Saat ini kita sudah berada dalam bulan Rabiul Awal 1438 H. Besok tanggal 12 Rabiul Awal 1438 H diperingati sebagai Maulid Nabi Muhammad Saw. Salah satu pesan peringatan Maulid Nabi yang perlu dihayati oleh seluruh umat Islam ialah pesan untuk membangun persatuan umat. Persatuan umat yang sesungguhnya tidak tercipta karena uang atau koalisi kekuasaan, tetapi persatuan umat lahir dari kekuatan ukhuwah yang dilandasi keimanan. Sedangkan kekuatan ukhuwah itu sendiri tergantung pada gerakan hati dan semangat yang sama dari umat Islam.
Nabi Muhammad adalah pembangun ukhuwah umat Islam yang pertama kali dan paling berhasil. Nabi Muhammad bukan hanya tokoh sejarah, akan tetapi juga adalah utusan Allah atau pembawa risalah yang ajaran-ajarannya, perkataan dan perbuatannya wajib diikuti oleh setiap muslim.
Menurut para ahli sejarah yang meneliti sirah nabawiyah, sekurang-kurangnya terdapat empat pilar kekuatan masyarakat dan negara yang dibangun dan diwariskan oleh Nabi lima belas abad yang lampau, yaitu:
Pertama, kekuatan akidah dan ibadah. Dalam kaitan ini Nabi Muhammad menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan akidah, ibadah, dan muamalah dalam masyarakat Islam dengan berbagai ragam latar belakang sosial budayanya.
Kedua, kekuatan ekonomi, yaitu dengan membangun etos kerja umat, menegakkan moral para pelaku ekonomi serta menggerakkan potensi zakat, infak, sedekah dan wakaf sebagai sistem jaminan sosial melalui peran negara dengan membentuk Baitul-maal.
Ketiga, kekuatan sosial. Dalam hal ini Nabi Muhammad membangun hubungan persaudaraan, ukhuwah Islamiyah, membudayakan tolong-menolong di antara sesama muslim.
Keempat, kekuatan politik. Nabi Muhammad membentuk kontrak politik dengan semua unsur dan komponen masyarakat melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan piagam negara tertulis pertama di dunia, jauh sebelum munculnya Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dilahirkan PBB pada tahun 1948.
Dalam Piagam Madinah, antara lain diatur politik pertahanan negara dan hubungan Muslim dengan nonmuslim. Dengan Piagam Madinah itu jelas sekali ajaran Islam dan umat-Nya menghargai pluralitas suku, golongan, dan agama. Ketika umat Islam berkuasa, tidak pernah terjadi gangguan terhadap umat lain ataupun pemaksaan untuk memeluk agama Islam. Dalam Alquran dan Sunnah diingatkan kepada setiap muslim, apabila memegang kekuasaan harus melindungi dan mengayomi pemeluk agama lainnya dengan sewajarnya, sebagaimana umat beragama seyogianya pula menghormati identitas kaum Muslimin. Toleransi tidak bisa dibangun secara sepihak, tetapi toleransi beragama harus melibatkan semua pihak secara adil dan jujur.
Para sahabat nabi dan kaum Muslimin generasi awal menerima ajaran Islam itu tidak hanya dari ucapan dan pelajaran yang disampaikan Nabi, akan tetapi juga melihat langsung perbuatan Nabi sehari-hari dalam berbagai situasi. Oleh karena itu kita wajib menjadikan ajaran dan keteladanan yang memancar dari kehidupan, perjuangan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah untuk memperkokoh pembangunan umat dan bangsa.
Dalam perspektif Islam, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai umat dan rakyatnya secara ikhlas, yang mendahulukan kepentingan rakyatnya di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa setiap muslim adalah ikhwan(saudara) bagi muslim yang lain. Nabi lebih lanjut menggariskan kewajiban dan hak sesama muslim dalam kehidupan sosial, mulai dari kewajiban dan hak bertetangga, sampai kewajiban dan hak sesama manusia. Dalam salah satu ayat Alquran dinyatakan,“Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang besertanya bersikap tegas terhadap orang-orang yang engkar dan berkasih sayang terhadap sesama orang beriman…” (QS Al Fath [48]: 29).
Sementara itu menyangkut ibadah dalam arti luas Nabi Muhammad menegaskan sesuai dengan firman Allah, “Bukanlah kebajikan jika kamu menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat, tapi (kebajikan itu) adalah siapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi-Nya, yang memberikan harta yang dicintainya kepada kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan, orang yang meminta karena membutuhkan, dan memerdekakan budak, mendirikan shalat, menunaikan zakat, yang menepati janji apabila berjanji, sabar di saat kesulitan dan di dalam peperangan. Itulah orang-orang yang benar dan itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2] : 177).
Nabi memberi permisalan kualitas hubungan seorang mukmin dengan mukmin lainnya adalah bagai satu bangunan, di mana antara satu bagian dengan bagian lainnya saling menopang dan memperkuat. Bukanlah termasuk umatku, siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, tegas Rasulullah.
Jika saat kita mengadakan peringatan hari lahir manusia yang paling mulia dan khataman nabiyyin walmursalin yaitu MuhammadRasulullah SAW, diharapkan peringatan ini menginspirasi umat Islam dan bangsa Indonesia untuk lebih menghayati dan mengamalkan syariah dan nilai-nilai Islam guna menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan kekinian. Umat Islam yang tercerai-berai karena kepentingan golongan, organisasi atau mazhab, apalagi dengan bangga menganggap golongan sendiri lebih hebat dan terbesar daripada golongan lain, niscaya akan sulit dipersatukan untuk mengusung visi keumatan dan kebangsaan.
Kita patut bersyukur melihat langkah kekompakan umat Islam di tanah air, seperti ditunjukkan dalam Aksi Bela Islam III di Jakarta tanggal 2 Desember 2016 lalu yang berlangsung tertib dan damai. Momentum langkah tersebut tidak seyogyanya dibiarkan berlalu dan redup begitu saja. Sementara tantangan yang dihadapi umat ke depan semakin berat, baik di bidang ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Kekompakan umat yang pada waktu ini berhasil dibangun, meski tidak melibatkan semuanya, selayaknya menjadi modal untuk memperkokoh persatuan umat dan membangun kemaslahatan yang lebih besar untuk kejayaan agama dan Tanah Air. Aksi unjuk rasa bukanlah tujuan kita, melainkan adalah jalan, bahkan satu dari banyak jalan untuk menuju tujuan tegaknya hukum, keadilan dan kebaikan negeri ini.
Akhirnya, ada baiknya kita renungkan bersama pesan perjuangan seorang tokoh bangsa dan pemimpin umat allahu yarham Dr. Mohammad Natsir yang menyatakan, “Dalam sejarah kita menyaksikan sendiri, bahwa umat Islam sekalipun menghadapi bermacam cobaan dan terkadang sampai bercerai-berai, tetap ada seruan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, yang mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.” Wallahu a’lam bish shawwab.
Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin