REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Dr Yon Machmudi menilai, kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz ke Indonesia yang dijadwalkan berlangsung pada 1-9 Maret 2017, memiliki arti penting dan strategis bagi kedua negara. “Mengapa kunjungan ini sangat penting? Ini dapat dilihat dari dua hal. Pertama, kunjungan ini adalah yang pertama bagi Raja Saudi setelah hampir 47 tahun ini tidak ada kunjungan ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/2).
Padahal, sejak Orde Baru beberapa Presiden Indonesia telah melakukan beberapa kali kunjungan yang dimulai dari Gusdur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, maupun Jokowi. Rencananya, dalam kunjungan ke Indonesia, Raja Salman akan membawa 1.500 anggota delegasi, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran. Menurut Yon, tidak adanya kunjungan Raja Saudi sejak tahun 1970 hingga saat ini adalah sesuatu yang janggal.
Kedua, lanjut dosen Program Studi Arab UI itu, perubahan politik dunia, terutama di Amerika Serikat yang sedang kurang bersabahat dengan Islam dan Timur Tengah, juga menjadikan kunjungan ini menjadi penting. Kata dia, kebijakan Presiden Trump yang diskriminatif terhadap Islam dan Timur Tengah membuat ketidaknyamanan bagi para investor Timur Tengah.
“Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia mulai dilirik oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah,” tutur peraih gelar PhD dari The Australian National University itu.
Yon menilai, sejak kepemimpinan Raja Abdullah (2005-2015) telah terjadi pergeseran arah politik luar negeri Arab Saudi dengan menjadikan Asia sebagai mitra alternatif menggantikan hegemoni Barat (Amerika). “Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, di mana pada 2050 akan masuk empat besar raksasa ekonomi dunia sangat berpotensi menjadi alternatif bagi para investor Saudi,” ujarnya.