Barangkali memang kita benar-benar harus selalu berusaha dan mengingatkan hati kita, bahwa kita melakukan perbuatan apapun harus karena Allah. Sebab jika tidak, yang paling ditakutkan adalah amal kita tidak Allah terima karena telah membuat-Nya cemburu. Betapa ruginya, melakukan segala bentuk ibadah, namun bukan karena Allah. Padahal Allah berfirman: “…dan tidaklah kalian diperintah kecuali beribadah kepada Allah dengan ikhlas..”(QS. 98: 5).
Saudaraku, ketahuilah bahwa nilai dan semerbaknya sebuah amal dilatarbelakangi oleh keikhlasan. Bahkan tersebarluasnya dakwah ke seluruh penjuru dunia adalah contoh nyata hasil kerja pribadi-pribadi ikhlas. Mereka tidak mengharapkan apapun, kecuali ridha Tuhannya. Mereka tidak menginginkan apapun, kecuali cinta Rabbnya. Cinta pasti membutuhkan pembuktian.
Dan Allah, sungguh akan mengujinya, yaitu dari bagaimana cara hamba-Nya menempatkan diri sebagai seorang hamba; beribadah pada-Nya. Apakah semua itu dilakukan semata karena-Nya, atau karena selain-Nya. Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. 51:56).
Berbicara tentang ibadah, tentu amat luas. Namun hakikatnya segala bentuk amalan yang dilakukan ikhlas semata karena-Nya, dan sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan, adalah ibadah. Sebab darinya Allah mendatangkan pahala, entah dari kenikmatan maupun dari ujian.
Sahabat, sesungguhnya perkara yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal, namun keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila dilakukan dengan ikhlas semata karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Berkata Abdullah bin Mubarak, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat (ikhlas), dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat (tidak ikhlas)”.
Sebagian dari kita mungkin masih ada yang belum paham sepenuhnya tentang ikhlas. Sebab memang kebanyakan di antara manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya pada perkara-perkara ibadah; shalat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ketahuilah bahwa sebenarnya keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Perkara kecil sebatas tersenyum pada saudara kita pun, harus ikhlas.
Bukan agar dianggap baik, bukan agar dinggap murah senyum, atau apapun yang tidak akan dibawa mati. Sebab semua itu tidak ada apa-apanya. Yang ada apa-apanya hanyalah ketika Allah meridhainya atas apapun yang hamba-Nya lakukan karena-Nya.
Selama ini mungkin kita juga masih ada yang merasa bingung, mengapa dari sekian banyak amal yang dilakukan, tidak banyak yang bertahan; berguguran satu persatu. Tidak istiqomah. Ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minimnya atau bahkan tidak adanya keikhlasan dalam diri kita.
Belajar ikhlas, berarti belajar menyayangi hati dan diri kita. Sebab ikhlas adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan kita dari jeratan noda-noda kesyirikan sehalus apapun, setelah kita melakukan suatu amalan. Bila kita merasa sakit hati ketika sebuah kebaikan yang dilakukan tidak mendapat balasan yang kita pikir layak kita terima, maka ikhlaskan saja.
Bebaskan amal kebaikan kita dan biarkan amalan itu menemukan jalannya kepada Allah semata, seraya kita terus berdoa agar amal yang kita lakukan itu Allah terima. Insya Allah hati kita akan tetap lembut, pikiran tidak akan kalut, dan kita akan tetap terjaga untuk terus istiqomah di jalan Allah.
Maka, teruslah introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini. Semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan, kesyirikan, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Aamiin.
sumber: daaruttauhiid.org/ikhlaskah-kita-selama-ini/