PARA ahli sejarah menegaskan bahwa keberadaan kubah hijau di atas makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam baru ada di abad ke-7 Hijriyah. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Awalnya tidak dicat, berwarna kayu, kemudian dicat putih, kemudian cat biru dan yang terakhir berwarna hijau hingga sekarang.
Dalam bukunya Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Prof. Ali Hafidz mengatakan, “Belum pernah ada kubah di atas rumah makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dahulu di atap masjid yang lurus dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang berdiri untuk membedakan antara ruang makam dengan bagian atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi, dialah yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain.”
Lalu beliau melanjutkan, “Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Syaban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H.”
Beliau melanjutkan, “Rumah dan kubah turut terbakar pada saat terjadi kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Lalu pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan meninggikan batanya. Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Beliaulah yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.” (Fushul min Tarikh Madinah al-Munawarah, hal. 127-128)
Keberadaan kubah ini tidak pernah dikenal di zaman sahabat, tabiin maupun tabi tabiin, juga tidak pernah dikenal di zaman para imam mazhab, para pencatat hadis. Yang menarik, tidak kita jumpai usulan dari mereka untuk membuat kubah itu. Artinya mereka memahami, kubah itu memang tidak ada syariatnya dalam Islam karena itu, aneh ketika ada orang yang menjadikan keberadaan kubah ini sebagai dalil pembenar membuat cungkup di atas kuburan.
Diantaranya as-Shanani penulis kitab Subulus Salam , beliau mengikari keberadaan kubah ini sebagai dalil. Beliau mengatakan, “Jika anda mengatakan, “Itu kuburan Rasul shallallahu alaihi wa sallam dikasih kubah besar, menghabiskan banyak dana.” Jawaban saya, “Ini kebodohan yang berlebihan dengan kondisi yang sejatinya. Kubah ini, tidak dibangun oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidak juga para sahabat, tabiin, tabi tabiin, maupun para ulama umat ini. Kubah yang dibangun di atas makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam merupakan proyek sebagian raja mesir belakangan, yaitu Qalawun as-Shalihi, yang dikenal dengan Raja al-Manshur, pada tahun 678 H.” (Thathir Itiqad, hlm. 46). Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]