Ibadah haji adalah sebuah perjalanan ritual dalam menghayati hakikat hidup dan keimanan kepada Allah SWT. Ibadah haji telah diperintahkan sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW.
Dr Ali Syariati, tokoh Muslim Iran, dalam bukunya Al-Hajj, mengungkapkan, ibadah haji adalah sebuah demonstrasi simbolis dari falsafah penciptaan Adam. Gambaran selanjutnya adalah sebuah pertunjukan akbar tentang hakikat ‘penciptaan’, ‘sejarah’, keesaan’, ideologi islam’, dan ‘ummah’.
”Allah adalah sutradaranya. Sedangkan skenario atau temanya adalah tentang perbuatan orang-orang yang terlibat, dan para tokoh utamanya adalah Adam, Ibrahim, Siti Hajar, Ismail, dan Iblis. Adapun lokasinya di Masjid al-Haram (Ka’bah), Mas’a (tempat sai), Arafah, Masy’ar, dan Mina. Simbolnya adalah Ka’bah, Shafa, Marwah, siang, malam, matahari terbit, matahari tenggelam, berhala, dan upacara kurban. Pakaiannya adalah ihram, dan aktor dari peran-peran dalam pertunjukan itu adalah umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji,” kata Ali Syariati.
Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur mengenai ibadah haji dan umrah, pelaksanaan ibadah haji telah disyariatkan sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Adapun tata cara ibadah haji yang disyariatkan kepada para nabi dan rasul itu, umumnya lebih banyak berkisar pada pelaksanaan tawaf atau mengelilingi Ka’bah.
Setelah beberapa waktu sejak diturunkan ke bumi, Nabi Adam diperintahkan oleh Allah SWT, pergi ke Baitullah di Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Menurut sejumlah riwayat, Ka’bah dibangun oleh para malaikat. Dan, selama lebih dari 2.000 tahun, malaikat sudah melaksanakan tawaf (mengelilingi Ka’bah). Nabi Adam AS kemudian mengikuti apa yang dilakukan malaikat.
Ka’bah awalnya telah dibangun oleh malaikat. Kemudian, Nabi Adam AS diperintahkan untuk membangun kembali Ka’bah. ”Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3]:96).
Para nabi setelah Adam AS juga melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wa al-Nihayah menyebutkan sebuah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal RA, Ibnu Abbas RA berkata, ”Ketika Nabi SAW sedang lewat di Lembah (Wadi) Usfan pada waktu berhaji, beliau berkata, ‘Wahai Abu Bakar, lembah apakah ini?’
Abu Bakar menjawab, ‘Lembah Usfan.’ Nabi Bersabda, ”Hud dan Saleh AS, pernah melewati tempat ini dengan mengendarai unta-unta muda yang tali kekangnya dari anyaman serabut. Sarung mereka adalah jubah dan baju mereka adalah pakaian bergaris. Mereka mengucapkan talbiyah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah’.”
”Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu menyekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang bertawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang yang ruku dan sujud. Dan, serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan’.” (QS Al-Hajj [22]:26-28).
Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT untuk mengajak umat manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah. Selanjutnya, nabi-nabi lainnya mengerjakan hal serupa.
Ibadah haji disyariatkan pertama kali pada tahun keenam Hijriyah. Sedangkan Nabi Muhammad SAW, melaksanakan ibadah haji pada tahun kesembilan Hijriyah.
Banyak ayat Alquran yang memerintahkan Nabi SAW dan umat Islam untuk melaksanakan haji, sebagaimana tuntunan Allah dalam Alquran (QS 3:97, 22:27, 2:196, 9:2-3, 9:17, 9:28, 22:27).
Adapun tuntunan yang mesti dilaksanakan adalah tawaf (QS 22:29. 2:125), sai antara Shafa dan Marwah (QS 2:158), wukuf (QS 85:3, 89:2, 2:198-199), berkurban (QS 89:2, 22:28, 22:36), tahalul atau mencukur rambut (QS 48:27, 2:196, 22:29).
”Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka, barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai di antara keduanya.” (QS 2:158).