SUATU ketika, seorang yang dikenal saleh melihat Nabi Musa berjalan menuju Bukit Sinai. Mengetahui bahwa Musa ingin bertemu Tuhannya, orang saleh itu mendatangi utusan Tuhan itu.
Ia berkata, “Wahai kalimullah, seumur hidup saya telah berusaha untuk menjadi orang baik. Saya melakukan salat, puasa, dan segala yang diwajibkan dalam agama. Untuk itu, saya banyak menanggung derita. Namun itu tidak menjadi masalah bagi saya, saya hanya ingin memastikan apa yang Tuhan persiapkan untukku di hari kebangkitan kelak. Tolong tanyakan pada-Nya”
“Baik,” kata Musa. Lalu Nabi pembawa risalah Taurat ini melanjutkan perjalanannya hingga bertemu seorang pemabuk di pinggir jalan.
“Mau ke mana,?” tanya pemabuk itu. Belum sempat Musa menjawab, pemabuk itu berkata, “Tolong tanyakan pada Tuhan tentang nasibku. Saya ini peminum yang berlumur dosa. Tidak pernah salat, puasa dan berbuat amal saleh lainnya. Tanyakan padaNya, apa yang telah dipersiapkan untukku.”
Nabi Musa menyanggupi dan menyampaikan pesannya pada Tuhan. Setelah kembali dari Bukit Sinai, Musa bertemu pertama kali pada orang saleh. Kepadanya Musa menyampaikan jawaban Tuhan, “Bagimu pahala yang besar dan surga.”
“Saya memang sudah menduganya,” kata orang saleh itu sebelum pergi meninggalkan Musa. Tidak lama kemudian, Musa bertemu sang pemabuk yang sedang duduk menanti. Kepadanya Musa berkata, “Tuhan telah mempersiapkanmu tempat yang paling buruk.”
Mendengar jawaban utusan Tuhan itu, pemabuk itu melonjak dari duduknya dengan wajah berseri-seri dan seketika rasa bahagianya meledak dengan haru dan gembira. Musa heran dengan sikap pemabuk itu yang menanggapi apa yang disiapkan Tuhan untuknya dengan gembira.
“Alhamdulillah. Saya tidak peduli tempat mana yang Tuhan persiapkan untukku. Bagiku yang berlumur dengan dosa ini, sangat senang karena Tuhan masih mengingatku. Ketika semua orang tidak mengenaliku, saya yang hina ini masih dikenal Tuhan!” ungkap pemabuk itu dengan penuh kebahagiaan yang tulus.
Nasib keduanya pun akhirnya berubah di Lauhul Mahfudz. Orang saleh itu bertukar tempat dengan pemabuk. Orang saleh menempati Neraka, dan si pemabuk menempati surga. Karena takjub, Musa bertanya pada Tuhannya dan dijawab, “orang yang pertama, dengan segala amal salehnya, tidak layak mendapat anugerahKu. Karena anugerahKu tidak dapat dibeli dengan amal saleh. Orang kedua membuatKu senang, karena apapun yang Aku berikan padanya ia senang. Kesenangannya pada pemberianKu menyebabkan Aku senang kepadanya.”