Umar bin Khattab dikenal sebagai sosok yang gagah, kuat, dan tangguh. Namun, hari itu tangisnya meledak saat utusan Aisyah mengantarkan seorang hamba sahaya dan seekor unta. Bukan hamba sahaya dan unta yang membuat Umar menangis. Tetapi wasiat di baliknya.
Aisyah menceritakan, sebelum Abu Bakar wafat, ia menyampaikan wasiat kepadanya. “Aisyah, tolong periksa seluruh hartaku. Jika ada yang bertambah setelah aku menjabat sebagai khalifah, kembalikan kepada negara melalui khalifah yang terpilih setelahku,” ujar Abu Bakar menjelang detik-detik wafatnya.
Tentu saja Aisyah sedih mendengat wasiat itu. Bukan karena apa-apa, tetapi karena ia merasa akan ditinggal oleh sang ayah. Belum tiga tahun Rasulullah meninggalkannya, kini ia akan ditinggalkan sang ayah. Dan, benar Abu Bakar wafat tak lama setelah itu.
Aisyah pun memeriksa seluruh harta ayahnya. “Kami memeriksa seluruh harta Abu Bakar”, kata Aisyah. “Tidak ada yang bertambah dari hartanya kecuali unta yang biasa dipergunakan untuk menyirami kebun dan seorang hamba sahaya pengasuh yang menggendong bayinya.”
“Allah merahmati Abu Bakar,” kata Umar sambil tersengguk-sengguk. “Ia telah menyusahkan orang-orang setelahnya.” Maksud menyusahkan orang-orang setelahnya adalah membuat khalifah sesudahnya tidak mampu mengungguli Abu Bakar, bahkan sulit mencontoh kualitasnya.
Seperti diketahui, Umar sangat terpacu dengan amal-amal Abu Bakar. Sahabat bergelar Ash-Shiddiq itu selalu mengunggulinya dalam berbagai amal. Ketika di suatu waktu sehabis shalat Shubuh, misalnya. Rasulullah bertanya kepada jamaah, siapa yang tadi malam qiyamul lail, siapa yang tadi malam khatam Alquran, siapa yang pagi ini sudah berinfak, dan siapa yang sudah menjenguk orang sakit, ternyata hanya Abu Bakar yang mengacungkan tangan terus menerus. Sahabat lain ada yang mengacungkan tangan sesekali, lalu menurunkan tangannya sesekali. Sedangkan Abu Bakar, ia telah melakukan seluruh amal yang disebutkan Rasulullah itu.
Sosok Abu Bakar sungguh telah mencontohkan kebijakan yang luar biasa. Benar-benar pemimpin antikorupsi dan zuhud tingkat tinggi. Ia tidak mau mendapatkan kelebihan harta apa pun selama menjabat sebagai khalifah. Padahal, Abu Bakar adalah juga seorang saudagar yang sangat wajar jika hartanya bertambah. Abu Bakar juga berusaha untuk selalu mengisi waktu hidupnya berlomba dan berbuat kebaikan yang bermanfaat bagi siapa saja.
Kasus-kasus korupsi di Indonesia terus bermunculan dan menjadi sorotan publik. Ditambah lagi, sebagian besar pelaku korupsi adalah para pejabat penerima amanah kepemimpinan dan rakyat. Sungguh sangat jauh berbeda dengan kondisi kepemimpinan Abu Bakar saat menjadi khalifah. Ia merasa khawatir dan ketakutan yang sangat jika harta bendanya bertambah di saat mengemban amanah umat dan rakyat.
Namun, pejabat saat ini justru jangankan khawatir, bahkan (mungkin) rasa takutpun tidak ada sehingga mereka terus melakukan korupsi. Jika setiap pemimpin negeri ini bersedia menghitung ulang dan melaporkan harta benda miliknya yang diperoleh sebelum dan sesudah ia memangku suatu jabatan dengan jujur, bahkan ia bersedia untuk mengembalikan harta yang diperolehnya itu, apabila dianggap mencurigakan dan terindikasi akibat perilaku korupsi. Maka, penurunan kasus korupsi di negeri ini akan sedikit demi sedikit menghilang dan sedikit demi sedikit pula akan beranjak pada tangga keadilan dan kesejahteraan rakyat. Wallahu a’lam.
Oleh: Ahmad Agus Fitriawan