواه الترميذى

Artinya: “Dari Abu Darda’ Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Maukah kalian Aku beritahu yang lebih utama dari puasa, shalat, dan sedekah? Mereka menjawab: “Ya”,  Rasulullah bersabda: “Berinteraksi sosiallah yang baik, karena interaksi sosial yang buruk itu memangkas.” (HR Tirmidzi).

Sederhananya, interaksi sosial yang baik adalah dengan akhlak atau etika yang baik itu lebih utama dari puasa, shalat, dan sedekah. Dalam hal ini bukan berarti cukup dengan interaksi sosial yang baik, apalagi dengan pandangan subjektif, sudah cukup, sekalipun tanpa puasa, shalat, dan sedekah. Ketiga hal itu penting bahkan wajib dilaksanakan oleh seorang mukmin, dan dilarang meninggalkannya.

Sekurang-kurangnya, interaksi sosial memiliki tujuan untuk mencapai dan menuju nilai-nilai sosial melalui gerakan yang bermanfaat bagi masyarakat luas, dan merupakan bagian dalam upaya untuk menghilangkan strata sosial yang timbul dari kepedulian sosial dari dalam diri masing-masing.

Pendek kata, kesalehan yang ideal menurut al-Qur’an adalah, kesalehan yang memadukan secara sinergitas antara kesalehan ritual individual dan kesalehan sosial. Tidak hanya mementingkan diri sendiri, akan tapi juga memikirkan mereka-mereka yang ada di akar rumput. Inilah kesalehan yang sesungguhnya. 

Demikian penjelasan terkait menyambut kesucian Ramadhan dengan introspeksi diri. Semoga dengan introspeksi diri, kita dapat menyambut Ramadhan dengan hati yang suci dan siap untuk menerima limpahan berkah dari Allah SWT. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Agar Jamaah Punya Persiapan Memadai untuk Berhaji

Haji merupakan ibadah pemersatu umat Islam dari berbagai belahan dunia.

Sebanyak 143 calon haji berasal dari Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, mengikuti bimbingan manasik haji pada 2024.

“Ibadah haji merupakan Rukun Islam yang kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya,” kata Staf Ahli Bupati Bidang Perekonomian dan Keuangan Pemkab Barito Utara Hery Jhon Setiawan di Muara Teweh, Rabu.

Kegiatan manasik haji ini dihadiri Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalteng Noor Fahmi dan pejabat lainnya.

Dia menjelaskan sebelum berangkat melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah Almukarramah, calon haji harus lebih dahulu mempersiapkan diri dengan bermacam-macam persiapan secara matang dan teratur.

Dalam melaksanakan ibadah haji nanti, kata dia, akan memperoleh hasil yang baik dan memuaskan yaitu “Haji Mabrur dan Maqbul” yang mendapat rida Allah SWT, karena haji yang mabrur yang menjadi dambaan dan harapan semua umat Islam.

“Kepada jamaah calon haji saya harapkan dapat menyimak penyampaian materi dengan baik. Manasik haji ini merupakan geladi bersih yang akan dilaksanakan di Tanah Suci nanti,” kata dia.

Pelaksana Harian Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Barito Utara Almubasir mengatakan bimbingan manasik haji pada tahun ini diikuti 143 calon haji berasal dari daerah setempat.

Mereka terdiri atas urut porsi sebanyak 104 orang, prioritas lanjut usia (lansia) lima orang, cadangan 24 orang, penyatuan delapan orang dan mutasi dua orang.

“Dengan jumlah keseluruhan sebanyak 143 orang jamaah calon haji Barito Utara,” kata Almubasir.

Dia menjelaskan tujuan manasik haji bagi jamaah calon haji Barito Utara, agar semua calon haji dapat memahami semua informasi tentang ibadah haji, tuntunan perjalanan haji, petunjuk kesehatan, dan mampu mengamalkan saat pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Selain itu, kata dia, agar calon haji dapat mandiri dalam melaksanakan ibadah haji, baik secara mandiri, regu, maupun rombongan.

“Dan agar para jamaah calon haji mempunyai kesiapan dalam menunaikan ibadah haji, baik mental, fisik, kesehatan, maupun petunjuk ibadah haji yang lainnya,” ucap Almubasir.

IHRAM

Berapa Lama Ulama Salaf Mengkhatamkan Alquran?

Menurut Imam al-Nawawi dalam al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, para ulama terdahulu memiliki aneka pola yang beragam dalam membaca/mengkhatamkan Alquran mereka. Semuanya pada prinsipnya bergantung kepada kebiasaan masing-masing dan tentu saja kecintaannya terhadap Alquran itu sendiri.

Seperti yang dikutip Imam al-Nawawi dari Ibn Abi Dawud, ada berbagai pola para ulama dalam mengkhatamkan Alquran. Berikut diantara pola-polanya,

  • Dua Bulan Sekali
  • Satu Bulan Sekali
  • Sepuluh Malam/Hari Sekali
  • Dua Hari Sekali
  • Sehari Sekali
  • Sehari Dua Kali/TIga Kali/Delapan Kali.

Demikian diantara pola-pola menghafal Alquran di kalangan para ulama. Tradisi ini, menurut al-Nawawi tidak terlepas dari tuntunan Nabi Saw. Dan diantara para sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in, dan ulama sesu Nabi Saw yang mengkhatamkan Alquran satu hari sekali adalah Usman bin Affan, Tamim ad-Dari, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Imam al-Syafi’i, dan ulama lainnya.

Masih dalam catatan Imam al-Nawawi, sosok yang mampu mengkhatamkan Alquran sampaii tiga kali dalam sehari (riwayat lain bahkan mengatakan empat) adalah Sulaiman bin ‘Itr. Beliau adalah Qadhi (Hakim Negara) di Mesir pada masa Kekhalifan Mu’awiyah.

Sementara yang berhasil mengkhatamkan Alquran delapan kali sehari (empat di waktu siang dan empat di waktu malam) adalah Syaikh Abu ‘Utsman al-Maghribi. Guru dari seorang sufi besar Abu Abdurrahman as-Sulami. Nama yang terakhir ini terkenal dengan salah satu karyanya Thabaqaat as-Shufiyyah.

Bahkan, menurut Ibn Abi Dawud sendiri, ia memiliki riwayat kisah bahwa Mujahid, salah seorang tabi’in, mampu mengkhatamkan Alquran dari maghrib sampai isya’.

Sebenarnya, masih banyak lagi kisah-kisah yang menunjukkan kedekatan yang begitu intim antara para sahabat atau tabi’in terhadap Alquran. Sehingga, mereka mampu membacanya sampai akhir hanya dalam waktu sebentar.

Bagaimana dengan Kita ?

Masih dalam kitab yang sama, Imam al-Nawawi mengatakan bahwa persoalan banyak sedikitnya seseorang membaca Alquran bergantung kepada pribadi masing-masing. Tidak semuanya bisa memiliki kemampuan membaca Alquran dengan waktu yang singkat. Bahkan, Nabi Saw. sendiri pernah mengatakan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud,

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ 

“dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash Ra., beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “orang yang membaca Alquran kurang dari tiga hari, tidak memahami isi (Alquran) itu.”

Ada riwayat lain yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. sebenarnya seringkali menngatakan bahwa membaca Alquran sebaik tidak terlalu cepat. Ada riwayat lain yang mengatakan bahwa paling tidak tujuh hari sekali untuk mengkhatamkannya.

Namun, bagi seseorang yang telah dianugerahi pemahaman yang dalam, sebaiknya membaca Alquran sampai ia memahami isinya. Bagi yang disibukkan dengan mengajar atau mengerjakan yang berhubungan fasilitas umum (khususnya bagi umat muslim) maka bacalah sampai tingkatan yang ia mampu. Jangan sampai pekerjaannya terganggu karena disibukkan dengan membaca Alquran. Wallahu A’lam.

Klik Muhamad Masrur Irsyadi untuk melihat tulisan-tulisannya yang lain.

BINCANG SYARIAH

Arab Saudi Siap Menampung 1,2 Juta Jamaah Haji

Mekanisme baru ini bertujuan untuk memfasilitasi persiapan haji.

Kerajaan Arab Saudi telah mengkonfirmasi, bahwa pada musim haji 2024 mendatang, kerajaan akan mampu menampung jamaah hingga 1,2 juta orang. Komite Saudi yang bertanggung jawab untuk menampung peziarah Muslim selama musim haji di kota suci Makkah telah melisensikan total 1.860 bangunan.  

 “Bangunan berlisensi dapat menampung sekitar 1,2 juta peziarah,” menurut panel pemerintah, dilansir dari Gulf News, Jumat (1/3/2024).

 Wakil Gubernur Makkah, Pangeran Saud bin Meshal baru-baru ini memperpanjang batas waktu untuk menerima aplikasi dari para pemilik bangunan untuk melisensikan mereka hingga akhir Shawwal, atau bulan ke-10 dalam kalender Islam atau 8 Mei 2024.

Jumlah bangunan untuk peziarah di Makkah, yang dikenal sebagai Ibukota Suci, diperkirakan pada akhirnya akan melebihi 5.000 orang.

Hampir 2 juta peziarah dari seluruh dunia melakukan haji di dalam dan sekitar Makkah tahun lalu, menandai kembalinya jumlah mereka ke tingkat pra-pandemi.

Arab Saudi baru-baru ini mengungkapkan aturan untuk musim haji mendatang yang dijadwalkan Juni mendatang dan menekankan persiapan awal. Menurut aturan ini, tidak ada tempat khusus yang akan dialokasikan lagi untuk negara-negara di situs suci Saudi di musim ziarah baru, kata Menteri Haji Saudi Tawfiq Al Rabiah.

Dia menjelaskan bahwa tempat untuk negara yang berbeda akan ditunjuk tergantung pada penyelesaian kontrak.

Penerbitan visa haji akan dimulai pada 1 Maret dan berakhir pada tanggal 20 Syawal, sesuai dengan 29 April.

Kedatangan peziarah haji akan dimulai pada hari pertama Dhul Qaidah, bulan Islam ke-11 atau pada 9 Mei 2024.

Mekanisme baru ini bertujuan untuk memfasilitasi persiapan haji yang dilakukan oleh umat Islam setidaknya sekali seumur hidup.

IHRAM

Anjuran Bersedakah pada Kerabat Dekat Dibanding Orang Lain

Bersedekah merupakan dalam bentuk harta dan benda termasuk perkara yang sangat terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Banyak ayat dan hadis Nabi saw yang menganjurkan untuk bersedekah, baik kerabat dekat dan orang lain. Namun dalam Islam, seseorang sangat dianjurkan untuk bersedekah pada kerabat dekatnya terlebih dahulu dibanding orang lain.

Bahkan dalam kitab al-Majmu, Imam Nawawi mengatakan bahwa anjuran bersedekah pada kerabat dekat sebelum bersedekah pada orang lain ini sudah disepakati oleh para ulama. Beliau berkata;

أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْأَقَارِبِ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ وَالْأَحَادِيثُ فِي الْمَسْأَلَةِ كَثِيرَةٌ مَشْهُورَةٌ

“Ulama sepakat bahwa bersedekah pada kerabat dekat lebih utama daripada bersedekah pada orang lain. Hadis-hadis yang menyebutkan hal tersebut sangat banyak dan terkenal.”

Lebih lanjut Imam Nawawi mengatakan bahwa anjuran bersedekah pada kerabat dekat dibanding orang lain ini berlaku baik pada kerabat dekat yang wajib dinafhkahi maupun yang tidak wajib. Misalnya anak, ibu, bapak, saudara, paman, sepupu dan seterusnya. Bahkan menurut Imam al-Baghawi, memberikan sedekah pada kerabat dekat yang wajib dinafkahi lebih utama dibanding memberikan sedekah pada orang lain.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu berikut;

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَا فَرْقَ فِي اسْتِحْبَابِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ عَلَى الْقَرِيبِ وَتَقْدِيمِهِ عَلَى الْأَجْنَبِيِّ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ الْقَرِيبُ مِمَّنْ يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ غَيْرُهُ قَالَ الْبَغَوِيّ دَفْعُهَا إلَى قَرِيبٍ يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَفْضَلُ مِنْ دَفْعِهَا إلَى الْأَجْنَبِيِّ

“Sahabat kami (ulama Syafiiyah) berkata, ‘Tidak ada perbedaan dalam sedekah yang sunah atas kerabat dekat dan mendahulukannya dibanding orang lain antara kerabat dekat yang wajib dinafkahi dan tidak wajib. Menurut Imam al-Baghawi, memberikan sedekah pada kerabat dekat yang wajib dinafkahi lebih utama dibandingkan bersedekah pada orang lain.”

Bahkan sebagian ulama Syafiiyah, anjuran memberikan sedekah pada kerabat dekat bukan hanya sedekah sunah saja, namun juga sedekah wajib, seperti zakat, kaffarah dan lainnya. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu berkata;

قَالَ أَصْحَابُنَا يُسْتَحَبُّ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَفِي الزَّكَاةِ وَالْكَفَّارَةِ صَرْفُهَا إلَى الْأَقَارِبِ إذا كانو بِصِفَةِ الِاسْتِحْقَاقِ وَهُمْ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ

“Sahabat kami (ulama Syafiiyah) berkata, ‘Disunahkan dalam sedekah sunah, zakat, kaffarah untuk diberikan pada kerabat dekat jika memang mereka adalah orang yang masuk kategori orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka lebih utama dibanding orang lain.’”

Demikian keterangan tentang anjuran bersedakah pada kerabat dekat dibanding orang lain. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Saat Usia Mencapai 40 Tahun, Apa yang Perlu Dilakukan?

Betapa banyak dari kita yang terperdaya oleh dunia dan jauh dari mengingat kematian. Kita sibuk dengan berbagai aktivitas keduniawian, detik demi detik terlena dengan gemerlap dan kesibukan dunia. Kita mengerjakan ibadah wajib sekenanya, apalagi ibadah yang sunah, akan mudah untuk ditinggalkan, toh hanya sekedar ibadah sunah. Secara tidak sadar kita pun merasa bahwa kematian itu masih jauh dari hidup kita? Bagaimana tidak, kita merasa fisik kita masih baik, akal pikiran masih belum menua, dan belum ada tanda-tanda keriput di badan. Sadar atau tidak, kita asosiasikan kematian itu dengan usia lanjut, atau ketika kita terbaring di ICU, atau ketika sudah berjalan memakai tongkat. Adapun sekarang, maka belum saatnya mati.

Kita diajarkan bahwa hidup ini butuh “jeda”, jeda untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah kita perbuat di kehidupan ini. Jeda untuk menghisab amal perbuatan kita, menghitung-hitung dosa dan kesalahan kita, lalu berusaha untuk memperbaiki kualitas diri dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Kita menjauh sejenak dari gemerlap kehidupan dunia, untuk menyendiri, menghadap Allah Ta’ala, memohon ampunan, dan bertobat kepada-Nya. Dan di antara “jeda” itu adalah di saat usia kita telah mencapai 40 tahun. Namun, perlu diketahui bahwa “40 tahun” yang dimaksud dalam artikel ini adalah berdasarkan perhitungan Hijriyah, bukan Masehi.

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia pun berdoa,

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15).

Imam Malik rahimahullah berkata,

أَدْرَكْتُ أَهْلَ العِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُوْنَ الدُّنْيَا ، وَيُخَالِطُوْنَ النَّاسَ ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً ، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمْ اِعْتَزَلُوْا النَّاسَ

“Aku mendapati para ulama di berbagai negeri, mereka sibuk dengan aktivitas dunia dan pergaulan dengan sesama manusia. (Namun) ketika mereka sampai di usia 40 tahun, mereka pun menjauh dari manusia.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 14: 218)

Abdullah bin Dawud rahimahullah berkata, “Kaum salaf, apabila di antara mereka ada yang sudah berumur 40 tahun, ia mulai melipat kasur, yakni tidak akan tidur lagi sepanjang malam, selalu melakukan salat, bertasbih, dan beristigfar. Lalu mereka mengejar segala ketertinggalan pada usia sebelumnya dengan amal-amal (saleh) di hari sesudahnya.” (Ihya Ulumiddin, 4: 410)

Oleh karena itu, apabila usia kita telah mencapai 40 tahun, hendaknya kita mulai sibuk dengan ibadah dan amal saleh. Karena usia 40 tahun adalah di antara tanda peringatan, bahwa kita tidak akan lama lagi hidup di dunia. Bukankah kita telah mengetahui, Nabi shallallahu shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku adalah antara 60 hingga 70 tahun, dan hanya sedikit yang umurnya lebih dari itu.” (HR. Ibnu Majah no. 4236, Syekh Al-Albani mengatakan: hasan shahih)

Jadi, usia 40 tahun itu ibarat pertengahan dan persimpangan jalan, yang ujungnya adalah surga atau neraka. Masa itu adalah masa untuk berbenah memperbaiki diri, bukan sebaliknya, justru semakin berambisi mengejar dunia, semakin sibuk hura-hura dan foya-foya, lalai dalam beribadah, dan tenggelam dalam hal-hal lainnya yang tidak bermanfaat kebaikan bagi kehidupan akhiratnya.

Usia 40 tahun ini juga ibarat ujian untuk memperbaiki diri. Apabila lulus, maka insya Allah hari-hari berikutnya akan dimudahkan untuk beramal saleh. Apabila tidak lulus, maka semakin tua akan semakin menjadi (dalam maksiat), kecuali yang Allah Ta’ala berikan taufik dan hidayah. Sampai-sampai Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Siapa saja yang telah mencapai usia 40 tahun dan amal kebaikannya belum mengalahkan keburukannya, maka hendaknya ia bersiap-siap ke neraka.” (Bahrud Dumuu’, hal. 57)

Apabila belum juga bertobat dan terus menumpuk dosa, bisa jadi dampak dari dosa tersebut akan segera dia rasakan, cepat atau lambat. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

لا تغتر إذا لم تر أثر ذنبك في حينه .فقد تجد أثره بعد أربعين سنة

“Janganlah tertipu ketika engkau tidak melihat efek dosa pada saat engkau melakukannya. Terkadang efek dosa tersebut engkau rasakan setelah 40 tahun.” (Ad-Daa’ wad Dawa’, hal. 130)

Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala dosa dan kesalahan kita, dan memberikan kita taufik untuk senantiasa bertakwa kepada-Nya.

***

@Kantor Pogung, 11 Sya’ban 1445/ 21 Februari 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/91969-saat-usia-mencapai-40-tahun-apa-yang-perlu-dilakukan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id