Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menilai pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap bimbingan para calon jamaah haji (calhaj) Indonesia. Pasalnya selama ini wawasan dan pengetahuan para calhaj dinilai masih minim.
Komisioner KPHI Syamsul Maarif mengatakan minimnya wawasan calhaj soal proses haji tidak lain karena latar belakang pendidikan yang rendah. Kebanyakan tingkat pendidikan calhaj Sekolah Menengah Atas (SMA) ke bawah. Ditambah lagi usia calhaj mayoritas 60 tahun ke atas.
“Artinya di samping latar belakang pendidikan rendah, kemampuan mereka menerima ilmu pengetahun pun rendah,” ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (18/4).
Untuk itu, dia meminta pemerintah memberikan perhatian serius kepada calhaj terutama soal pembekalan wawasan soal haji. “Mestinya Ditjen PHU (Penyelenggaraan Haji dan Umrah) bekerja sama dengan Ditjen Bimas Kemenag melakukan bimbingan melalui penyuluhan. Bimbingan ini pun seharusnya dilakukan sejak calhaj mendaftar haji,” ujar Syamsul.
Bimbingan sebaiknya berkaitan dengan materi penyelenggaraan haji dan umrah, waktu ritual haji, sarana dan prasarana, hingga alat peraga. Saat ditanya berapa lama waktu ideal bimbingan haji, dia menjawab hal itu relatif. Menurut Syamsul, yang terpenting adalah pemerintah terus memantau kemampuan calhaj.
Hal ini bisa dilakukan melalui pra-test dan post-test terhadap calhaj. Pra-test bertujuan untuk mengetahui kemampuan calhaj menerima bimbingan, sementara post-test berfungsi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan jamaah setelah mengikuti bimbingan. Syamsul menyebut rangkaian tes ini dapat menjadi patokan kadar wawasan dan pengatahuan calhaj terkait proses yang akan mereka lalui di Tanah Suci.