Shalat Gerhana Bulan Sendirian, Sahkah?

Gerhana Bulanakan terjadi pada tanggal 08 November 2022. Menurut fiqih Islam, ketika terjadi gerhana bulan, maka sunah hukumnya melaksanakan shalat sunah gerhana. Nah, lantas muncul persoalan, shalat gerhana bulan secara sendirian (tidak berjamaah), apakah shalatnya sah?

Menurut Imam Syihabuddin al-Nafrawi  al Azhari al Maliki, dalam kitab al-Fawakih al-Dawani mengatakan bahwa shalat sunah gerhana bulan tidak dikerjakan secara berjamaah— dilaksanakan secara sendirian (munfarid)—, dan lebih istimewa dikerjakan di rumah. Beliau berkata:

وليس في صلاة خسوف القمر جماعة، وليصل الناس عند ذلك أفذاذا لأنها مستحبة على المعتمد، ففعلها في البيوت أفضل

Artinya: Tidak dianjurkan shalat gerhana bulan itu dilaksanakan secara berjamaah. Untuk itu, umat Islam hendaknya melaksanakan shalat gerhana bulan itu secara sendiri-sendiri. Shalat gerhana bulan secara munfarid/ sendiri hukumya sunah, menurut pendapat yang muktamad . Di samping itu, melaksanakan shalat gerhana bulan di rumah itu lebih diutamakan.

Pada sisi lain, Habib Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al- Kaff secara terperincidalam kitab at-Taqrir as-Sadidah fil Masailil Mufidahbahwa melaksanakan shalat sunah gerhana bulan sunah hukumnya. Dan bisa dilaksanakan secara munfarid/sendirian, dan hukumnya masih sunah.

Habib Syekh Al-Kaff mengatakan pada halaman 347;

و حكمها سنة مؤكدة, ولو لمنفرد, و يكره تركها

Artinya: Hukum shalat gerhana bulan itu sunah, meskipun dikerjakan secara sendiri, dan makruh hukumnya meninggalkan shalat gerhana bulan.

Sementara itu, Imam Alauddin Abu Bakar bin Mas‟ud Al-Kasani al-Hanafi, mengatakan bahwa dalam mazhab Hanafi, shalat sunah gerhana bulan, tidak dikerjakan dengan cara Jamaah— tetapi dikerjakan secara sendiri-sendiri—, sedangkan yang menyebutkan hukum shalat sunah gerhana bulan Jamaah itu , dari kalangan mazhab Syafi’i. Imam Al-Kasani menerangkan itu dalam kitab Bada’i al-Shonai’.

وَأَمَّا خُسُوفُ الْقَمَرِ فَالصَّلَاةُ فِيهَا حَسَنَةٌ لِمَا رَوَيْنَا عَنْ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ قَالَ «إذَا رَأَيْتُمْ مِنْ هَذِهِ الْأَفْزَاعِ شَيْئًا فَافْزَعُوا إلَى الصَّلَاةِ» وَهِيَ لَا تُصَلَّى بِجَمَاعَةٍ عِنْدَنَا، وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ تُصَلَّى بِجَمَاعَةٍ

Artinya: Shalat gerhana bulan yang dilaksanakan di dalam rumah itu sangat bai. Pasalnya ada riwayat yang kami dapatkan dari Nabi, yang  menyebutkan bahwa Nabi bersabda, “Tatkala kalian menyaksikan fenomena  yang mengagetkan ini, maka segeralah laksanakan shalat.”

Ada pun  menurut Mazhab Hanafi shalat gerhana bulan  itu tidak dikerjakan secara berjamaah,sedangkan dalam pandangan  mazhab Syafi’i, sunah hukumnya dilaksanakan shalat gerhana bulan secara berjamaah.

Terkait khutbah shalat gerhana bulan yang dikerjakan secara sendiri-sendiri, Syekh Taqiyuddin Abu Bakar al-Hishni as-Syafi’i dalam kitab Kifayatu al Akhyar menjeskan bahwa barang siapa yang mengerjakan shalat gerhana secara sendirian/munfarid, maka tidak pakai khutbah. Artinya, shalat gerhana yang dikerjakan sendirian, tidak perlu memakai khutbah. Pasalnya, khutbah dalam shalat gerhana bulan hukumnya sunah. Jadi shalat tetap sah.

Syekh Taqiyuddin al Hishni berkata;

فِي كسوف الْقَمَر) وَمن صلى مُنْفَردا لم يخْطب وَيسْتَحب الْجَهْر بِالْقِرَاءَةِ فِي خُسُوف الْقَمَر)

Artinya; pada shalat gerhana bulan, barang siapa yang mengerjakannya secara sendiri-sendiri, maka tidak perlu khutb, akan tetapi disunahkan menyaringkan bacaan tatkala shalat gerhana bulan.

Imam Nawawi secara tegas menyebutkan bahwa bagi yang shalat sendirian tak perlu pakai khutbah, cukup mengerjakan shalat gerhana bulan saja. Dalam al Majmu’ Syarah al Muhadzab, dijelaskan bahwa khutbah itu hukumnya sunah, dan bukan menjadi syarat sah shalat gerhana bulan.

Imam Nawawi dalam kitab al Majmu’ Syarah al Muhadzab, berkata ;

اتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ خُطْبَتَيْنِ بَعْدَ صَلَاةِ الْكُسُوفِ وَهُمَا سُنَّةٌ لَيْسَا شَرْطًا لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ, وَلَا يَخْطُبُ مَنْ صَلَّاهَا مُنْفَرِدًا

 Artinya: Telah sepakat Imam as-Syafii dan para pengikutnya atas kesunnahan dua khutbah setelah shalat gerhana. Dua khutbah itu hukumnya hanyalah sunnah, dan bukan menjadi syarat sahnya shalat gerhana. Dan tak membaca khutbah bagi orang yang shalat sendiri.

Demikian penjelasan terkait shalat sunah gerhana bulan sendirian, sahkah shalatnya? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Wudhu Gunakan Botol Spray, Sahkah?

Wudhu merupakan salah satu cara untuk menyucikan anggota tubuh menggunakan air.Setiap Muslim diwajibkan bersuci sebelum akan melaksanakan ibadah shalat.

Adapun teknis penyucian anggota wudhu ini dibagi menjadi dua macam, yaitu membasuh (al-ghuslu) dan mengusap (al-mashu).

Allah SWT telah berfirman dalam QS al-Ma’idah ayat 6, Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah.

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.

Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

Lantas, bagaimana jika seseorang berwudhu dengan menggunakan botol spray?

Dalam kitab At-Tashil fi `Ulumit Tanzil telah dibedakan antara al-ghoslu dan al-mashu. Al-mashu adalah membasahi tubuh dengan usapan tangan yang terbasahi air, sementara al-ghoslu menurut Imam Malik adalah mengalirkan air dengan bantuan tangan dan menurut Imam Syafi’i berarti mengalirkan air (tanpa harus dengan bantuan tangan).

Saat berusaha berwudhu dengan menggunakan spray atau semprotan botol yang harus diperhatikan ada pada kegiatan membasuhnya.Dengan minimnya air yang ada, dikhawatirkan ada kekeliruan, yang harusnya dibasuh malah diusap.

Anggota tubuh yang saat wudhu wajib dibasuh, antara lain wajah, tangan sampai siku, serta kaki sampai ke mata kaki. Sementara, anggota tubuh yang wajib diusap adalah kepala, termasuk juga telinga.Selain empat bagian di atas, membasuh maupun mengusapnya hukumnya sunnah, menurut mayoritas ulama (jumhur).

Karena itu, perlu diingat anggota wudhu yang wajib dibasuh maka harus dibasuh, dengan cara mengalirkan air pada anggota badan tersebut. Jika kemudian diperlukan bantuan tangan untuk menjangkau bagian yang sulit dijangkau oleh aliran air, hal itu harus dilakukan.

Membasuh berarti tidak cukup sekadar semprotan tipis yang hanya membasahi dan tidak sampai mengalirkan air. Karena yang seperti ini disebutnya al-mashu atau mengusap, yang hanya berlaku pada bagian kepala.

Hal tersebut perlu menjadi perhatian bagi siapa pun yang ingin berwudhu atau menyucikan diri dengan menggunakan semprotan botol.Peng gunaan spray tersebut diperbolehkan, asalkan kedua teknis pensucian anggota wudhu ini diperhatikan. Karena jika hal ini sampai salah, akan berdampak pada ketidak absahan wudhu yang dilakukan. 

Imam al-Jasshos dalam kitab Ahkamul Qur’an menyebut, “Anggota wudhu yang diperintahkan Allah dibasuh, tidak sah hanya dengan dengan diusap. Karena membasuh maknanya mengalirkan air pada tubuh. Ketika seorang tidak melakukan ini, maka tidak disebut membasuh. Adapun mengusap tidak mengharuskan hal tersebut.Mengusap cukup dengan membasahi anggota tubuh dengan air, tanpa harus mengalirkan air padanya.” 

IHRAM