Berpuasa di bulan Ramadan adalah wajib bagi umat Islam. Tetapi ada pula yang diperbolehkan tidak menjalankan kewajiban ini.
Orang yang tidak berpuasa karena suatu hal saat bulan Ramadan bisa menggantinya di lain waktu. Namun bisa pula utang puasa diganti dengan membayar fidyah.
“Orang yang berat baginya berpuasa (QS Al-Baqarah: 184) seperti karena sakit yang tidak ada harapan sembuh, terlalu tua,” kata Direktur Urusan Agama Islam Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Juraidi, kepada detikcom, Senin (21/5/2018).
Ketentuan tentang siapa yang boleh tak berpuasa ada dalam surat Al Baqarah ayat 184. Berikut kutipan terjemahan surat Al Baqarah ayat 184:
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Direktur Dewan Pakar Pusat Studi Alquran Prof Dr M Quraish Shihab pada Juli 2015 kepada detikcom pernah menjabarkan tentang siapa saja yang boleh mengganti puasa dengan fidyah. Menurut Quraish Shihab, sahabat Nabi bernama Ibnu Abbas memasukkan wanita hamil dan menyusui dalam kategori sesuai Surat Al-Baqarah ayat 184, sebagaimana diriwayatkan oleh pakar hadis Al-Bazzar.
Tetapi ada pandangan lain, kata Quraish, bahwa dalam mazhab Hambali disebutkan bahwa wanita hamil/menyusui tak wajib membayar fidyah, tetapi mengganti puasa. Kemudian menurut mazhab Ahmad dan Syafi’i, jika wanita hamil/menyusui hanya khawatir dengan bayi yang dikandungnya/disusukannya saja maka dia harus membayar fidyah dalam saat yang sama mengganti puasanya. Sedangkan jika khawatir akan dirinya sendiri, maka ibu hamil/menyusui cukup mengganti puasa dan tidak membayar fidyah.
Bagaimana cara membayar fidyah?
Direktur Urusan Agama Islam Kemenag Juraidi menyatakan fidyah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok. Ia merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 184.
“Dalam bentuk makanan pokok, ada yang membolehkan diganti dengan uang senilai makan yang bersangkutan satu hari untuk satu fidyah,” tutur Juraidi.
Pembayaran fidyah lebih utama dilakukan dalam bulan puasa sampai sebelum salat Id. Juraidi juga mengatakan pembayaran fidyah bisa dilakukan lewat lembaga yang mengelola zakat.
Diwawancarai terpisah, Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta menjelaskan besaran pembayaran fidyah. Meski besaran fidyah bisa berbeda-beda, Baznas memberikan patokan.
“Secara fikih, dia disebutkan memberi makan kepada orang miskin selama satu hari. Ada orang yang makan sehari dua kali, ada pula yang sehari tiga kali. Sehingga Baznas menetapkan sehari itu dibayarkan ke orang miskin sebanyak Rp 50 ribu,” tutur Arifin.
Baznas dan lembaga pengelola zakat lainnya akan menyalurkan fidyah yang dibayarkan kepada fakir miskin. Menurut Arifin, Baznas memakai standar Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menentukan kategori fakir miskin.
Begini prosedur pembayaran fidyah berupa uang:
1. Menghitung jumlah hari tak puasa
2. Diniatkan untuk membayar fidyah
3. Mendatangi pengelola zakat atau ke kantor Baznas setempat
4. Menyampaikan maksud untuk membayar fidyah ke panitia zakat
5. Panitia zakat akan membaca doa sebagai tanda fidyah telah dibayarkan.