Ada banyak aspek yang mendukung pelaksanaan ibadah haji. Persiapan sebelum keberangkatan, pemenuhan segala kewajiban, sunnah, dan tata laksana berhaji, serta menjaga aktualisasi ibadah setelah akhirnya kembali ke Tanah Air.
Pada prinsipnya, berhaji hanya wajib dilaksanakan satu kali dalam seumur hidup, sehingga diharapkan ibadah haji yang dilaksanakan dapat memberikan makna, dan berkah dalam kehidupan orang yang melaksanakannya. ”Orang yang berhasil meraih haji mabrur, dan berhasil mempertahankannya dijanjikan oleh Allah mendapatkan ganjaran berupa surga,” ungkap Prof Dr KH Ahmad Satori Ismail, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia, belum lama ini.
Menurut Satori, sapaan akrabnya, menjaga kemabruran haji meruupakan hal yang justru lebih berat, karena setan senantiasa menggangu dan menggoda umat manusia. ”Niat harus datang dari hati yang tulus orang tersebut. Luruskan niat kita hanya karena Allah SWT, perbaiki pula akidah kita tidak hanya dalam ibadah, tapi juga bermuamalah dengan sesama umat yang lainnya,” lanjut Satori.
Pelaksanaan haji yang memerlukan persiapan fisik, finansial, dan mental yang cukup ternyata masih kurang dapat dipahami oleh sebagian besar calon jamaah haji Indonesia yang melaksanakan rukun Islam yang kelima ini. ”Berdasarkan pengalaman yang kerap saya alami sendiri, persiapan ibadah haji yang esensial bukanlah menyangkut masalah logistik, ataupun fasilitas penginapan, tapi justru terletak calon ibadah haji itu sendiri,” tutur Ustadz Bobby Herwibowo, dari Dompet Dhuafa Travel.
Menurut Bobby, secara keilmuan masih kerap ia dapati banyaknya kekurangan yang dimiliki oleh para jamaah haji yang tengah beribadah di Tanah Suci. ”Dari mulai cara berwudhu, cara makan yang baik, dan bagaimana masuk ke toilet yang baik. Hal ini sangat disayangkan, mengingat kita sebagai umat muslim belum tentu diberikan kesempatan oleh Allah untuk kembali mengunjungi rumah-Nya untuk kedua kalinya,” tuturnya.
Melatih diri dengan melakukan manasik haji sebagai bahan persiapan sebelum keberangkatan menjadi salah satu hal yang sangat dianjurkan bagi para calon jamaah haji yang akan berangkat. ”Manasik haji tetap diperlukan karena banyak calon jamaah yang belum pernah melaksanakan haji sebelumnya,” tutur Ahmad Zaim Ma’soem, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Ia menegaskan pentingnya berbagi pengalaman dengan orang yang telah sebelumnya berangkat haji, memiliki nilai penting sebagai gambaran tentang bagaimana situasi di Tanah Suci yang sebenarnya.
Pria yang akrab disapa Gus Zaim ini pun berbagi pengalamannya dalam berhaji. ”Saat sebelum berangkat, saya sudah sangat hapal mengenai ilmu dan tata cara berhaji. Ternyata praktik yang saya temui sangatlah berbeda. Jadi, sungguh ibadah berhaji sangat bersifat kekinian,” ungkapnya. Menurut Bobby, melakukan manasik haji perlu dilakukan jauh-jauh hari sebelum jadwal keberangkatan. ”Tidak cukup melakukan manasik haji hanya dua, tiga, atau empat kali sebelum berangkat. Karena banyak sekali hal yang perlu dipersiapkan,” ujarnya mengingatkan.
Sepulangnya ke Tanah Air, Satori menekankan pentingnya dilakukan pembinaan secara rutin untuk menjaga nilai ibadah dan kemabruran yang kekal seumur hidup. Salah satunya adalah dengan melakukan ibadah mengaji bersama dengan kelompok pengajian agar sang haji dapat senantiasa mengingat bahwa ia kini merupakan salah satu ahli surga.
”Memang niat untuk menjaga kemabruran harus datang dari sendiri, tapi manusia terkadang lengah, atau tergoda oleh berbagai hal yang dapat menodai kehajiannya. Oleh karena itu, diperlukan kelompok pembinaan bersama dengan haji yang lain. Bukankah sudah menjadi kewajiban sesama muslim untuk senantiasa saling menasihati dalam kebaikan?” ujarnya. Pembinaan pasca ibadadah haji dapat dilaksanakan mulai dari lingkungan rumah tinggal, dari mulai KUA, Kecamatan, atau dilakukan koordinasi antar warga untuk melakukan pengajian secara rutin, satu, atau dua kali seminggu.
Dengan mempersiapkan keberangkatan haji dengan melakukan persiapan sebaik mungkin dan menjaga kehajian yang diperoleh setibanya di Tanah air, tentunya menjadi kewajiban, sekaligus harapan bagi para jamaah haji, tidak hanya di Indonesia, tapi di manapun. Arah kehidupan yang membawa nilai kebaikan, tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang-orang terdekat pun diharapkan timbul setelah melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam ytang mampu secara fisik dan finansial.