Sekolah di Kota Aleppo, Suriah yang pernah digunakan oleh gerilyawan sebagai pangkalan sekarang telah kembali fungsi aslinya sebagai tempat pendidikan buat anak-anak.
Reporter Xinhua melakukan kunjungan baru-baru ini ke Sekolah Ibrahim At-Tanbi di Permukiman Skahour yang sebelumnya dikuasai gerilyawan. Gedung sekolah tersebut telah hancur berkeping-keping, tapi siswa dalam berbagai usia tetap belajar di ruang kelas sederhana yang telah disiapkan dengan menggunakan bahan pabrikan oleh pemerintah di halaman sekolah.
“Kami telah kehilangan kesempatan bagi pendidikan sebab sebelumnya tak ada sekolah. Kami harus bekerja untuk membantu keluarga kami,” kata Muhammad Hazzori, siswa yang berusia 15 tahun kepada Xinhua.
Hazzori mestinya duduk di kelas sembilan mengingat usianya, tapi ia sekarang belajar di kelas tujuh. Untuk mengganti pelajaran yang hilang selama bertahun-tahun, semua siswa diperkenankan menyelesaikan dua tahun pendidikan dalam waktu satu tahun.
“Sekarang kami berusaha mengejar pelajaran yang hilang selama bertahun-tahun. Kami memiliki beberapa kelemahan pendidikan dan kekurangan guru dalam beberapa mata pelajaran. Kami berharap Suriah dapat membangun kembali,” kata Hazzori.
Namun, sekolah itu tidak terlalu bagus buat anak lelaki seperti kondisinya sebelum perang. “Tentu saja kami memilih sekolah lama sebelum perang sebab bangunannya lebih bagus dan pemandangan di lapangan juga bagus dan halamannya sendiri jauh lebih besar dibandingkan dengan yang sekarang. Tapi dibandingkan dengan situasi yang kami lalui, ini sempurna,” kata Ali Zarqa, seorang siswa lain.
Selama masa gedung sekolah tersebut dikuasai oleh gerilyawan, semua siswa tak bisa menerima pendidikan yang layak sebab kurikulum dipusatkan pada pengetahuan agama dan pelajaran mengenai penggunaan senjata. Omar Na’san, yang berusia 11 tahun, mengatakan ia pernah belajar di salah satu sekolah yang dikuasai gerilyawan.
“Ketika kami terkepung di Aleppo Timur, gerilyawan bersenjata mendirikan sekolah. Kebanyakan kurikulumnya ialah untuk mengajarkan agama dan mengajarkan kami cara bergabung dengan mereka,” katanya.
Na’san mengatakan sekolahnya saat ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan sekolah gerilyawan. Sekolahnya saat ini di Aleppo adalah sekolah yang diharapkan bisa dimiliki oleh warga di wilayah lain yang dirongrong pertempuran.
Di kantor kepala sekolah, seorang pria dari Ar-Raqqa, Ibu Kota de fakto ISIS, muncul bersama anaknya. Ia memberitahu kepala sekolah ia akhirnya bisa mendaftarkan anaknya di sekolah sementara itu.
“Kami telah meninggalkan Ar-Raqqa tahun lalu akibat perang. Kami tiba di Aleppo untuk mencari keselamatan dan pendidikan buat anak-anak kami sebab sekolah di Ar-Raqqa ditutup,” kata Abdul-Aziz Othman.
Menurut data statistik resmi, ada 4.040 sekolah di Aleppo sebelum perang dengan sebanyak 1,25 juta siswa. Sekarang, hanya 950 sekolah masih tersisa dan 450 ribu siswa masih mengikuti pelajaran. Buat pemerintah, menemukan penyelesaian bagi kesulitan pendidikan di Aleppo dan mengatasi tingginya angka siswa yang putus sekolah adalah prioritas.