8 Kunci Berbakti kepada Kedua Orangtua

8 Kunci Berbakti kepada Kedua Orangtua

MARI kita bertanya pada diri kita sendiri, sudah seberapa besar kasih sayang yang telah kita tunjukkan kepada kedua orangtua? Berapa banyak pengorbanan yang telah kita lakukan untuk mereka?

Jika boleh jujur, banyak dari kita yang masih belum mampu secara maksimal memuliakan keduanya, bahkan tidak pandai menjaga hati keduanya.

Berbakti kepada kedua orangtua (birrul walidain) merupakan naluri dan fitrah setiap manusia. Dalam jiwa setiap orang tertanam sifat cinta/hormat pada kedua orangtuanya.

Kita harus tahu bagaimana menjaga hati orangtua kita dan mengamalkannya sejak dini. Dengan membiasakan sifat ini, akan menjadi kebiasaan dan terbawa sampai suatu saat nanti.

Di bawah ini adalah kunci-kunci berbakti kepada orang tua (sekaligus meralat kesalahan)

  1. Bersikap Hormat dalam Keadaan Apapun

Bersikaplah hormat dalam situasi emosional apa pun. Mungkin kita pernah marah, pernah frustasi, tapi perasaan yang terbaik adalah tidak mengurangi rasa hormat kita kepada kedua orangtua kita. Tetaplah tenang dan bijaksana dalam menjaga emosi dengan baik.

Perintah untuk berbakti kepada orangtua sendiri telah dijelaskan dalam Al-Quran dan hadis. Dalam Al-Quran Surat Al Isra ayat 23, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa menyembah kepada-Nya dan berbuat baik kepada orangtua, yakni ibu dan bapak.

وَقَضٰى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِالْوٰلِدَيْنِ إِحْسٰنًا   ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS: Al Isra: 23).

Abu ‘Amr Asy-Syaibani meriwayatkan, pemilik rumah ini (seraya menunjuk ke rumah Abdullah bin Mas’ud) menyampaikan kepadaku;

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: «الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا» قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ» قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ» قَالَ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

“Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Rasul menjawab, “Shalat pada (awal) waktunya.” “Kemudian apa lagi?” Nabi Menjawab lagi, “Berbakti kepada kedua orangtua.”Aku bertanya kembali.” “Kemudian apa lagi?” “Kemudian jihad fi Sabilillah.”

Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda:

« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »

Artinya: “Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orangtuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk Surga.” (HR: Muslim)

  1. Jangan Mendebat Meski Ada Perbedaan Pendapat

Pendapat harus disampaikan dengan cara yang halus dan sopan, tidak kasar. Beda generasi, beda usia, beda pengalaman membuat ruang perbedaan mungkin semakin lebar. Meski demikian, jangan mendebatnya (apalagi dengan mengucapkan kata-kata kasar) kepada mereka.

Dalam Tafsir Thobari disebutkan kisah dialog antara Nabi Ibrahim dan Ayahnya. Nabi Ibrahim menasehati orangtuanya dengan dialektika penuh hormat yang ia tunjukkan kepadanya, terkait keyakinan ayahnya dalam menyembah patung.  Nabi Ibrahim tidak pernah memaksakan kehendaknya, meski tahu sang Ayah salah.

  1. Jangan Penah Meninggikan Suaramu

Bagaimana pun perasaan kita saat itu, jangan pernah meninggian suara. Apalagi sampai berteriak, apalagi sampai membentak saat berbicara dengan orangtua. Tidak semua orang bisa mengontrol emosi saat marah, tapi cobalah berbicara dengan lembut kepada kedua orangtua.

Allah Swt memerintahkan kita untuk merendahkan suara , sebagaimana firman-Nya dalam dalam QS: 31 (Luqman) ayat 19:

وَٱقۡصِدۡ فِى مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَ‌ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٲتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ

Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (QS: Luqman : 19).

Dalam QS al-Hujurat ayat 2 Allah melarang orang-orang yang beriman meninggikan suara melebihi suara Nabi Muhammad ﷺ. Berbicara cukuplah dengan suara yang bisa didengar dan dimengerti oleh teman bicara. Suara yang lunak dan lembut memberikan kesan adanya kasih sayang di dalamnya.

  1. Menjaga Hati Orangtua dengan Selalu Meminta Izinya

Rasulullah ࿟ menyebutkan bahwa ridha Allah Ta’ala bergantung pada ridha orangtua. Sama halnya dengan mencari ridha Allah yang merupakan suatu kewajiban, demikian pula dengan mencari ridha orangtua.

Minta izin dan cium tangan orangtua sebelum pergi atau setelah pulang. Kami menerapkan ini berdasarkan apa yang diajarkan orangtua kami ketika kami masih kecil.

Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata:

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

Artinya: “Ridha Allah tergantung pada ridha orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua.” (HR:  Tirmidzi)

Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhuma,  berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

“Seorang pria mendatangi Nabi ࿟ untuk meminta izin beliau agar diberangkatkan berjihad. Maka beliau bertanya, ”Apakah kedua orangtua Anda masih hidup?”  Pria tersebut menjawab, ”Iya”.  Maka Nabi pun berkata, ”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (HR: Shahih, Bukhari, dan Muslim).

  1. Tidak Memarahi atau Mencela Orangtua

Jangan pernah memarahi orangtua meskipun kita merasa ada yang salah dengan mereka. Teguran harus disampaikan dengan sopan.  Karena sangat penting bagi kita menjaganya. Jangan pernah memarahi mereka bahkan jika mereka berada di pihak yang salah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orangtuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orangtuanya ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” (HR: al-Bukhâri,  dan Muslim).

  1. Jangan Menasehati atau Berceramah pada Orangtua

Jangan mengajar, menasihati atau memberi ceramah pada orangtua. Hatta, ilmu kita sekelas doktor atau profesor sekalipun. Ketika ingin memberikan pendapat atau orangtua yang meminta pendapat kita, maka perlu memberi dengan sopan dan bijaksana.

Mendengarkan lawan bicara dengan sangat antusias adalah anjuran Islam. Bahkan meskipun kita pernah mendengar hal tersebut sebelumnya, hendaklah kita tetap mendengarkan dengan baik.

Adalah ulama dan perawi hadits dari golongan tabi’in, yang bertempat tinggal di Makkah, ‘Ataa’ bin Abi Rabah yang begitu bijak menghadapi lawan bicara, hatta, beliau sudah mengerti. Beliau berkata;

إن الرجل ليحدِّثني بالحديث فأنصت له كأني لم أسمعه وقد سمعته قبل أن يولد

“Ada seseorang laki-laki menceritakan kepadaku suatu cerita, maka aku diam untuk benar-benar mendengarnya, seolah-olah aku tidak pernah mendengar cerita itu, padahal sungguh aku pernah mendengar cerita itu sebelum ia dilahirkan.” (dalam Siyar A’laam An-Nubala 5/86).

Kemampuan mendengar dan mengamati dengan baik jarang dimiliki oleh kebanyakan orang. Sebagian besar hanya pandai dalam percakapan, tetapi cukup lancar dalam hal mendengarkan percakapan orang lain dengan baik.

Mungkin ada banyak perbedaan pandangan, pendapat, pengetahuan dalam banyak hal yang mungkin tidak akan pernah sama. Tapi mereka berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang dari kita.

  1. Jangan pernah Menyela Pembicaraanya

Jangan sekali-kali menyela pembicaraan orangtua. Adab seorang Muslim adalah bersikap baik dan hormat kepada lawan bicara, apalagi terhadap orangtua.

Betapapun mereka keliru, sebaiknya, anak mendengarkan saja, kecuali ketika kita diminta pendapat.  Kita tahu kapan harus berbicara dan kapan harus mengamati dengan baik.

Kebiasaan memotong pembicaraan atau menyela pembicaraan orang lain adalah orang tindakan tidak sopan. Imam Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata;

إذا جالست فكن على أن تسمع أحرص منك على أن تقول , و تعلم حسن الاستماع كما تتعلم حسن القول , و لا تقطع على أحد حديثه

“Apabila engkau sedang duduk berbicara dengan orang lain, hendaknya engkau bersemangat mendengar melebihi semangat engkau berbicara. Belajarlah menjadi pendengar yang baik sebagaimana engkau belajar menjadi pembicara yang baik. Janganlah engkau memotong pembicaraan orang lain.” (dalam Al-Muntaqa hal. 72).

Bahkan Al-Quran sendiri yang melarang kita berbicara ‘AH’ kepada kedua orangtua. Berkata ‘ah’ saja dilarang, apalagi memotong pembicaraan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (QS: Al-Israa’ : 23-24).

  1. Menjaga Hati dan Mengutamakan Keduanya

Tata cara lain berbakti kepada orangtua adalah sikap sehari-hari yang mengutamakan orangtua dalam segala kegiatan. Seperti menyediakan tempat duduk, mendahulukan makan, minum dan sebagainya.  Moralitas seperti ini sudah mulai jarang kita temukan dalam jiwa anak muda zaman sekarang.

Dalam Kitab Shahih Muslim hadits no 1603 disebutkan;

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ قَالَ قَالَ سَمُرَةُ بْنُ جُنْدُبٍ لَقَدْ كُنْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُلَامًا فَكُنْتُ أَحْفَظُ عَنْهُ فَمَا يَمْنَعُنِي مِنْ الْقَوْلِ إِلَّا أَنَّ هَا هُنَا رِجَالًا هُمْ أَسَنُّ مِنِّي

Dari Abdullah bin Buraidah ia berkata, Samurah bin Jundub berkata; “Pada masa Rasulullah ﷺ aku masih kecil, dan telah menghafal (beberapa hadits) dari beliau, maka tidak ada yang menghalangiku untuk berbicara kecuali karena di sini terdapat orang-orang yang usia mereka lebih tua dariku.  (HR: Muslim).

Masih banyak hadits-hadits lain yang menuntunkan kita agar berbakti kepada orangtua dengan menghormati dan mendahulukan yang lebih tua.*

HIDAYATULLAH