Hidupnya Hati

Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya tidak akan ada kehidupan bagi hati, kesenangan, dan ketenangan, kecuali dengan mengenal Rabbnya dan sesembahan yang menciptakan dirinya melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya.

Dan hal itu disertai dengan kecintaan kepada-Nya yang jauh berada di atas kecintaan dirinya terhadap segala sesuatu selain-Nya. Hal itulah yang akan memicu kesungguhannya dalam mendekatkan diri kepada-Nya jauh lebih keras daripada upayanya untuk mencari kedekatan diri kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Dan merupakan sebuah perkara yang mustahil bagi akal manusia untuk bisa mengenali dan memahami itu semua secara langsung dan terperinci. Maka, sifat kasih sayang Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahapenyayang menuntut perlunya diutus para rasul dalam rangka memperkenalkan diri-Nya, mengajak manusia untuk beribadah kepada-Nya, memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang memenuhi seruan mereka, dan memperingatkan orang-orang yang meyelisihi mereka.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 69)

Dengan demikian, kehidupan yang sejati hanya akan diperoleh dengan memenuhi ajakan para rasul. Sehingga, kebahagiaan dan kemuliaan hanya akan diraih dengan memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ وَاَنَّهٗٓ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul ketika ia menyeru kalian menuju sesuatu yang akan menghidupkan kalian. Dan ketahuilah sesungguhnya Allahlah yang menghalangi seorang manusia dengan hatinya. Dan sesungguhnya kepada-Nya lah nanti mereka akan dikembalikan.” (QS. Al-Anfal: 24)

Berdasarkan ayat ini, Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa kehidupan yang hakiki itu hanya akan bisa diperoleh dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Maka, barangsiapa yang tidak mau memenuhi panggilan ini tentunya tidak ada kehidupan bagi dirinya, meskipun dia masih memiliki sisi kehidupan ala binatang yang tidak ada bedanya antara dirinya dengan hewan yang paling rendah sekalipun.

Maka, kehidupan yang hakiki adalah kehidupan yang dimiliki oleh orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar hidup, meskipun jasad-jasad mereka telah mati. Adapun selain mereka pada hakikatnya adalah mayat-mayat, meskipun tubuh fisik mereka masih bernyawa.

Oleh sebab itu, maka orang yang paling sempurna hidupnya adalah orang yang paling baik dalam memenuhi panggilan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab di dalam semua ajaran yang diserukan oleh Rasul terkandung unsur kehidupan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan salah satu bagian darinya, maka ia juga akan kehilangan unsur kehidupan yang hakiki itu, walaupun di dalam dirinya masih terdapat kehidupan sesuai dengan kadar istijabah (pemenuhan panggilan) yang ada pada dirinya terhadap ajakan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. (lihat Al-Fawa’id, hal. 85-86)

Oleh karena itulah wahai saudaraku, janganlah kita tertipu oleh ‘kemajuan’ yang dialami oleh orang-orang kafir dan ahlul bid’ah dalam bidang teknologi, ekonomi, maupun perkara-perkara keduniaan lainnya. Sebab pada hakikatnya, mereka adalah orang-orang yang sudah atau hampir mati. Semakin banyak ajaran Islam yang mereka tentang dan campakkan, maka semakin lenyaplah harapan hidup yang mereka punyai. Tinggallah kehidupan mereka tidak ubahnya seperti binatang yang hidup hanya demi memuaskan naluri kebinatangannya. Wal ‘iyadzu billah.

Allah Ta’ala berfirman,

اَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَاَحْيَيْنٰهُ وَجَعَلْنَا لَهٗ نُوْرًا يَّمْشِيْ بِهٖ فِى النَّاسِ كَمَنْ مَّثَلُهٗ فِى الظُّلُمٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَاۗ 

Apakah sama antara orang yang sudah mati (orang kafir) yang kemudian Kami hidupkan dia dan Kami berikan pancaran cahaya untuknya sehingga dia bisa berjalan di tengah-tengah manusia dengan orang sepertinya yang tetap berada di tengah kegelapan serta tidak bisa keluar darinya?” (QS. Al-An’am: 122)

Ibnu Abbas dan para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang orang yang sebelumnya kafir kemudian mendapatkan hidayah dari Allah sehingga beriman (lihat Al-Fawa’id, hal. 87). Allah Ta’ala menyebut orang kafir sebagai orang yang sudah mati. Mengapa demikian? Sebab di dalam hatinya sudah tidak ada keimanan dan ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Oleh sebab itulah, Allah menamakan wahyu-Nya yang diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai ruh. Allah Ta’ala berfirman,

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا ۗ

Demikianlah Kami telah mewahyukan kepadamu ruh dengan perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengerti apa itu Al-Kitab dan apa itu iman, namun kemudian Kami menjadikannya sebagai cahaya yang memberikan petunjuk bagi siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (QS. Asy-Syura: 52)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah menggambarkan wahyu-Nya sebagai ruh dan cahaya. Maka, orang yang tidak mau menerima wahyu yang dibawa oleh rasul, pada hakikatnya telah membinasakan dirinya sendiri dan membiarkannya terjebak di dalam kegelapan. Sungguh tepat ungkapan Syaikhul Islam Abul Abbas Al-Harrani rahimahullah yang mengatakan, “Risalah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk dipenuhi bagi setiap hamba. Mereka pasti memerlukannya. Kebutuhan mereka terhadapnya jauh melebihi kebutuhan mereka terhadap segala sesuatu. Sebab risalah adalah ruh, cahaya, dan hakikat kehdupan alam semesta.” (Majmu’ Fatawa, 19: 99)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/79389-hidupnya-hati.html

5 Virus Perusak Hati

HATI adalah alat pengontrol. Jika dia baik, maka perbuatannya baik. Jika ia rusak, maka rusak juga perbuatannya.

Maka menjaga hati dari kerusakan harus selalu dilakukan.  Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa ada lima hal, yang menjadi penyebab rusaknya hati.

Pergaulan di Luar Batas

Bergaul itu perlu, tapi tidak asal bergaul dengan banyak teman, apalagi tidak jelas. Pergaulan yang salah juga hanya akan menimbulkan masalah.

Teman yang buruk cepat atau lambat akan menggelapkan hati, melemahkan dan menghilangkan hati nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam pemenuhan berbagai keinginan negatif.

Kita sering melihat orang-orang yang hidupnya hancur karena pergaulan di luar batas. Biasanya output semacam ini, karena tujuan pergaulanya adalah untuk dunia saja. Dan memang, kehancuran manusia lebih disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, di akhirat banyak yang akan menyesal memilih teman yang salah selama di dunia. Allah SWT berfirman:

وَيَوۡمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيۡهِ يَقُوۡلُ يٰلَيۡتَنِى اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِيۡلًا‏ ﴿25:27﴾ يٰوَيۡلَتٰى لَيۡتَنِىۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيۡلًا‏ ﴿25:28﴾ لَقَدۡ اَضَلَّنِىۡ عَنِ الذِّكۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِىۡ​ ؕ وَكَانَ الشَّيۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلً

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim menggigit kedua tangannya sambil berkata, ‘Aduh (dulu) jika aku mengambil jalan dengan Rasul. Celakalah aku, jika aku (sebelumnya) tidak membuat fulan dia adalah sahabat karibnya. Sesungguhnya dia menyesatkanku dari Al-Qur’an ketika sampai kepadaku.” (QS Al-Furqan: 27-29).

اَلْاَخِلَّاۤءُ يَوْمَىِٕذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ اِلَّا الْمُتَّقِيْنَ ۗ ࣖ

“Teman-teman dekat pada hari itu sebagian akan menjadi musuh bagi yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Az-Zukhruf: 67).

Ini adalah pertemanan yang didasarkan pada tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diinginkan. Jika arti pentingnya telah hilang, maka persahabatan akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan memaki.

Oleh karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul harus dilandasi dengan kebaikan. Tingkatan persahabatan karena Allah,  lebih tinggi dan lebih mulia kedudukanya di mata Allah.

Banyak Angan-angan Kosong

Angan-angan kosong seperti lautan tak berujung. Ini adalah lautan tempat para pecundang berlayar. Bahkan konon, angan-angan adalah modal para pecundang. Gelombang angan-angan terus menggoyahkannya, delusi kebohongan selalu mempermainkannya seperti anjing bermain dengan bangkai.

Sementara orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, keimanan dan amal shaleh yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah idealisme yang patut dipuji. Adapun angan-angan kosong, itu hanyalah tipuan. Nabi ﷺ memuji orang-orang yang mendambakan kebaikan.

Allah berfirman

يَعِدُهُمۡ وَيُمَنِّيۡهِمۡ‌ ؕ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيۡـطٰنُ اِلَّا غُرُوۡرًا‏

Ya’iduhum wa yuman niihim wa maa ya’iduhumush Shaitaanu illaa ghuruuraa

“(Setan itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.” (QS: An Nisa’ : 120)

Mengandalkan Selain Kepada Allah SWT

Ini adalah faktor terbesar kerusakan hati. Tidak ada yang lebih berbahaya daripada percaya dan mengandalkan selain kepada Allah. Jika seseorang bertawakal selain Allah SWT maka Allah akan menyerahkan urusan orang itu kepada sesuatu yang menjadi sandarannya.

Allah akan mempermalukannya dan membuat perbuatannya sia-sia. Dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari Tuhan, atau dari makhluk yang dia andalkan. Allah SWT berfirman:

وَاتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لِّيَكُوۡنُوۡا لَهُمۡ عِزًّا

كَلَّا‌ ؕ سَيَكۡفُرُوۡنَ بِعِبَادَتِهِمۡ وَيَكُوۡنُوۡنَ عَلَيۡهِمۡ ضِدًّا

“Dan mereka telah mengambil tuhan-tuhan selain Allah, agar tuhan-tuhan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sama sekali tidak! Kelak mereka (sesembahan) itu akan mengingkari penyembahan mereka terhadapnya, dan akan menjadi musuh bagi mereka.” (QS: Maryam: 81-82)

وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَعَلَّهُمْ يُنْصَرُونَ () لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُحْضَرُونَ

“Mereka mengambil tuhan-tuhan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Para berhala tidak dapat membantu mereka, meskipun berhala-berhala itu adalah tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.” (QS: Yaa Sin: 74-75)

Maka orang yang paling hina adalah orang yang bergantung kepada selain Allah. Ini seperti orang yang berlindung dari panas dan hujan di bawah jaring laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah terlemah dan paling rapuh.

Apalagi pada umumnya asal dan dasar syirik dibangun atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang-orang yang melakukannya tercela dan hina.

لَّا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا

Allah berfirman, artinya: “Janganlah kamu menjadikan Tuhan selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).” (QS: Al-Isra’: 22)

Makanan

Ada dua jenis makanan yang merusak.  Pertama, bersifat merusak karena substansinya, dan terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas bergigi, dan burung bercakar tajam.  Kedua, makanan yang diharamkan karena hak-hak budak.

Sesungguhmua syetan amat senang dengan  orang yang malas untuk melakukan ketaatan pada Allah. Mereka adalah orang yang sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memuaskan nafsunya. Jika dia kenyang, maka dia merasa berat dan dengan mudah mengikuti perintah iblis.

Setan memasuki tubuh manusia melalui aliran darah manusia. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalan setan. Sedangkan rasa kenyang membuat aliran darah menjadi lebih lancar dan membuat setan betah berlama-lama.

Barang siapa yang makan dan minumnya banyak, pasti akan banyak tidur dan banyak kehilangan. Dalam sebuah hadits terkenal disebutkan:

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk yaitu perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas.” (HR: At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

Kebanyakan tidur

Banyak tidur bisa membunuh jantung, melelahkan tubuh, menyita waktu dan membuat Anda pelupa dan malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, yang berbahaya, dan yang sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur pada saat paling dibutuhkan.

Segera tidur di malam hari lebih baik daripada tidur larut malam. Tidur siang (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.

Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Subuh dan terbitnya matahari. Karena ini adalah waktu yang sangat strategis, banyak diterimanya doa.

Meski para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah dan berdoa, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat Allah menurunkan rizki, saat diberikannya barakah. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya hanya karena benar-benar terpaksa.

Secara medis,  waktu tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada paruh pertama malam, juga pada seperenam malam terakhir, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut dokter. Jika lebih atau kurang dari itu maka akan mempengaruhi kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak berguna adalah tidur lebih awal di malam hari, setelah matahari terbenam. Dan itu termasuk tidur yang dibenci Nabi Muhammad ﷺ.* /Diadaptasi dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, Min Kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah

Hidayatullah

Hati-Hati dengan Hatimu!

Allah Swt Berfirman :

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِ

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS.Al-Anfal:24)

Ya Allah …

Ayat ini ingin mengingatkan kepada kita tentang suatu hal yang sangat penting.

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.”

Engkau bukanlah pemilik hatimu. Maka jangan pernah kau bersandar pada dirimu sendiri. Karena manusia tak pernah tau bagaimana akhir nasib dari hidupnya. Apakah hatinya tetap lurus atau sudah berpaling dari kebenaran.

Karenanya :

Jangan pernah sombong dengan amal-amalmu…

Jangan pernah mengandalkan kehebatan dan kekuatanmu…

Jangan pernah merasa bangga dengan prestasi-prestasimu…

Karena keselamatanmu bergantung pada hatimu.

يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ – إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:88-89)

Maka perbanyaklah berdoa kepada Allah agar menjaga hati kita untuk berada dalam kebenaran hingga akhir hayat. Lazimkan doa ini setiap hari :

اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ القُلُوب ثَبِّتْ قَلبِي عَلَى دِينِك، اللَّهُمَّ يَا مُصَرِّفَ القُلُوب اِصرِف قَلبي إِلَى طَاعَتِك.

Ya Allah… Duhai yang membolak-balikkan hati, kokohkan hatiku di atas agamamu. Duhai yang merubah hati, tetapkan hatiku dalam ketaatan kepada-Mu.”

Semoga Bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Urus Hatimu Terlebih Dahulu!

 Allah Swt berfirman :

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Ayat ini menyebut khusus tentang hati karena hati adalah tolok ukur keselamatan seseorang. Karena apabila hati selamat maka seluruh tubuh akan selamat. Dan apabila hati telah rusak maka seluruh tubuh akan menjadi rusak.

فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّىٰ

“Karena dia (dahulu) tidak mau membenarkan (Al-Qur’an dan Rasul) dan tidak mau melaksanakan shalat.” (QS.Al-Qiyamah:31)

“Membenarkan” adalah perbuatan hati. Karenanya hal ini lebih di dahulukan sebelum amal yang dilakukan dengan anggota badan seperti Solat misalnya.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗا

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu.” (QS.Al-Baqarah:10)

Ketika Al-Qur’an menceritakan tentang amal dan perilaku orang-orang munafik yang menyimpang, disebutkan pula bahwa hati mereka sedang sakit. Karena semua amal buruk itu sumbernya adalah karena hati mereka yang sakit.

إِنَّمَا يَسۡتَـٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.” (QS.At-Taubah:45)

Mereka enggan untuk berjihad bersama Rasulullah Saw dengan membawa berbagai alasan palsu, mengapa ?

Karena hati mereka dipenuhi keraguan tentang apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw !

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.” (QS.Ali ‘Imran:7)

Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan seenaknya saja dan mempermainkannya karena hati mereka condong pada kesesatan. Mereka tidak akan pernah bisa menangkap makna dari Al-Qur’an dan menyerap cahayanya karena hati mereka terkunci.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS.Muhammad:24)

Dan akhirnya, ketika kita ingin berjalan lurus di atas agama suci ini dan tidak menyimpang darinya, maka seringlah berdoa agar Allah tidak memalingkan hati kita dan mengokohkannya di atas jalan yang lurus.

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS.Ali ‘Imran:8)

Ayat-ayat di atas semua semua membicarakan mengenai pentingnya menjaga dan membersihkan hati. Maka urus hatimu.. hatimu.. terlebih dahulu !

Karena orang yang selamat dan sukses di akhirat hanyalah orang yang selamat hatinya.

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Alat Pendeteksi Kebenaran Yang Paling Canggih!

semua hal bisa dinilai dengan mata. Tidak segala sesuatu bisa terdeteksi oleh telinga. Bahkan akal manusia pun karena keterbatasannya, seringkali tertipu oleh tipuan-tipuan fatamorgana.

Lalu bagaimana cara kita mencari kebenaran yang sejati? Bila menilainya saja sulit sekali?

Dalam sebuah ayat Allah Swt berfirman :

أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَتَكُونَ لَهُمۡ قُلُوبٌ يَعۡقِلُونَ بِهَآ أَوۡ ءَاذَانٌ يَسۡمَعُونَ بِهَاۖ فَإِنَّهَا لَا تَعۡمَى ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَلَٰكِن تَعۡمَى ٱلۡقُلُوبُ ٱلَّتِي فِي ٱلصُّدُورِ

“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS.Al-Hajj:46)

Ayat ini sungguh memberikan jawaban yang sangat indah. Seakan semua indera yang ada dalam tubuh kita sangat bergantung dengan kondisi hati.

Bila hati itu kotor, maka mata juga akan menjadi buta dan sulit melihat kebenaran.

Bila hati itu kotor, maka telinga juga akan tuli dalam mendengarkan seruan kebenaran.

Bila hati itu kotor, maka akal pun akan tumpul dalam menilai kebenaran.

Karena hati itu bagaikan cermin, bila cermin itu penuh noda maka ia tidak akan bisa memantulkan benda yang begitu jelas dihadapannya. Begitupula hati, bila hati itu kotor ia tidak akan bisa menyerap kebenaran walau sangat nyata dihadapannya.

Bila engkau ingin mencari kebenaran, maka langkah pertama adalah bersihkan hatimu! Karena hati adalah wadah utama yang akan menampung kebenaran tersebut. Karenanya, ketika Allah memerintahkan Nabi Musa as untuk mendatangi Fir’aun, pertama yang disampaikan oleh Nabi Musa as adalah :

فَقُلۡ هَل لَّكَ إِلَىٰٓ أَن تَزَكَّىٰ

Maka katakanlah (kepada Fir‘aun), “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri?” (QS.An-Nazi’at:18)

Bersihkan hati dari kesombongan, iri, dengki, merasa lebih baik dari orang lain dan noda-noda lainnya hingga matamu, telingamu dan akalmu mampu bekerja dengan baik untuk mendeteksi kebenaran.

Semoga bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Noda Di Hati, Yang Membandel

Banyak orang yang sangat memperhatikan penampilan lahiriah. Ketika baju terkena sedikit noda, akan segera dicuci dan tidak rela membiarkan noda tadi membandel. Sejatinya perilaku seperti ini tidaklah mengapa. Sebab Islam memang menyukai penampilan yang indah dan mencintai kebersihan. Dalam sebuah hadits sahih disebutkan,

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ

Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ûd radhiyallahu’anhu).

Namun, amat disayangkan, kerap perhatian kita terhadap kebersihan luar tidak sebanding dengan perhatian kita terhadap kebersihan dalam. Alias kita lebih memperhatikan penampilan lahiriah dibanding penampilan batin. Padahal dampak buruk kotornya hati, jauh lebih berbahaya dibanding dampak kotornya baju. Sebab akan terasa hingga di akhirat.

Perlu diketahui, bahwa sebagaimana noda di atas baju jika dibiarkan akan membandel. Begitu pula halnya saat noda dalam hati tidak segera dibersihkan. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat; niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka” (QS. Al-Muthaffifin: 4). (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).

Bukanlah aib manakala seorang hamba terjerumus kepada perbuatan dosa, sebab tidak mungkin manusia biasa suci dari dosa. Namun aib itu bilamana setelah terjerumus kepada perbuatan dosa, seorang insan tidak segera memperbaikinya, malah justru ia semakin tenggelam dalam kubangan dosa. Nabiyullah shallallahu’alaihi wasallam menasehatkan,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Bertakwalah kepada Allah kapanpun dan di manapun engkau berada. Serta iringilah perbuatan buruk dengan kebajikan supaya ia bisa menghapuskannya” (HR. Tirmidzy dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinyatakan sahih oleh Al-Hakim).

Mari kita berusaha untuk terus menerus menjaga kebersihan hati kita. Tidak hanya sekedar memperhatikan kebersihan pakaian luar kita!

اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا

Ya Allah karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya”. (HR. Muslim dari Zaid bin Arqam radhiyallahu’anhu).

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19817-noda-di-hati-yang-membandel.html

Hati Adalah Cermin, Sudahkah Jernih dan Bening?

HATI itu bagaikan cermin. Ia mungkin saja bening, jernih dan memancarkan bayangan seindah aslinya. Namun ia juga bisa jadi buram, kotor dan menampakkan wajah kepalsuan.

Orang yang waras pasti menyukai cermin yang bening yang mampu memberikan gambaran kenyataan sebagaimana adanya. Hanya orang yang gila yang menyukai cermin buram dan kotor untuk menutupi kekurangan dan kekotoran dirinya sendiri. Ada kaidah sosial yang sering kita saksikan kebenarannya: “Orang kotor seringkali menuduh orang lain itu kotor untuk menyembunyikan kekotoran dirinya.”

Hati orang mukmin bagaikan cermin yang dimiliki seorang pengantin perempuan. Tak pernah dibiarkan cerminnya kotor sedikitpun karena setiap saat selalu ia gunakan untuk melihat tampilan dirinya. Hati orang fasik adalah bagai cermin yang dimiliki lelaki sepuh buruk muka, cermin itu tak pernah dibersihkan karena ditatapnyapun hanya setahun sekali.

Hati perlu bening biar bias cahaya semakin terang benderang. Jangan biarkan hati itu kotor dan gelap karena ia tak akan mampu memantulkan apa-apa dan bahkan senang bersahabat dengan kegelapan itu sendiri. Hati yang gelap akan disukai oleh iblis dan setan, karena iblis dan setan memang penyuka kegelapan. Sementara itu hati yang bening bercahaya akan disuka oleh Allah dan mailakat-malaikatNya.

Saudaraku dan sahabatku, kalau Anda melihat film horor, hantu, genderuwo, kuntilanak dan sejenisnya selalu muncul dalam kegelapan. Tidak pernah para setan itu muncul dalam cuaca terang benderang. Kalaupun ada, itu penulis skenario dan sutradaranya salah paham pada dunia iblis dan setan.

Sekarang, bagaimanakah caranya membeningkan hati? Sungguh jawaban atas pertanyaan ini menjadi sangat penting utuk diketahui demi kebahagiaan hati kita, demi kebercahayaan hati kiti. Semoga ita ada waktu untuk membahasnya. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif laam Miim Surabaya. [*]

 

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

Nilai Manusia Terletak pada Hatinya

URUSAN hati adalah hal penting yang selalu diperhatikan oleh Alquran. Bahkan nilai manusia terletak pada hatinya. Kali ini kita akan menyimak 8 hati yang sehat menurut Alquran. Apa saja 8 hati itu?

1. Hati yang tunduk. Yaitu hati yang tunduk, tenang dan yakin dengan keputusan Allah Ta’ala. “Dan tunduk hati mereka kepadanya (Alquran).” (QS.al-Hajj:54)

2. Hati yang selamat. Yaitu hati yang ikhlas karena Allah Ta’ala. Dan bersih dari kekufuran, kemunafikan dan kehinaan. “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.ash-Shuara:89)

3. Hati yang kembali. Yaitu hati yang selalu kembali dan bertobat kepada Allah. Kemudian bertekad untuk selalu taat kepada-Nya. “Yaitu orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak terlihat (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat.” (QS.Qaf:33)

4. Hati yang takut. Yaitu hati yang takut amalnya tidak diterima oleh Allah dan dia selalu khawatir tidak selamat dari azab-Nya. “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS.al-Mukminun:60)

5. Hati yang bertakwa. Yaitu hati yang men-agungkan syiar-syiar Allah. “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS.al-Hajj:32)

6. Hati yang mendapat hidayah. Yaitu hati yang rela dan pasrah dengan ketentuan Allah Ta’ala. “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS.at-Taghabun:11)

7. Hati yang tenang. Yaitu hati yang tentram dengan meng-Esakan Allah dan selalu mengingat-Nya. “Dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.” (QS.ar-Rad:28)

8. Hati yang hidup. Yaitu hati yang mau merenungkan apa yang terjadi pada umat-umat terdahulu yang melawan perintah Allah Ta’ala. “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Qaf:37)

Inilah 8 tipe hati yang sehat dalam Alquran. Semoga hati kita termasuk dalam salah satu kriteria di atas. [Khazanahalquran]

Hati Tenteram dengan Tauhid

Ketenteraman hati merupakan impian setiap insan, hilangnya rasa duka, rasa sedih, rasa keterpurukan sudah menjadi cita-cita setiap manusia, namun tak semua manusia dapat merasakannya, Allah Ta’ala memberikan semua rasa itu hanya kepada yang Ia inginkan, namun Allah Ta’ala juga memberikan sebuah jalan untuk mendapatkan, jalan itu adalah jalan ketauhidan.

Ikhwati fillah jika kita lihat diri ini sering terpuruk, sering di rundung kesedihan dan kecemasan, ketahuilah itu karena tauhid kita yang lemah, sebab tauhid dalam diri bagai pondasi dalam sebuah bangunan, jika pondasiya lemah maka bangunan pun akan cepat rapuh dan hancur, begitu pula hati seorang muslim jika tauhidnya lemah maka imannya akan cepat rapuh dan hancur.

Di dalam ketauhidan ada penawar untuk kesedihan, di dalam tauhid ada dasar dari setiap kebahagiaan, padanya terdapat tali ikatan antara hamba dan Rabbnya. Rasulullah bersabda,

Musa ‘alaihis salam pernah berkata: “Wahai Rabb-ku! Ajarkan kepadaku sesuatu yang bisa kugunakan untuk berdzikir dan berdoa kepada-Mu.” Allah menjawab: “Katakanlah, wahai Musa: laa ilaaha illallaah.” Musa berkata: “Wahai Rabb-ku! Semua hamba-Mu mengatakan ucapan ini?”. Allah berkata: “Wahai Musa! Seandainya langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya selain Aku, demikian pula bumi yang tujuh diletakkan di atas daun timbangan, kemudian laa ilaaha illallaah di atas daun timbangan yang satu, niscaya yang lebih berat adalah timbangan laa ilaaha illallaah” (HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim. al-Hakim menyatakan hadits ini sahih).

Nabi Musa ‘Alaih Salam bertanya akan dzikir yang paling baik, dan ia mendapatkan jawaban tauhid. Karena memang tauhid pujian paling tinggi untuk Allah Jalla wa ‘Alla, dan hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Bahkan doa yang diajarkan Rasulullah saat dilanda kesedihan adalah

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Yang Maha Agung, Maha lembut, Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Rabb Al ‘Arsy Yang Agung, Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Rabbnya langit-langit dan Rabbnya bumi, Rabbnya “Arsy Yang Mulia.”( HR. Bukhari dan Muslim).

Doa yang lain, dari Abu Bakrah radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “doanya orang yang terkena kesulitan adalah:

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Wahai Allah, Rahmat-Mu aku harapkan, maka janganlah sandarkan aku kepada diriku walau sekejap mata, perbaikilah keadaanku seluruhnya, tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau” (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Abu Daud, no. 3294).

Doa yang lain, dari Anas bin Malik ia berkata, dahulu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika dilanda keresahan beliau membaca,

 يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ

Wahai yang Maha hidup, Maha berdiri sendiri, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 4777).

Dari doa-doa yang di ajarkan Rasulullah saat di landa keresahan semuanya kembali kepada Tauhid, bersaksi bahwa dirinya adalah hamba dan Allah Rabb tempat bergantung, pertolongan hanya ada dariNya, tiada lagi yang berhak di sembah kecuali Allah, Rabb semesta alam, Rabb ‘Arsyal Adzim.

Namun, bagaimanakah agar Tauhid ini menjadi penawar bagi kesedihan?

Allah ta’ala berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” (QS. Muhammad: 19).

Yaa, ketahuilah! Berilmulah! Bahwa tiada Tuhan yang berhak di sembah dengan benar melainkan Allah ‘Azza wa Jalla, itulah perintah Allah yang tersirat lewat ayat ini, selalu pertebalah ketauhidan dalam hati. Karena hati tidak akan tenteram kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan di dapat kecuali dengan ilmu.

Madinah, 24 Safar 1436
6 Desember 2015

***

Penulis: Muhammad Halid Syar’i

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/27887-hati-tenteram-dengan-tauhid.html

Cinta Pertama: Hanya kepada Allah

SEMUA pernah merasakan cinta pertama, ada suka dan duka, bahagia dan benci, senang dan sedih. Rasa ini senantiasa menghiasi setiap hari. Indah rasanya.

Tak heran, banyak yang mencurahkan cinta hanya pada manusia. Sesungguhnya sang Pencipta telah menanamkan benih-benih untuk mencintai dan dicintai.

Namun, karena keterbatasan manusia, tak jarang semuanya berakhir hampa dan terus merasa ada yang kurang. Cinta pertama seolah menjadi jalan kekecewaan yang menuntut mencari cinta yang lain.

Beruntunglah manusia yang menjadikan ‘cinta pertamanya’ hanya kepada Allah SWT. Dialah pemilik cinta manusia, cinta yang paling agung, paling tinggi dan paling abadi.

Sebagai manusia, kita menyukai kesempurnaan, mengelu-elukan orang terkenal seperti artis, orang pintar, genius, dan pahlawan. Mereka semua kita anggap sempurna. Kita mendambakan mereka tiap saat. Bahkan kita ingin seperti mereka. Pernahkah terpikirkan ada kesempurnaan yang maha sempurna dari orang-orang yang kita impikan itu? Kesempurnaan yang dimiliki Allah.

Kita senang dengan orang yang berbuat baik. Tak jarang jiwa pun akan mencintai seseorang yang berbuat baik pada kita. Namun adakah yang berbuat baik pada kita melebihi kebaikan Allah? Segala kebaikan dan nikmat yang kita rasakan, hanya berasal dari-Nya.

Jika demikian, tidakkah Allah berhak mendapatkan cinta kita? Mengapa kita tidak mencintai Allah, lebih dari mencintai sesama manusia?

Mengapa cinta kepada Allah tidak menghiasi relung jiwa, pikiran, dan hati kita? Dan mengapa kita lupa memberikan Cinta Pertama kita pada-Nya?

Rasa cinta ke sesama manusia membuat kita seakan menjadi budak perasaan. Kita begitu sedih jika orang yang kita kasihi tidak ada kabar, dan mungkin tidak peduli dengan kita. Tapi pernahkah kita memikirkan betapa sedihnya kekasih sejati kita, Allah Swt saat kita menomorduakan-Nya, saat kita bermalas-malasan saat telah ada panggilan untuk menjumpai-Nya, sujud pada-Nya.

‘Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi Ala Ta’atik’

“Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku di atas ketaatan kepada-Mu” [HR. Muslim (no. 2654) [Chairunnisa Dhiee]