Sejarah Sholawat Asyghil

Artikel ini akan membahas sejarah sholawat asyghil. Sholawat Asyghil merupakan bentuk sholawat yang populer dibaca oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat NU dan kalangan pesantren. Hampir dalam setiap istighasah, sholawat ini termasuk bacaan utama yang harus dikumandangkan secara berjemaah.

Disebutkan bahwa pertama kali yang membaca sholawat Asyghil ini adalah Imam Ja’far Assadiq (w. 138 H). Beliau biasa membaca sholawat ini saat malakukan doa qunut shalat Subuh. Namun kemudian sholawat ini masyhur dengan sebutan Sholawat Habib Ahmad bin Umar Alhinduan Ba ‘Alawy (w.1122 H). Hal ini karena sholawat ini termasuk bacaan sholawat yang dihimpun dalam kitabnya Alkawakib Almudhi’ah fi Zikris Shalah ‘ala Khairil Bariyyah.

Selain untuk memohonkan sholawat dan salam atas Nabi Saw, keluarga dan sahabatnya, sholawat ini bertujuan meminta kepada Allah agar kita diselamatkan dari kejahatan orang-orang yang zalim. Berikut lafadz sholawat Asyghil;

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ وَعَلَي الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammad wa asyghilidz dzolimin bidz dzolimin wa akhrijna min bainihim salimin wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

“Ya Allah, berikanlah sholawat kepada pemimpin kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang zalim lainnya. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Dan limpahkanlah sholawat kepada seluruh keluarga dan para sahabat beliau.”

Dengan mengucapkan sholawat asyghil yang mulia ini, kita memohon perlindungan Allah SWT dari segala bentuk kezaliman yang mungkin menimpa kita. Sholawat ini adalah senjata ampuh bagi umat Islam untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai ujian hidup, terutama ketika kita merasa terhimpit oleh tindakan-tindakan zalim orang lain. Melalui sholawat ini, kita berharap Allah SWT senantiasa menjaga dan melindungi kita dari segala marabahaya.

Sholawat asyghil memiliki keutamaan yang sangat agung. Selain sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, sholawat ini juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan melafalkan sholawat asyghil secara rutin, kita berharap Allah SWT akan mengabulkan segala doa dan permohonan kita, termasuk permohonan untuk dijauhkan dari segala bentuk kezaliman.

Demikian penjelasan terkait sejarah sholawat Asyghil. Semoga kita mendapatkan keberkahan dari Allah berkat shalawat ini. Aminn.

BINCANG SYARIAH

Pentingnya Mengenal Sifat Fisik Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkumpul dua kesempurnaan:

  1. Kesempurnaan agama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
  2. Kesempurnaan fisik beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih beliau untuk mengemban tugas kerasulan dan AllahTa’ala lebih mengetahui kepada siapa Dia memberikan tugas kerasulan, AllahTa’ala berfirman,

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (QS. Al-An’am: 124).

Kesempurnaan Agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Kesempurnaan agama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tercermin dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إن أتقاكم وأعلمكم بالله أنا

Demi Allah, sesungguhnya orang yang paling bertakwa di antara kalian dan orang yang paling tahu tentang Allah adalah saya” (HR. Al-Bukhari).

Mengenal kesempurnaan agama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah penting agar kita terdorong semakin kuat untuk mengikuti dan mencontoh beliau dalam menjalankan agama Islam ini. Berakidah sesuai dengan aqidah beliau, beribadah sesuai dengan ibadah beliau, demikian pula dalam berakhlak, bermu’amalah, dan dalam seluruh bentuk beriman dan beramal sholeh mencontoh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesempurnaan Fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Adapun kesempurnaan fisik beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tercermin penuturan Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu,

(كان ـ صلى الله عليه وسلم ـ أحسن الناس وجها، وأحسنهم خَلْقا) رواه البخاري

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sosok manusia yang paling tampan wajahnya dan paling bagus perawakannya (HR. Al-Bukhari).

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

و كان خلقه صلى الله عليه و سلم و صورته من أكما الصور و أتمها و أجمعها للمحاسن الدالة على كماله

“Sifat fisik dan perawakan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penampilan yang sempurna dan terkumpul dalam fisik beliau semua ciri-ciri ketampanan yang menunjukkan kesempurnaan beliau” (Syarah Syamail an-Nabi oleh Syaikh Abdurrazzaq al-Abbad PDF, Hal. 19).

Pentingnya Mengenal Kesempurnaan Fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Mengenal kesempurnaan fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hal yang sangat penting dan tidak bisa disepelekan. Bahkan di dalamnya terdapat faedah yang banyak, diantaranya:

1. Salah Satu Faktor yang Menyebabkan Seseorang Masuk Islam

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan bahwa hidayah Allah Ta’ala memiliki sebab dan jalan yang beranekaragam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kadar akal, nalar, dan pandangan mereka. Kunci hidayah yang beranekaragam ini menunjukkan kebijaksanaan dan rahmat Allah Ta’ala bagi hamba-Nya.

Di antara faktor kunci hidayah tersebut, yaitu memperhatikan keadaan dan sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ini merupakan sebab hidayah sebagian orang (Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi PDF , Hal. 30).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

(ولهذا كان الرجل المنصف الذي ليس له إرادة إلا اتباع الحق، بمجرد ما يراه ويسمع كلامه يبادر إلى الإيمان به صلى الله عليه وسلم، ولا يرتاب في رسالته، بل كثير منهم بمجرد ما يرى وجهه الكريم يعرف أنه ليس بوجه كذاب … )

“Oleh sebab inilah bahwa orang yang adil, yang tidak mempunyai keinginan kecuali mengikuti kebenaran, hanya dengan sekedar melihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendengarkan sabdanya, akan segera beriman kepada beliau dan tidak ragu terhadap risalahnya. Banyak orang yang hanya sekedar menyaksikan wajah beliau yang mulia menjadi yakin bahwa wajah itu bukanlah wajah seorang pendusta” (Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi PDF, Hal. 31).

2. Meningkatkan keimanan seorang hamba

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan surat Al-Mukminuun ayat 69

أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ

Ataukah mereka tidak mengenal Rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?

أي فمعرفته صلى الله عليه و سلم توجب للعبد المبادرة للإيمان ممن لم يؤمن و زيادة الإيمان ممن آمن به

beliau rahimahullah berkata, “Maksudnya mengenal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebabkan orang yang belum beriman akan segera beriman kepada beliau dan bagi orang yang telah beriman kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan meningkat keimanannya” (Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi PDF, Hal. 30).

3. Mampu mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi

Di antara faIdah mengenal sifat fisik beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang muslim mengenal bentuk tubuh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rinci dan jelas sebagaimana melihat beliau langsung, sehingga ketika Allah memuliakannya dengan memperlihatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di mimpinya, maka ia bisa mengenal dengan jelas apakah orang yang dilihat dalam mimpinya tersebut benar-benar beliau atau tidak. Karena sesungguhnya syetan tidak bisa meniru beliau.

Dari Abu Hurairoh radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حقاً، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي

Barang siapa yang melihatku di mimpi maka ia sungguh telah melihatku, karena syaitan tidak bisa meniruku” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Salah satu sebab dikumpulkan seorang hamba bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Surga

Mengenal fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan detail menyebabkan seorang muslim semakin mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ingin bersama dengan beliau dan ingin dekat dengan beliau di Surga.

Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam kitab Shahihnya menyebutkan,

عن أنس رضي الله عنه: ((أن رجلاً سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة فقال: متى الساعة؟ قال:” وماذا أعددت لها “؟ قال: لا شيء إلاَّ أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم، فقال:” أنت مع من أحببت “)). قال أنس: فما فرحنا بشيء فرَحَنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((أنت مع من أحببت))، قال أنس: فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر، وأرجو أن أكون معهم بحبي إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari Kiamat, ‘Kapan terjadi hari Kiamat?’ Beliau bersabda, ‘Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?’ Orang tersebut menjawab, ‘Tidak ada selain amalan yang wajib, hanya saja saya mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.‘”

Anas berkata, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (أنت مع من أحببت) Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”

Anas pun mengatakan, “(Kalau begitu) aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka” (HR. Bukhari).

Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

” كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ ) رواه مسلم في ” صحيحه “.

Aku pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu!’ Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga’. Beliau menjawab, ‘Ada lagi selain itu?’ ‘Itu saja cukup ya Rasulullah.’ Jawabku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud‘ (HR. Muslim).

Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata ketika menjelaskan makna (أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ)

فالمعنى: أسألك أن ترشدني إلى الأسباب التي تجعلني رفيقاً لك في الجنة

“Maknanya adalah Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga” (http://www.binbaz.org.sa/mat/10229).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

وإذا أردت أن تعرف مراتب الهمم فانظر إلى همَّة ربيعة بن كعب الأسلمي رضي الله عنه وقد قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: «سلني»، فقال: أسألك مرافقتك في الجنة. وكان غيره يسأله ما يملأ بطنه، أو يواري جلده”

“Apabila kamu ingin mengetahui tingkatan tekad kuat, maka perhatikanlah tekadnya Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadanya, ‘Mintalah sesuatu kepadaku’, lalu ia berkata, ‘Saya meminta agar saya bisa menemanimu di Surga,’ sementara orang selainnya meminta sesuatu yang memenuhi perutnya atau menutupi kulitnya” (http://www.saaid.net/Doat/mehran/116.htm).

(Apakah maksud bersama dan menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Surga, silahkan baca Apakah yang dimaksud menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Surga?). Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai orang yang mendapatkan kesempatan menemani beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Surga.

***

Referensi:

Terinspirasi dari http://buletin.muslim.or.id/akhlaq/sifat-fisik-dan-akhlak-Nabi, dengan berbagai referensi lain.

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasya

Sumber: https://muslim.or.id/24874-pentingnya-mengenal-sifat-fisik-rasulullah-shallallahualaihi-wasallam.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Bulan Safar, Bulan Istimewa atau Bulan Sial?

Safar adalah salah satu nama bulan di antara dua belas bulan hijriah dan terletak setelah bulan Muharam. Lebih tepatnya, bulan kedua pada penanggalan hijriah.

Penamaan bulan Safar

Terdapat beberapa pendapat mengenai penamaan bulan Safar. Ada yang mengatakan, Safar diambil dari kata isfaru makkah (kosongnya kota Makkah). Maksudnya, kota Makkah kosong dari penduduknya karena mereka melakukan safar (berpergian) pada bulan tersebut. Ada pula yang mengatakan, dinamakan bulan Safar karena dahulu para kabilah-kabilah Arab ketika pergi berperang, mereka tidak akan meninggalkan seseorang yang mereka temui, kecuali akan dirampas barangnya tersebut tanpa sisa. Inilah di antara beberapa penamaan bulan Safar.

Keistimewaan bulan Safar

Pada bulan Safar ini, tidak terdapat dalil yang menunjukkan secara spesifik tentang keistimewaan bulan Safar. Bulan Safar itu sama saja dengan bulan yang lainnya dari bulan-bulan hijriah. Karena seluruh hari yang Allah ciptakan adalah baik, dan bulan Safar ini termasuk hari-hari yang baik.

Tentunya, pada bulan ini bisa dilakukan amalan-amalan seperti yang dilakukan di bulan lainnya. Di antaranya: qiyamul lail (menghidupkan malam dengan ibadah), membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya, berdoa dan zikir di pagi dan malam hari, berpuasa sesuai dengan kemampuan, zakat dan sedekah, menyambung tali silaturahmi dan menyebarkan salam, selawat kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam, dan menuntut ilmu syar’i.

Inilah amalan-amalan secara umum yang bisa dikerjakan di bulan Safar maupun di bulan-bulan lainnya. Tentunya masih banyak lagi amalan-amalan yang bisa dikerjakan.

Peristiwa-peristiwa di bulan Safar

Kendati tidak ada keistimewaan secara khusus, namun terdapat peristiwa-peristiwa yang terjadi di bulan Safar pada zaman dahulu, yang hal ini kiranya rugi jika tidak diketahui.

Ibnul Qayyim rahimahullah beliau membawakan dalam kitabnya Zadul Ma’ad tentang beberapa peristiwa atau peperangan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berperang pada bulan tersebut. Berikut ini di antara kejadian maupun peperangan yang terjadi di bulan Safar. Di antaranya:

Perang Al-Abwa

Perang ini di sebut dengan perang Al-Abwa. Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Kemudian beliau berperang dengan diri beliau sendiri pada perang Al-Abwa atau yang dikenal dengan Waddan. Yaitu, perang yang pertama kali beliau ikut serta dengan diri beliau sendiri. Perang itu terjadi pada bulan Safar, dua belas bulan dari peristiwa hijrah.

Kala itu, yang membawa bendera perang adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Bendera tersebut berwarna putih. Sa’ad bin ‘Ubadah diminta oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjaga kota Madinah. Orang-orang muhajirin saat itu keluar (dari Madinah) secara khusus untuk menghadang orang-orang Quraisy yang membawa barang dagangan. Quraisy pun tidak dapat melakukan tipu daya.

Dalam perang ini, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil perjanjian Makhsyi bin Amr Ad-Dumari, pemimpin Bani Dumar. Perjanjian tersebut berisikan kaum muslimin tidak akan menyerang Bani Dumar dan mereka (Bani Dumar) tidak akan menyerang kaum muslimin, tidak mengumpulkan (pasukan), dan tidak membantu musuh. Perjanjian akan perdamaian itu ditulis antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mereka dalam suatu perjanjian. Hal itu yang menjadikan mereka (Bani Dumar) tidak kelihatan selama lima belas malam.” [1]

Peristiwa terbunuhnya para sahabat penghafal Al-Qur’an

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Ketika bulan Safar (tahun ketiga hijriah), kaum ‘Adhal dan Qarah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menceritakan bahwa di antara mereka ada yang masuk Islam. Mereka pun meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengutus bersama mereka orang-orang yang  bisa mengajarkan agama dan membacakan Al-Qur’an kepada mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengutus enam orang (menurut pendapat Ibnu Ishaq). Imam Al-Bukhari mengatakan; mereka (para sahabat yang diutus) berjumlah sepuluh orang.

Martsad bin Abi Martsad Al-Ganawiy diangkat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pemimpinnya. Bersama mereka pun ada Khubaib bin ‘Adi. Mereka pun pergi bersama-sama, tatkala sampai di Roji’ -mata air milik suku Hudzail yang mengarah ke Hijaz-, kaum itu pun berkhianat kepada para sahabat. Para sahabat berteriak minta tolong kepada suku Hudzail, lalu mereka datang mengepungnya. Maka para sahabat hampir semuanya dibunuh, sedangkan Khubaib bin Adi dan Zain bin Datsinah ditawan. Keduanya dibawa dan dijual di Makkah. Dan keduanya pernah membunuh pembesar Makkah waktu perang Badar.” [2]

Perang Khaibar

Perang Khaibar terjadi di akhir bulan Muharram, bukan ditaklukkan pada bulan Safar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. [3]

Perang Bir Ma’unah

Terjadi pula pada bulan Safar tahun ke empat (peristiwa sumur Ma’unah). Kisah di mana utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni para sahabat yang kira-kira berjumlah tujuh puluh orang, dikhianati. Sehingga terdapat beberapa sahabat yang terbunuh pada peristiwa ini. [4]

Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa ataupun peperangan yang terjadi di bulan Safar. Tentunya hal ini sebagai pengetahuan bahwasanya tidak ada kesialan pada bulan Safar. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjalani beberapa peperangan di bulan Safar. Andaikata bulan ini adalah bulan yang sial, tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabatnya tidak akan berangkat untuk berperang.

Semoga bermanfaat, wallahul muwaffiq. 

***

Depok, 07 Safar 1446H / 10 Agustus 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/97133-bulan-safar-bulan-istimewa-atau-bulan-sial.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

5 Obat Herbal yang Dikonsumsi Nabi Muhammad, Dijelaskan dalam Al-Qur’an

Obat herbal menjadi alternatif pilihan sebagian besar orang ketika mengobati penyakit. Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan, semasa hidupnya kerap mengonsumsi obat herbal.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

عن جابر بن عبد االله لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بـَرَأَ بِإِذْنِ االلهِ عَزَّ وَجَلَّ



Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Dalam hadits serupa yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah SAW menyampaikan, “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut.”

Beberapa hadits ini menegaskan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Tugas kita sebagai manusia adalah berikhtiar mencari obat yang cocok untuk kesembuhan.

Dikutip dari buku Terapi Herbal dan Pengobatan Cara Nabi SAW oleh Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad Sayyid, dijelaskan ada beberapa sumber bahan alami yang kerap dikonsumsi Nabi Muhammad untuk menjaga kesehatan dan juga mengobati penyakit.

Obat Herbal Nabi Muhammad SAW


1. Madu
Madu disebut dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 68-69. Dalam ayat ini madu disebut sebagai minuman yang menyembuhkan.

Surat An-Nahl Ayat 68
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحْلِ أَنِ ٱتَّخِذِى مِنَ ٱلْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ ثُمَّ كُلِى مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ فَٱسْلُكِى سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِنۢ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ فِيهِ شِفَآءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Arab-Latin: Wa auḥā rabbuka ilan-naḥli anittakhiżī minal-jibāli buyụtaw wa minasy-syajari wa mimmā ya’risyụn. ṡumma kulī ming kulliṡ-ṡamarāti faslukī subula rabbiki żululā, yakhruju mim buṭụnihā syarābum mukhtalifun alwānuhụ fīhi syifā`ul lin-nās, inna fī żālika la`āyatal liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.

Dalam buku Revolusi Hidup Sehat ala Rasulullah oleh Mohammad Takdir Ilahi, Rasulullah mengonsumsi segelas air putih dicampur dengan madu ketika sarapan.

Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,

”Madu adalah penyembuh bagi semua jenis sakit dan Al-Qur’an adalah penyembuh bagi semua kekusutan pikiran (sakit pikiran). Maka aku sarankan bagimu kedua penyembuh tersebut, Al-Qur’an dan madu.”


2. Kurma
Buah kurma disebutkan sebanyak 20 kali dalam Al-Qur’an. Beberapa surah yang menyebutkan di antaranya ada Maryam, Ar-Rad, Al-Baqarah, Qaaf dan Al Hasyr.

Dalam hadits Riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang sarapan dengan tujuh butir kurma Ajwa setiap pagi akan terhindar dari bahaya racun dan sihir.”

Selain dikonsumsi langsung, Nabi Muhammad juga sering membuat air rendaman kurma yang dikenal dengan sebutan air nabeez.


3. Habbatusauda
Habbatusauda atau jintan hitam juga menjadi salah satu obat herbal yang dikonsumsi Nabi Muhammad.

Dari ‘Aisyah, Nabi Muhammad bersabda, “Sungguh dalam habbatussauda itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam.” Aisyah pun bertanya, “Apakah as-sam itu?” Beliau menjawab, “Kematian.” (HR Bukhari).

Dilansir dari laman NU (17/2/2023) habbatusauda terbukti memiliki banyak manfaat. Direktur Institut Immonologi pada Universitas Munich, G Reitmuller, mengatakan, jintan hitam dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dalam habbatussauda terkandung asam linoleat (omega 6) dan asam linoleat (omega 3).


4. Minyak Zaitun
Imam Al-Qurtubi mengatakan zaitun memiliki banyak manfaat terutama dalam bentuk ekstrak minyak. Minyak zaitun bermanfaat untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit seperti kanker perut, penyakit kulit, kanker rahim dan lain sebagainya.

Dalam Al-Qur’an, buah zaitun disebutkan sebagai buah yang istimewa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nur ayat 35.

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

5. Jahe
Jahe disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai minuman yang ada di surga, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al Insan ayat 17:

وَيُسْقَوْنَ فِيهَا كَأْسًا كَانَ مِزَاجُهَا زَنجَبِيلًا

Arab-Latin: Wa yusqauna fīhā ka`sang kāna mizājuhā zanjabīlā

Artinya: Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.

Jahe memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Jahe juga kerap dijadikan rempah dalam obat herbal untuk mengobati ataupun mencegah berbagai penyakit.

DETIK

Jadilah Mukmin yang Sehat dan Kuat

Olahraga tidak hanya dianjurkan dalam Islam, tetapi juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai teladan umat.

Pentingnya Keseimbangan dalam Ibadah dan Kesehatan

Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya padanya, “Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan terjaga di malam hari?” Aku pun menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Rasulullah kemudian bersabda, “Jangan lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah, terjaga dan tidurlah, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu.” (HR Bukhari).

Larangan Rasulullah SAW ini sangat beralasan. Berlebihan dalam beribadah hingga mengabaikan kondisi fisik dapat berdampak negatif pada kesehatan, yang akhirnya memengaruhi kualitas hidup dan ibadah seseorang. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kesehatan, bahkan Allah akan meminta pertanggungjawaban atas pemanfaatan nikmat tersebut.

Kesehatan: Nikmat yang Perlu Dijaga

Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Tirmidzi, “Pertanyaan pertama yang diajukan kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti mengenai kenikmatan dunia adalah, ‘Bukankah Aku telah memberimu badan yang sehat?’” (HR Tirmidzi).

Namun, menurut Rasulullah SAW (dalam HR Bukhari), kesehatan adalah salah satu dari dua kenikmatan yang sering kali menipu manusia. Kenikmatan lainnya adalah waktu luang. Oleh karena itu, Rasulullah SAW sering memberikan contoh dan nasihat agar umatnya menjaga kesehatan, salah satunya dengan berolahraga.

Olahraga yang Dianjurkan oleh Rasulullah SAW

Di antara berbagai olahraga yang ada, Rasulullah SAW menganjurkan renang dan memanah. Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ajari anak laki-laki berenang dan memanah, dan ajari menggunakan alat pemintal untuk wanita.” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’b al-Iman lil Baihaqi).

Dalam hadis lainnya dijelaskan, bahwa permainan bukanlah sesuatu yang termasuk zikir, namun Rasulullah SAW mengecualikan permainan berkuda, lari, dan berenang. Dari ‘Atho’ bin Abi Rabbah, beliau berkata, “Saya melihat Jabir bin ‘Abdurrahman dan Jabir bin ‘Amir al-Anshari sedang bermain panah. Maka salah satu di antara mereka merasa bosan kemudian duduk. Temannya bertanya, ‘Apakah kamu merasa malas?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Lalu, salah satu dari mereka berkata kepada temannya, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Setiap sesuatu yang bukan termasuk zikir kepada Allah adalah lahw dan la’b kecuali empat hal, yaitu bermainnya suami dengan istrinya, pengajaran seseorang terhadap kudanya, larinya seseorang di antara dua garis (start dan finis), dan seseorang yang mempelajari renang.” (HR Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Kisah Aisyah ra dan Lomba Lari

Istri Rasulullah, Aisyah ra, mempunyai cerita tersendiri mengenai permainan lari. Suatu hari, ia sedang bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan saat Rasul berkata kepada para sahabatnya, “Silakan kalian berjalan duluan.” Setelah para sahabat cukup jauh meninggalkan keduanya, Rasulullah berkata, “Mari kita berlomba.” Aisyah menyambut ajakan itu dan berhasil mendahului Rasulullah dalam berlari.

Lama setelah itu, ketika tubuh Aisyah semakin gemuk, Rasulullah kembali mengajak Aisyah berlomba setelah meminta sahabat-sahabatnya berjalan lebih dulu. Aisyah berkata, “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah, sedangkan keadaanku seperti ini (gemuk)?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun melayani ajakan itu dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa seraya berkata, “Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Kesimpulan

Olahraga adalah bagian penting dalam menjaga kesehatan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis lainnya (riwayat Muslim), beliau menegaskan pentingnya menjadi pribadi yang kuat: “Seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang Mukmin yang lemah dalam segala kebaikan.”

KHAZANAH

Pengertian dan Perbedaan antara Takhayul dan Khurafat

Dalam Pengajian Tarjih yang digelar pada Rabu (02/08), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ghoffar Ismail mengangkat isu menarik seputar takhayul dan khurafat. Dengan kebijaksanaan yang dikenal luas dalam pemahaman agama, ia memberikan wawasan yang mendalam mengenai perbedaan di antara kedua konsep tersebut.

Dalam pemaparannya, Ghoffar Ismail merujuk pada pengertian takhayul sebagai suatu bentuk pembayangan atau imajinasi tanpa dasar yang kuat. Mengutip sebuah ayat dalam al-Quran yang mengisahkan tukang sihir Fir’aun, Ghoffar menjelaskan bagaimana takhayul dapat mendorong seseorang untuk menganggap khayalan sebagai kebenaran.

“Tukang sihir Firaun menyihir setiap mata para penontonnya. Sehingga seolah mata mereka melihat tali dan tongkat mereka menjadi ular. Termasuk Musa ‘alaihis salam, terbayang dalam diri beliau, tali dan tongkat mereka menjadi ular,” ucap Ghoffar.

Selanjutnya, narasumber tersebut menjelaskan konsep khurafat sebagai bentuk ekstrem dari takhayul. Khurafat melibatkan keyakinan yang tidak hanya didasarkan pada khayalan semata, tetapi juga diwarnai oleh unsur-unsur kedustaan. Ghoffar menggambarkan bagaimana khurafat sering kali merujuk pada cerita-cerita yang tidak memiliki dasar yang valid, bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sejati.

“Khurafat adalah cerita-cerita yang mempesonakan bercampur dengan perkara dusta. Atau cerita rekaan, khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam dan diyakini kebenarannya,” terang Ghoffar.

Ghoffar Ismail menyoroti bahaya dari menerima takhayul dan khurafat tanpa kritis. Ia mengingatkan audiensnya bahwa Islam mendorong umatnya untuk memahami ajaran agama dengan akal sehat dan berdasarkan dalil-dalil yang sahih. Menurutnya, menghindari takhayul dan khurafat adalah langkah penting dalam mempertahankan keyakinan yang benar dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam pengajian tersebut, Ghoffar Ismail mengingatkan bahwa pemahaman yang mendalam dan pemikiran yang rasional adalah jalan yang benar dalam mengatasi takhayul dan khurafat. Dengan memahami perbedaan antara khayalan dan kebenaran, umat Islam dapat menghindari jebakan-jebakan keyakinan yang salah dan tetap kokoh dalam landasan agama yang sahih.

MUHAMADIYAH

Gerak Cepat, LP Ma’arif NU Tarik Buku ke-NU-an Sebut Kakek Habib Luthfi Pendiri NU

Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, merespons tegas beredarnya buku ajaran di madrasah yang memuat tentang sejarah berdirinya NU. Dalam buku terdapat fakta-fakta salah sehingga berpotensi terjadi penyesatan sejarah.

“Ada buku yang ditulis dan kemudian digunakan sebagai referensi atau sebagai bahan ajar di madrasah-madrasah mengenai sejarah pendirian NU yang berisi narasi yang menyimpang, yang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya,” seusai memimpin Rapat Pleno PBNU di Jakarta, Minggu (28/7/2024) lalu.

Untuk merespons ini, PBNU telah memerintahkan kepada lembaga pendidikan Ma’arif dan Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah atau asosiasi pesantren-pesantren, untuk melakukan penelitian menyeluruh terhadap laporan adanya upaya penyimpangan atau membuat narasi yang menyimpang tentang sejarah berdirinya NU

Menurut Gus Yahya, sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf, narasi-narasi menyimpang itu tidak sesuai dengan sejarah berdirinya NU yang sesungguhnya. Dia menginstruksikan pencabutan buku menyimpang itu dari peredaran.

Buku tersebut tidak boleh dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan NU sebab bukan hanya mengaburkan, melainkan menyimpangkan dari sejarah berdirinya NU.

“Apabila ditemukan buku-buku atau bahan ajar yang seperti itu, ini harus dicabut, harus ditarik dari peredaran,” tutur Gus Yahya.

Menyikapi hal tersebut, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) langsung menarik buku di lingkungan pendidikan Ma’arif NU. Dikutip dari Repulibika.co.id, penarikan buku tersebut dilakukan karena telah terjadi distorsi sejarah pendirian Nahdlatul Ulama (NU) di dalamnya.

Dalam surat instruksi Nomor 635/PP/SU/LPM-NU/VII/2024 yang ditandatangani Ketua LP Ma’arif NU, Muhammad Ali Ramdhani dan Sekretaris LP Ma’arif NU Harianto Oghie, disampaikan bahwa menindaklanjuti Keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tanggal 27-28 Juli 2024 di Jakarta.

Berkaitan dengan beredarnya Buku Pelajaran Ahlussunnah Waljamaah Ke-NU-an Jilid I untuk Kelas 2 yang diterbitkan oleh RMI PCNU Kabupaten Tegal yang juga beredar di lingkungan satuan-satuan Pendidikan Ma’arif NU, yang isinya telah terjadi distorsi sejarah pendirian Nahdlatul Ulama (NU).

Oleh karena itu, demi menghindarkan beredarnya pemahaman yang keliru dan salah paham di tengah santri dan siswa-siswi Ma’arif NU, maka LP Ma’arif NU PBNU menginstruksikan untuk:

Pertama, menarik buku tersebut dan dilarang untuk diajarkan dalam lingkup satuan Pendidikan Ma’arif NU.

Kedua, kepada seluruh guru atau murid yang memegang buku tersebut agar menyerahkan ke kepala satuan Pendidikan Ma’arif NU atau ke pengurus Ma’arif NU terdekat di wilayahnya masing-masing.

Ketiga, menelaah kembali buku-buku Mata Pelajaran Ke-NU-an atau Ke-Aswaja-an yang diterbitkan oleh Pengurus LP Ma’arif NU Wilayah/ Cabang di setiap satuan pendidikan baik madrasah maupun sekolah.

Keempat, pengurus LP Ma’arif NU Wilayah wajib melaporkan kepada Pengurus LP Ma’arif NU PBNU setiap buku yang diterbitkannya baik berkaitan Sejarah NU, Sejarah Tokoh NU, dan Sejarah LP Ma’arif NU.

Kelima, kepada seluruh guru dalam lingkup LP Maarif NU, baik yang mengajarkan mata pelajaran Ke-aswaja-an dan Ke-NU-an atau mata pelajaran apapun agar selalu berkoordinasi dengan pengurus LP Maarif NU di tingkat MWC NU, PCNU, atau PWNU terdekat jika sekiranya menemukan hal-hal yang janggal dan tidak sesuai nilai-nilai ideologi dan falsafah berbangsa yang diajarkan oleh para kiai dan ulama di lingkungan NU selama ini.

Keenam, jika Pengurus LP Ma’arif NU Wilayah/ Cabang tidak memperhatikan hal yang dimaksudkan poin 1 dan 2 di atas, maka Pengurus LP Ma’arif NU PBNU akan mengambil tindakan sebagaimana mestinya.

Ketujuh, pengurus LP Ma’arif NU PBNU akan segera membentuk Tim Penelaah untuk melakukan penelitian secara menyeluruh dan mendalam terhadap Buku Ajar Ke-NU-an dan Ke-Aswaja-an yang diterbitkan Pengurus LP Ma’arif NU Wilayah dan Cabang, sebagaimana amanat Keputusan Rapat Pleno PBNU tanggal 27-28 Juli 2024.

Dari telusuran berbagai sumber seperti dikutip dari Republika.co.id, didapati buku yang dimaksud adalah buku Pelajaran Ahlusunnah Waljamaah Ke-NU-an, jilid 1 untuk kelas 2, Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren yang disusun oleh Divisi Keilmuan RMI PCNU, Penerbit RMI PCNU Kabupaten Tegal.

Dalam buku tersebut dijelaskan, bahwa salah satu pendiri NU adalah kakek dari Habib Luthfi, Habib Hasyim Bin Yahya Pekalongan. Bahkan, diungkap secara lengkap tentang kronologi pendirian NU yang tak terlepas dari kakek Habib Luthfi.

Dalam footnote Bab VI yang menerangkan sejarah lahirnya NU, disebutkan bahwa, ada versi lain dalam pembentukan NU. Dibentuknya NU sebagai wadah Aswaja bukan semata-mata KH Hasyim Asy’ari ingin berinovasi, tetapi memang kondisi pada waktu itu sudah sampai pada kondisi dhoruri, wajib mendirikan sebuah wadah. Hal itu merupakan pengalaman ulama-ulama Aswaja, terutama pada rentang waktu pada tahun 1200 H sampai 1350 H.

Menjelang berdirinya NU, beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Mereka menyimpulkan bahwa sudah sngat mendesak beridirnya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Aswaja.

Akhirnya, diistikarahi oleh para ulama Haramain. Kemudian mereka mengutus KH Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemu dua orang yang diyakini sebagai kekasih Allah, yang bermukim di Indonesia.

Kalau dua orang ini mengiyakan, maka rencana pembuatan wadah untuk Aswaja akan dilanjutkan. Kalau tidak maka jangan diteruskan. Dua orang tersebut adalah Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya, Pekalongan (kakek meulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.

Yang satunya lagi adalah Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan. Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan, tepatnya pada tahun 13 Rabiul Akhir 1349 H/7 September 1930 M. Hal itu dilakukan ternyata untuk menghormati Habib Hasyim bin Yahya yang wafat pada tahun itu.

Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ke tempat mbah Kiai Yasin. Kiai Sanusi ikut serta pada watu itu. Di situ, mereka diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu, bersama Kiai Irfan, datang ke kediaman Habib Hasyim.

Begitu KH Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, ”Kiai Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Aswaja. Saya rela (rida), tapi tolong nama saya jangan ditulis.” Itu wasiat Habib Hasyim. Kiai Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas.

Kemudian Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan. Mbah Kiai Kholil berkata kepada Kiai Hasyim Asy’ari, “Laksanakan apa niatmu. Saya rida seperti ridanya Habib Hasyim.Tapi, saya juga minta tolong nama saya jangan ditulis.”

Kiai Hasyim agak bingung. Bagaimana ini, kok tidak mau ditulis namanya semua. Terus Mbah Kiai Kholil menimpali Kiai Hasyim. “Kalau mau ditulis silakan tapi sedikit saja.” Itulah wujud tawadunya Mbah Kiai Muhammad Kholil Bangkalan.

Sejarah di atas disampaikan oleh yang Mulia Maulana Al-Habib Luthfi bin Yahya (Rais ‘Aam Jam’iyah Alu Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdiyah pda Harlah Nu di Kota Pekalongan pada 2010. Sejarah ini juga ikut dicatat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Dalam buku ini lalu diberikan keterangan bahwa sejarah tersebut tetap dicantumkan meskipun Habib Hasyim bin Yahya mungkin tidak terlalu berkenan. Tim penulis beralasan jika sejarah semacam ini tidak akan ditemukan lagi di kemudian hari.

ISLAMKAFFAH

Koreksi Terhadap Nalar Fikih Bahar Bin Smith tentang Menikahi Mertua

Adagium arab mengatakan “kalau kamu ingin terkenal, kencinglah di atas Ka’bah”. Sekalipun itu kesalahan, namun yang bersangkutan pasti terkenal karena akan disorot oleh masyarakat dunia. Sejatinya, saat ini, banyak orang yang terkenal karena melakukan kesalahan atau kebodohan. Anehnya, tetap pede dan tidak merasa malu.

Bahkan, fenomena seperti itu sering dilakukan oleh mereka yang katanya da’i atau mubaligh. Kalau kepeleset lisan alias tidak disengaja bisa dimaklumi. Tetapi, kalau itu disampaikan berapi-api sungguh suatu sikap yang keterlaluan. Sebagai da’i atau mubaligh seharusnya belajar lebih dulu sebelum menyampaikan materi atau informasi keagamaan supaya tidak terjadi kesalahan yang fatal.

Seperti beberapa hari yang lalu, beredar potongan video ceramah Bahar bin Smith yang sangat memalukan. Secara garis besar ia mengatakan, seorang laki-laki boleh menikahi ibu mertuanya dengan syarat anak mertua yang telah dinikahinya telah diceraikan dan belum disetubuhi. Selengkapnya pernyataan Bahar bin Smith tersebut berikut ini.

“Sekalipun sudah selesai akad nikah tetapi si suami hanya mencium, atau bermain-main di pusar si istri, dan belum menempelkan kemaluannya, maka si suami boleh mentalaknya kemudian menikahi ibu mertuanya,”

Penyampaian Bahar bin Smith tersebut dalam fikih bertentangan dengan pendapat mayoritas atau jumhur ulama. Sebab, pendapat jumhur ulama mengatakan, seseorang yang telah akad nikah dengan seorang wanita, maka menikahi ibu wanita tersebut (mertua perempuannya) hukumnya haram, sekalipun istrinya (anak dari mertuanya) telah dicerai dan belum menjima’ dan menggaulinya.

Keharaman ini berdasar nash al Qur’an dan hadits yang sharih (jelas). Dalam al Qur’an ditegaskan:

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 23).

Secara tegas ayat di atas mengatakan, ibu mertua termasuk mahrom (wanita yang haram dinikahi).

Telah menjadi pengetahuan umum, dalam Islam tidak semua perempuan boleh dinikahi. Ada perempuan yang boleh dinikahi dan ada pula yang tidak boleh. Perempuan yang boleh dinikahi disebut ajnabi atau perempuan lain yang tidak memiliki hubungan mahrom.  Sedangkan perempuan yang sama sekali tidak boleh dinikahi dikenal dengan sebutan perempuan mahrom. (Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 36/ 200)

Dalam fikih dijelaskan, perempuan haram dinikahi disebabkan oleh tiga hal. Pertama, hubungan kerabat, yakni perempuan-perempuan yang memiliki ikatan hubungan darah atau kekerabatan, seperti ibu, nenek, anak perempuan, saudari kandung, bibi, keponakan perempuan, dan seterusnya.

Kedua, hubungan sepersusuan, yakni perempuan-perempuan yang memiliki hubungan disebabkan pernah menyusu pada seorang wanita yang sama dengan laki-laki tersebut.

Ketiga, hubungan kemertuaan (mushaharah), yakni perempuan yang mempunyai hubungan kemertuaan dengannya seperti ibu istrinya, istri anaknya, istri ayah atau kakeknya, dll. (Fiqh al-Manhaji ‘ala madzhab Imam Syafi’i 4/ 26 )

Imam Nawawi menjelaskan, dari hubungan perkawinan (mushaharah) lahir dua mahrom. Pertama mahrom muabbad (permanen) dan mahrom muaqqat (sementara). Masuk kategori mahrom muabbad ibu mertua, anak tiri, menantu dan ibu tiri. Sementara mahrom muaqqat adalah saudara perempuan dan bibi-bibi istri.

Jadi, jika laki-laki telah menikahi seorang wanita secara otomatis ibu kandung dan nenek wanita tersebut menjadi mahrom muabbad (haram dinikahi selamanya). (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab: 16/216).

Sampai disini telah dimengerti, setelah terjadi akad sekalipun belum berhubungan suami istri, maka ibu mertua langsung menjadi mahrom muabbad, yakni haram dinikahi selamanya.

Rasulullah bersabda: “…Setiap laki-laki yang menikahi perempuan (kemudian mentalaknya), telah menggaulinya atau belum, maka laki-laki tersebut tidak boleh menikahi ibu perempuan tersebut”. (HR. Turmudzi).

Dengan demikian, jelas bahwa menikahi ibu mertua sekalipun anaknya telah dicerai dan belum digauli hukumnya haram menurut mayoritas ulama.

Memang ada pendapat syadz (tidak wajar) yang mengatakan boleh menikahi ibu mertua setelah anaknya dicerai dan belum digauli. Pendapat ganjil ini disampaikan oleh Mujahid dan Ikrimah sebagaimana dikutip oleh Ibnu Jauzy. (Zaad al Masir: 2/10).

Pendapat ini disamping lemah juga tidak layak dipakai karena efeknya bisa menyakiti perempuan. Betapa sakit hati perempuan yang dicerai, kemudian mantan suaminya menikahi ibunya sendiri. Tak terbayangkan penderitaannya, apalagi masih tinggal satu rumah.

ISLAMKAFFAH

Haji ketika Usia Dua Bulan, Sahkah?

Sempat menjadi suatu pembahasan yang sangat menggelitik di negeri kita tercinta. Suatu statement yang sempat menimbulkan polemik, pro, dan kontra di sebagian besar kalangan orang-orang yang berkecimpung di sosial media. Terucap dari sebuah statement itu suatu kalimat, “Haji ketika usia dua bulan.”

Mengingat dalam kalimat tersebut terucap kata “Haji”, maka tentunya hal ini masuk ke dalam pembahasan syariat Islam. Karena haji sendiri termasuk dalam rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim. Tentunya, karena statement ini sarat akan faedah, maka perlu untuk diketahui tentang hukum haji ketika usia dua bulan, bagaimana menurut syariat dan hukum fikihnya.

Syarat sah haji

Sebelum membahas tentang hukum haji bagi anak kecil, perlu dibahas terlebih dahulu tentang syarat-syarat haji. Para ulama menyebutkan syarat haji ada lima, yaitu: Islam, berakal, balig, merdeka, dan mampu.

Kelima syarat di atas, terbagi menjadi tiga bagian [1]:

Pertama: Dua syarat yang menjadi sebuah keabsahan.

Kedua syarat tersebut adalah Islam dan berakal. Maka, tidak sah jika orang kafir dan orang gila melaksanakan haji.

Kedua: Dua syarat yang menjadi sebuah kewajiban dan keabsahan.

Kedua syarat ini adalah balig dan merdeka. Jika anak kecil yang belum balig atau budak melaksanakan haji, maka hajinya sah, namun perlu mengulang haji Islamnya.

Ketiga: Satu syarat yang menjadi sebuah kewajiban.

Yaitu, mampu. Mampu secara perbekalan, kendaraan, dan lain sebagainya. Maka, haji tidak wajib bagi seorang yang tidak mampu.

Para ulama telah sepakat akan kelima syarat ini. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,

لاَ نَعْلَم فِي هَذَا كُله اِخْتِلاَفاً

Kami tidak mengetahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) pada kelima syarat di atas.” [2]

Kendati sebagian para ulama menambahkan syarat keenam bagi wanita, yaitu adanya mahram. Dan sebagian lagi berpendapat adanya mahram masuk ke dalam syarat yang kelima, yaitu istitha’ah (mampu) [3]. Dari hal ini, dapat diketahui bahwa jika seorang wanita tidak memiliki mahram, maka ia tidak masuk dalam kategori orang yang wajib haji.

Berangkat dari kelima syarat yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa salah satu syarat haji adalah balig, artinya seorang anak telah mencapai usia balig baik dengan mimpi basah atau yang lain sebagainya.

Hukum haji bagi anak kecil yang belum balig

Ketika mendengar kalimat yang viral, “Haji ketika usia dua bulan”, mungkin yang pertama kali terbetik adalah bagaimana hukum hajinya? Apakah hajinya sah atau tidak? Apakah perlu mengulang hajinya tatkala sudah balig?

Pertanyaan-pertanyaan ini tentunya telah dibahas di dalam agama ini dan juga telah dibahas oleh para ulama. Terkait dengan hukum hajinya, maka hukumnya sah. Simaklah hadis berikut,

عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، قالَ: رَفَعَتِ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَها، فَقالَتْ: يا رَسولَ اللهِ، أَلِهذا حَجٌّ؟ قالَ: نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Seorang wanita mengangkat anak bayi miliknya di hadapan Nabi, kemudian ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah haji anak ini sah?’ Beliau menjawab, ‘Iya dan bagimu pahala.’” (HR. Muslim no. 1336)

Dari hadis ini, dapat diketahui bahwa haji anak kecil atau anak yang belum berusia balig, maka hajinya sah. Sah hajinya anak kecil laki-laki atau perempuan, baik yang belum ataupun yang sudah memasuki usia tamyiz [4].

Namun, apakah haji ini dapat menggugurkan kewajiban haji yang ada pada rukun Islam? Jawabnya adalah belum menggugurkan kewajiban tersebut. Artinya, haji anak kecil yang belum balig tidak dapat menggugurkan kewajiban haji yang terdapat pada rukun Islam, kendati hajinya sah. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, 

مَنْ حَجَّ ثُمَّ عُتِقَ فَعَلَيْهِ حَجَّةٌ أُخْرَى وَ مَنْ حَجَّ وَهُوَ صَغِيْرٌ ثُمَّ بَلَغَ فَعَلَيْهِ حَجَّةٌ أُخْرَى

“Siapa yang berhaji kemudian ia dimerdekakan oleh tuannya, maka wajib baginya untuk melaksanakan haji lagi. Dan barangsiapa yang berhaji di usia kanak-kanak kemudian ia balig, maka wajib baginya untuk melaksanakan haji lagi.” (Hadis disahihkan oeh Syekh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 4: 59)

Tatkala usia seorang anak berusia balig, maka ia tetap diharuskan untuk berhaji lagi. Mengingat hajinya tatkala sebelum balig tidak menggugurkan haji Islamnya.

Al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan,

“Para ahli ilmu telah bersepakat, bahwasanya anak kecil ketika melaksanakan haji di masa kecilnya, atau budak ketika berhaji ketika masih berstatus budak, kemudian anak kecil tersebut balig dan budak tersebut dimerdekakan, maka wajib bagi keduanya untuk mengulangi haji Islamnya.” [5]

Kemudian terbesit sebuah pertanyaan,

Bagaimana jika anak kecil menjadi balig ketika sedang berhaji?

Terdapat pembahasan di antara para ulama tentang hal ini, bagaimana jika ada seorang anak kecil yang mimpi basah ketika sedang berhaji? Apakah hajinya  perlu diulang kembali?

Andaikata seorang anak menjadi balig atau mengalami mimpi basah dan seorang budak dimerdekakan oleh tuannya sebelum wukuf di Arafah atau ketika wukuf, maka hajinya sah dan tidak perlu mengulang kembali haji Islamnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الحَجُّ عَرَفَةٌ

“Haji adalah Arafah.” (Hadis sahih, lihat Irwa’ul Ghalil, no. 1064)

Yakni, haji tidaklah dikatakan haji, kecuali ketika wukuf di Arafah. Karena inti dari haji adalah Arafah. Oleh karenanya, para ulama menyatakan bahwa haji anak kecil yang menjadi balig atau budak yang dimerdekakan ketika sebelum wukuf di Arafah itu sah dan tidak perlu diulang kembali.

Tata cara haji anak kecil yang belum balig

Secara umum, tata cara haji anak kecil yang belum balig sama dengan haji orang dewasa. Dari segi ihram, tawaf, wukuf, melempar jamrah, dan lain sebagainya. Namun, para ulama membedakan antara anak kecil yang sudah mumayyiz dan yang belum masuk usia mumayyiz. Maka, hendaknya wali dari anak kecil memperhatikan beberapa poin di bawah ini [7],

Pertama: Jika anak kecil belum masuk usia tamyiz, maka diniatkan ihram oleh kedua orang tuanya. Boleh ayah atau ibunya. Tidak dikhususkan untuk ayah saja. Sebagaimana hadis yang telah disebutkan di atas.

Kedua: Orang tuanya yang memandikannya ketika berniat ingin ihram, memakaikan kain ihramnya, dan menjauhinya dari larangan-larangan ihram. Seperti, memakai minyak wangi, menutup kepala bagi laki-laki, memakai pakaian berjahit, dan lain sebagainya. Jika anak tersebut wanita, maka dilarang untuk memakai sarung tangan dan niqab.

Ketiga: Jika anak kecil sudah memasuki usia tamyiz, maka orang tuanya memerintahkan anak tersebut untuk ihram. Dan ihram anak yang sudah memasuki usia tamyiz itu tidak sah, kecuali dengan izin kedua orang tuanya.

Keempat: Jika anak kecil sudah memasuk usia tamyiz, maka ia wajib untuk bersuci dari hadats dan najis ketika hendak melaksanakan tawaf. Jika belum memasuki usia tamyiz, maka kedua orang tuanyalah yang menyucikan anak tersebut dari najis dan sebagainya.

Kelima: Apa saja yang ada dari ibadah haji, yang mampu dikerjakan oleh anak kecil, maka anak tersebut yang mengerjakannya sendiri. Jika tidak mampu, maka boleh dikerjakan oleh orang tuanya. Seperti melempar jamrah, misalnya.

Keenam: Jika anak kecil yang dibawa untuk tawaf sudah berusia tamyiz, maka anak tersebut berniat untuk dirinya sendiri dan orang tua yang membawa anak tersebut berniat untuk dirinya sendiri. Artinya, niatnya masing-masing. Jika anak tersebut belum berusia tamyiz, maka orang tuanyalah yang berniat untuk tawaf.

Demikianlah hukum-hukum yang berkaitan dengan hajinya anak kecil, kendati terdapat banyak perincian-perincian lainnya tentang masalah ini. Silahkan untuk merujuk ke kitab-kitab fikih dari para ulama.

Kesimpulan

Anak kecil yang belum balig, boleh untuk melaksanakan haji dan hajinya sah. Namun, haji tersebut tidak dapat menggugurkan kewajiban haji Islamnya. Sehingga, di lain kesempatan, ia harus melaksanakan haji kembali. Adapun terkait ahkam dibedakan antara anak kecil yang sudah memasuki usia tamyiz dan yang belum memasuk usia tamyiz. Sebagaimana yang telah diterangkan pada poin-poin di atas.

Semoga bermanfaat. Wallahul Muwaffiq.

***

Depok, 15 Muharam 1446 H / 20 Juli 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/96634-haji-ketika-usia-dua-bulan-sahkah.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Pekerjaan ‘Mengontrol’ Hidup Kita, Tanda ‘Workaholic’

Para workaholic sulit mengistirahatkan pikiran untuk sementara waktu. Cepat atau lambat ini bisa ‘memakan’ dirinya sendiri, termasuk kesehatannya

Apakah Anda salah satu orang yang disebut ‘workaholics’ yang terlalu sibuk bekerja hingga ketagihan dan terbawa pekerjaan sepanjang perjalanan pulang dan kemana saja?

Banyak dari para ‘pecandu kerja’ ini tidak menyadari bahwa mereka terjebak dalam situasi tersebut hingga dapat membuat mereka kecanduan terhadap pekerjaannya.

Jika hal ini terjadi maka akan sulit mengendalikan diri dan membuat Anda terus bekerja sepanjang waktu. Tanpa disadari, kebiasaan ini lama kelamaan bisa berdampak pada kesehatan Anda.

Menurut para ahli, gejala terlalu sibuk bekerja seringkali dikaitkan dengan pekerjaan baru dan juga pekerjaan lama. Diantaranya ada yang baru naik jabatan, berganti jabatan dan lain sebagainya.

Mereka seringkali ingin membuktikan kinerja pekerjaannya lebih baik dari sebelumnya.

Tidak ada salahnya bekerja keras. Namun penting juga untuk membagi waktu secara seimbang antara pekerjaan, keluarga, waktu luang dan hal-hal yang penting bagi diri Anda sendiri.

Seringkali, mereka yang kecanduan pekerjaan akan menunjukkan banyak tanda atau gejala ‘workaholic’.

Di antara mereka, akan bekerja sepanjang waktu dan jarang mempunyai waktu untuk diri mereka sendiri. Kelompok ini juga akan sulit untuk menjauhi pekerjaan dan akan tetap bekerja keras.

Tak hanya itu, mereka juga akan membawa pulang pekerjaan setiap hari, termasuk akhir pekan.

Penyebab Bila Kerja

Menurut penelitian, kebanyakan orang yang tergila-gila pada pekerjaan disebabkan karena memaksakan diri. Misalnya, mereka ingin meraih kesuksesan atau status di tempat kerja dalam waktu singkat.

Selain itu, ada pula yang dikaitkan dengan faktor seperti budaya perusahaan, tekanan dari pimpinan atau atasan, orang yang mempunyai harapan besar untuk dapat meningkatkan statusnya, dan orang yang ingin mendapat perhatian dari pemberi kerja.

Menurut para ahli, salah satu tanda seseorang sudah mencapai tingkat ‘workaholic’ adalah ketika ia terus-terusan mengulangi kebiasaan bekerja tersebut hingga sulit melepaskan diri dari pekerjaan untuk sementara waktu dan kerap membawa pekerjaan ke rumah.

Menariknya, mereka yang ‘workaholic’ tidak serta merta harus berada di kantor seharian penuh. Menurut penelitian, mereka bisa bekerja kapan saja, di mana saja, termasuk saat sakit atau tidak sehat.

Dengan kata lain, mereka sulit mengistirahatkan pikiran untuk sementara waktu. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, yang tidak disadari banyak orang adalah lama kelamaan bisa menyebabkan kesehatan menurun.

Cepat atau lambat ia bisa ‘memakan’ dirinya sendiri. Anda akan mudah sakit dan pikiran Anda akan gelisah.

Kecanduan Kerja

Berdasarkan penelitian yang dilakukan University of Bergen, ada berbagai tanda orang yang ‘workaholic’. Di antara mereka:

1. Lebih sedikit waktu bersama keluarga

Tak peduli Anda punya keluarga sendiri atau tidak, pernahkah anggota keluarga Anda mengeluh karena Anda sering sibuk bekerja dan membuat mereka merasa diabaikan.

Sebabnya, jika di rumah Anda akan melakukan pekerjaan dan akan merasa gelisah atau cemas jika pekerjaan semakin bertambah. Kemudian Anda akan menghabiskannya dan terus bekerja tanpa mempedulikan keluarga dan orang-orang di sekitar Anda.

2. Suka mengecek email

Dimanapun mereka berada, kelompok ini akan sering mengecek email. Terlebih lagi, dengan fasilitas teknologi canggih selain koneksi internet yang mudah didapat di banyak tempat, kini tugas pekerjaan juga bisa dilakukan dimana saja.

3. Tidak ada batasan waktu untuk mengerjakan tugas

Rumah juga bisa menjadi kantor Anda. Misalnya saja, jika jam kerja resminya adalah pukul 09.00 hingga 18.00, maka ada sebagian orang yang suka datang lebih awal dan pulang larut malam.

Atau jika bekerja dari rumah, ada juga yang tidak mau berhenti bekerja setelah pukul 18.00 dan akan terus berlanjut hingga malam hari.

4. Jarang mengambil hari libur

Karyawan yang mengatur waktunya dengan bijak akan merasa senang dan menantikan hari libur atau cuti tahunan, namun tidak bagi mereka yang workaholic.

Seringkali kelompok ini akan selalu memikirkan pekerjaan yang menumpuk dan akan merasa resah, segala sesuatunya serba salah, khawatir jika pekerjaannya terganggu ketika sedang berlibur.

5. Abaikan diri Anda dan kesehatan  

Anda merasa sulit untuk menyisihkan waktu berkualitas bersama keluarga, termasuk diri Anda sendiri, dan akan menangis memindai untuk melakukan pekerjaan itu.

Dalam arti tertentu, Anda tidak tahu cara beristirahat. Ada juga yang akan terus berkarya dengan tujuan menunjukkan kemampuannya meski merasa stres dan tertekan.

Efek Negatif

Ada berbagai dampak negatif yang akan berdampak pada kesehatan Anda. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa gejala terlalu sibuk bekerja juga dapat menyebabkan kondisi fisik dan psikis yang tidak sehat selain mempengaruhi emosi seseorang.

Banyak yang masih teringat akan pekerjaan saat berkendara pulang, mandi dan makan. Sederhananya, pikiran mereka tidak bisa berhenti memikirkan pekerjaan kantor.

Lebih parahnya lagi jika mengganggu waktu istirahat hingga sulit tidur atau insomnia.

Selain itu, hal ini juga dapat berdampak pada bagian belakang tubuh Anda. Hal ini bisa terjadi akibat terlalu lama duduk di depan komputer hingga menimbulkan nyeri tulang belakang yang lama kelamaan dapat mempengaruhi postur tubuh.

Hal lainnya, para workaholic yang suka begadang juga sering mengonsumsi minuman berkafein seperti kopi secara berlebihan. Akibatnya juga dapat berdampak pada kesehatan seperti penyakit kardiovaskular dan tekanan darah tinggi.

Seringkali mereka yang workaholic juga sering menganggap dirinya bekerja keras karena terlalu tertarik dengan pekerjaan.

Namun, banyak juga orang yang mengabaikan akibat atau faktor internal dan eksternal yang menyebabkan mereka harus bekerja keras setiap hari.

Lebih menyedihkan lagi jika mereka sendiri tidak menyadari bahwa tugas yang mereka emban berdampak buruk bagi kesehatan mereka.

Jika Anda masih muda, Anda masih bisa menghadapi stres, namun jika kebiasaan bekerja tanpa henti ini terus berlanjut, pasti dapat berdampak pada diri sendiri dan kesehatan Anda berapa pun usianya.

Terlepas dari jabatan yang dipegang atau tugas yang diemban, pastikan untuk menyeimbangkan secara bijak antara waktu istirahat dan bekerja di kantor.

Hargai dan cintai kesehatanmu sejak muda. Penting untuk menyeimbangkan waktu antara pekerjaan, keluarga, waktu luang dan juga pastikan untuk meluangkan waktu untuk diri sendiri.*

HIDAYATULLAH