Orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah karena orang yang bergantung kepada selain Allah seperti orang yang berlindung dari panas dan dingin dengan rumah laba-laba. Rumah laba-laba merupakan rumah yang paling rapuh. Secara umum, landasan dan pondasi syirik adalah bergantung kepada selain Allah Swt sehingga pelakunya mendapatkan kehinaan dan celaan. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)
Ada dua kata kunci yang penting digarisbawahi dalam pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyah di atas, yaitu bergantung kepada selain Allah dan simbol kehinaan dari bentuk musyrik; yang dianalogikan bagaikan berlindung di rumah laba-laba. Lebih menarik lagi, pendapat Ibnul Qayyim ini ternyata hampir senada dengan salah seorang ilmuwan Psikologi Agama, Fredrick Schleimacher.
Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan adalah ketergantungan yang mutlak (Sense of Depend). Manusia merasa dirinya lemah sehingga ia menggantungkan diri kepada Tuhan. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dan ada di posisi mana jika orang yang menggantungkan diri kepada selain Allah?
Manusia adalah yang manusia yang paling sempurna (jasmaninya), tapi dalam surah lain Allah juga menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling lemah dalam melawan hawa nafsunya sendiri. Dalam kelemahan inilah, manusia sebaiknya menyadari siapa posisi dirinya di hadapan Tuhan.
Tentu saja, dalam proses penciptaan makhluk dan seluruh alam ini, tak dipungkiri lagi ada Sang Khaliq (pencipta, pembagus ciptaan, designer tercanggih) dalam alam ini. Semua tercipta karena kemaha-kuasaan-Nya, tidak sertamerta ada dengan sendirinya. Dan keimanan juga rasa ketergantungan itu harus lahir dari hati.
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menegaskan bahwa setiap hati itu sedang berjalan menuju negeri akhirat. Jalan yang benar sudah ditunjukkan begitu pula ujian jiwa dan amal, penghambat yang dapat menjauhkan diri dari Allah, cobaan melawan hawa nafsu syaithan, semua petunjuk itu telah termaktub di dalam Al-Quran.
Maka, dalam perjalanan seorang hamba, pasti ada banyak hambatan yang harus mereka lalui hingga akhirnya mampu memeroleh kenikmatan dekat dan selalu berada dalam pertolongan-Nya. Sesungguhnya, lanjut Ibnul Qayyim, ada lima perkara yang akan memadamkan cahaya hati, menutupi penglihatan dan menyumbat pendengarannya, membuat bisu dan tuli, melemahkan kekuatannya, menggerogoti kesehatannya, dan menghentikan tekadnya.
Adapun kelima perkara itu ialah kurang mengingat Allah Swt, mengumbar harapan (mengeluh) kepada manusia, bergantung kepada selain Allah Swt, terlalu kenyang (banyak makan) dan banyak tidur.
Lima hal inilah yang akan menggelapkan hati setiap manusia hingga mereka sudah tidak merasakan lagi betapa sengsaranya jika jauh dari Allah. Siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya merasa sakit.
Hati yang mati karena tertutup oleh titik hitam dosa yang harus disembuhkan dan diterapi melalui taubat. Siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya merasa sakit. Lima perkara ini menjadi penghalang antara hati dengan Allah Swt, menghambat perjalananya dan menimbulkan penyakit di dalamnya, antara lain bergantung kepada selain Allah.
Tidak ada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan kecuali dengan mengetahui Allah Swt dan mencintainya, merasa tenteram saat menyebut-Nya, senang berdekatan dengan-Nya dan rindu bersua dengan-Nya. Inilah surga dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatannya yang hakiki adalah kenikmatan di akhirat dan di surga. Dengan begitu dia mempunyai dua surga. Surga yang kedua tidak dimasuki sebelum dia memasuki surga yang pertama.
Bergantung kepada selain Allah Swt merupakan perusak hati yang paling besar, dan tidak ada yang lebih berbahaya selain dari hal ini, tidak ada yang lebih menghambat kemaslahatan dan kebahagiaannya selain dari hal ini. Jika hati bergantung pada selain Allah Swt maka Allah Swt menyerahkannya kepada sesuatu yang dijadikannya tempat bergantung.
Padahal apa yang dijadikan sebaga tempat bergantung itu sesungguhnya lemah dihinakan Allah Swt dan dia tidak mendapatkan maksudnya karena dia beralih kepada seain Allah sehingga dia tidak mendapatkan apa yang ada di sisi Allah Swt dan tidak mendapatkan dari apa yang dijadikanny sebagai tempat bergantung seperti yang diharapkannya.
“Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka.Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (Qs Maryam [19]: 81-82)
Sungguh kita adalah lemah. Maka kita membutuhkan Zat Yang Maha Kuat dan Menguatkan kita dari hal-hal buruk (kemaksiatan) yang sangat mungkin kita lakukan. Karenanya, Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa yang dengannya semoga Allah menjauhkan kita dari segala perbuatan buruk. Doa itu ialah Allahummaqsimlanaa min khasyyatika maa tahuulu bihi bainanaa wa bayna ma’shiyatik (Yaa Allah karuniakan kami rasa takut kepada-Mu yang akan menghalangi kami untuk bermaksiat pada-Mu).
Selain doa di atas, Rasulullah Saw pun telah menjamin bahwa mereka haram dari api neraka (tidak akan disiksa api neraka seizin-Nya). Dari Thariq bin Asyaim ra dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah) melainkan Allah Swt dan mengkufuri sesuatu yang disembah selain Allah Swt maka telah haram harta dan darahnya, dan pahalanya di sisi Allah (dijauhkan dari siksa neraka),” (HR Muslim)
Allahu ta’alaa a’lam
Oleh: Ina Salma Febriany