Jelang berakhirnya bulan suci Ramadhan, ada rasa suka sekaligus duka. Idul Fitri yang dinantikan tengah berada di pintu gerbang. Rasa bahagia mewarnai umat Islam yang tengah menjalani ibadah puasa di penghujung. Juga bagi para pecinta ibadah, menikmati khidmatnya beri’tikaf dan rangkaian tadarrus Al-Quran yang menyejukkan.
Keramaian suasana masjid saat jelang berbuka, shalat Tarwih hingga Shubuh berjamaah yang padat, segera terlewatkan. Ramadhan kan berpisah, beranjak ke bulan Syawal memasuki hari fitrah rayakan Idul Fitri. Ada rasa haru, saat indah dan nikmatnya Ramadhan sampai di pengujung.
Sebagian saudara kita tengah menikmati pulang kampung, mudik Lebaran. Ada rasa bahagia berkumpul bersama keluarga, sahabat dan menikmati nostalgia kehidupan kampung halaman. Meskipun jarak jauh ditempuh, kemacetan ditembus, aral melintang pun dilalui. Kita bersyukur, seiring dengan pesatnya kemajuan infrastruktur jalan, jarak tempuh pemudik bisa dilalui lebih mudah dan cepat.
Suatu keberkahan melalui Ramadhan, sebagai bangsa kita dapat melalui dengan suasana yang tenang, aman, nyaman, damai dan khidmat. Meskipun jelang Ramadhan sempat diguncang tragedi bom dan hingar bingarnya suasana tahun politik, alhamdulillah, semua dapat dilalui dengan lancar dan kondusif. Begitu gencarnya traffic komunikasi media sosial kita pun, dalam nafas kehidupan demokrasi dan tegaknya hukum yang semakin matang, kondisi keamanan dan suasana nyaman demikian stabil dan kokoh.
Seiring dengan itu, masyarakat Muslim di belahan kawasan lain, di Timur Tengah, Eropa, Asia hingga ASEAN, telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Islam rahmatan lil’alamin, menjadi rahmat dan berkah bagi semesta, hadir sangat bergairah dan semakin cepatnya pertumbuhan dengan damai dan tulus, perkembangan Islam di Eropa utamanya.
Apa yang telah dicapai sebagai kemajuan, tentu terus kita tingkatkan. Sementara, yang belum baik, menjadi pekerjaan rumah bersama keumatan, agar segala persoalan dapat diselesaikan secara utuh dan menyeluruh. Jika perlu, memilih dan memilah mana yang menjadi prioritas untuk lebih cepat diselesaikan.
Hilangkan Stigma Stigmatisasi terhadap umat Islam di Indonesia berlangsung lama. Sama saja secara langsung atau tidak, arah dan dampaknya secara luas pada Indonesia.
Secara sosio-demografi, warga Indonesia dengan mayoritas Muslim menjadi warga terbesar bangsa ini. Padahal, nilai keindahan dan pesona keragaman di Tanah Air sangat membanggakan. Begitu besar rahmat Tuhan YME, Allah SWT menghadirkan keindahan dan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya sosial-kemanusiaan demikian harmoni, rukun dan berdampingan hidup dalam kebinekaan yang mengagumkan.
Dalam perspektif dunia Islam, masyarakat dan negara-bangsa yang berpenduduk Muslim di dunia, kita menjadi bangsa yang patut berterima kasih atas rahmat dan berkah ini. Tegaknya NKRI, berlandaskan Pancasila dalam spirit Bhineka Tunggal Ika, menjadikan Indonesia yang religius, sangat agamis. Meskipun berdasarkan konsensus sejarah para pendiri bangsa yang bijaksana, kita bukan negara agama, dan tidak ada agama resmi negara.
Sejak peristiwa 911 tragedi WTC di New York, stigma Islam teroris, Muslim teroris, seiring dengan terjadi rentetan peristiwa ledakan bom di banyak negara, terutama Indonesia. Hingga yang terjadi baru-baru ini dijadikan dalih penguat, fantastik, saat sebuah keluarga diberitakan melakukan bom bunuh diri secara sistematis karena alasan ideologis.
Dunia Islam pun berada dalam ujian. Ada paradoks, seakan kontradiksi antara nilai idealita dengan realita. Saat ini meskipun satu agama dan keyakinan, bahkan satu bahasa Arab, beberapa negara Timur Tengah masih sibuk dengan konflik dan perang diantara dan antar mereka. Seakan tak ada habisnya.
Indonesia bukanlah Timur Tengah. Islam Indonesia meskipun muasalnya dari Rasul Muhammad SAW yang dilahirkan di Tanah Suci Makkah dan mendirikan negara dan peradaban Islam dari Madienatussalam, dalam hal tradisi dan budaya, lebih pada khas Islam Nusantara, Islam wasathiyah yang moderat, ramah dan toleran. Terbukti, Indonesia pun menjadi negara dengan masyarakat Muslim demokratis terdepan dan terbesar.
Saat saya sebagai Waketum dan Ketua Harian DMI diundang oleh Grand Syeikh Al Azhar di Mesir, Beliau pun sangat mengakui adanya tradisi dan karakter Islam Indonesia yang khas dan kental dengan Islam wasthiyahnya. Islam yang menjadi rahmat, kasih dan berkah bagi sesama.
Tudingan segelintir orang terhadap Indonesia sebagai ladang subur, bahkan akar dan sumber dari gerakan radikalisme, ekstremisme, fundamentalisme, terorisme yang melahirkan sikap dan gerakan anti Islam, Islamphobia masih ada dan bertumbuh. Tentu semua itu tidak berdasar, keliru. Bisa juga menyesatkan.
Beragam nilai, ajaran dan kalamullah yang suci pun mendapat persepsi negatif. Jihad yang berarti sungguh-sungguh berjuang untuk kebaikan, banyak disalahpahami. Sapaan salam dan Assalamu’alaikum yang bermakna doa untuk kedamaian dan kebahagiaan telah menjadi syariat dan ajaran utama yang mentradisi dalam kehidupan sehari-hari.
Terkadang dengan mudah, pengamat dan peneliti ikut latah melakukan stempel dan identifikasi adanya masjid, pesantren, hingga kampus dan forum pengajian sebagai persemaian radikalisme. Salah paham, klaim, dan stigmatisasi tersebut tentu saja sangat mengganggu suasana kebatinan umat dan kehidupan rukun yang berjalan harmoni pada bangsa dan negeri ini.
Dengan tegas, saya sampaikan, tidak benar jika ada masjid dikategorikan atau dituduh radikal. Juga tak ada Pesantren, Kampus atau Majelis Pengajian radikal. Sebagai negara yang menjunjung supremasi hukum, sepantasnya, ada logika sehat, fakta hukum, bukti dan saksi yang mengarah kepada subyek hukum, berupa orang, beberapa orang atau sekelompok orang.
Bukan masjid yang menjadi rumah suci peribadatan, seperti halnya jika ada koruptor, kriminal atau bandar narkoba, kebetulan memiliki identitas agama tertentu, tak serta merta disandarkan atau dipersonifikasi dengan agama atau lembaga agama tertentu.
Amanah Memakmurkan Masjid
Sebelumnya, saya tak mengira akan mendapatkan amanah oleh Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Bapak HM Jusuf Kalla, menjadi Wakilnya di Pimpinan Pusat DMI. Secara moral dan spiritual, saya menyandang tugas tersebut lebih berat dari tugas keseharian saya di lingkungan Mabes Polri. Termasuk, saat ini, ketika Presiden RI memercayakan saya sebagai punggawa Asian Games (Chief De Mission) yang akan berlangsung pada 18.8.2018 di Jakarta dan Palembang.
Meskipun demikian, saya menerimanya dengan tulus ikhlas. Karena itu pula ketika semula saya bertanya kepada Bapak JK, tentang alasan mengapa saya mendapat tugas mulia tersebut? Beliau menjawab, bahwa dalam lingkungan Dewan Masjid Indonesia, syaratnya sangat gampang, yaitu siapapun yang dapat melayani, mengurus “rumah Allah” dengan ikhlas tanpa ada kepentingan lainnya selain beribadah dan mengabdi.
Sungguh, bagi saya sangat mengharukan sekaligus terasa berat mengemban amanah tersebut. Terasa ringan, karena sejak kecil semasa di kampung saya dekat jarak dan kegiatan rutin dengan masjid. Bahkan sejak muda, di kampung saya mengurus masjid.
Satu pesan yang sangat menarik adalah, cita dan visi Pak JK tentang bagaimana Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid. Bersyukur sekali, saya berada di PP DMI sekaligus dapat sambil terus belajar dan meningkatkan pengetahun agama, yang bersinerji dengan keumatan dari perspektif yang luas.
Sejak 7 tahun lalu saat Pak JK mengemban amanah sebagai Ketua Umum PP DMI, beliau telah mencanangkan gerakan memakmurkan dimakmurkan masjid. Para pengurus DMI, pengelola masjid, imam, khatib, dan marbot, semua mendapat tugas mulia memakmurkan masjid. Menata akustik dan sound sistem masjid untuk menunjang kekhusuan ibadah dan syiar.
Manajemen masjid yang profesional. Mengupayakan bantuan memastikan legalitas terkait status dan hak milik tanah dan bangunan agar tak tergusur. Menata masjid sebagai pusat ibadah dengan kondisi yang bersih, sehat dan tertata sesuai tuntunan syariat Islam. Itulah memakmurkan dalam amaliahnya.
Demikian, dimakmurkan masjid, menjadi tugas dan kewenangan DMI bersama lembaga, pengelola bersama umat dan jamaah, untuk menghadirkan kemakmuran bagi lingkungannya. Program Pemberdayaan ekonomi berbasis masjid, wisata religi masjid, arsitektur masjid, pendidikan berbasis masjid, penyiapaan sumber daya umat dari kalangan remaja dan pemuda yang berkualitas, semuanya sangat bermanfaat.
Semangat kaum muda dan remaja masjid, serta meningkatkan layanan bagi anak-anak agar masjid ramah terhadap anak, semakin menggairahkan kegiatan para takmir (pengelola) masjid. Komunitas kaum muda antarmasjid, antarpegiat dan pecinta masjid, semakin berkolaborasi.
BKPRMI bersama PRIMA sebagai wadah berhimpun pemuda dan remaja masjid terus melakukan pembinaan kaderisasi. Secara khusus, komunitas pegiat gerakan ekonomi berbasis masjid terlahir melalui ISYEF (Islamic Youth Economic Forum), dari kalangan menengah dan profesional muda terus bergerak cepat mendorong capaian program memakmurkan dan dimakmurkan masjid.
Program DMI pun sudah merambah dan beradaptasi dengan perkembangan digital. Program Aplikasi DMI telah diluncurkan untuk menginformasikan keberadaan masjid, waktu shalat, tugas imam dan khatib, termasuk pengelolaan infaq dan sedekah digital dalam menggalang potensi dana keummatan.
Keberkahan pun terasa kita nikmati bersama. Tak luput dari rasa syukur, mimpi umat Islam Indonesia untuk mempunyai Universitas Islam Internasional pun telah terwujud. Presiden RI, Bapak Joko Widodo bersama Wapres RI, Bapak HM Jusuf Kalla, secara bersamaan di bulan suci Ramadhan meletakkan batu pertama petanda dimulainya pembangunan yang sangat bermanfaat untuk membangun pendidikan Islam bertaraf global dan mengemban misi Indonesia sebagai kiblat peradabah Islam moderat.
DMI bukanlah pemilik masjid, juga bukan supporter utama pembangunan dan pengembangan masjid di Indonesia. DMI sangat terbuka menjalin kemitraan terbuka dengan semua elemen keumatan, kelembagaan dan publik secara luas. Beragam potensi keumatan kita sinerjikan dalam harmoni kerjasama yang terpadu bagi kemaslahatan umat, bangsa dan negara.
“Harmoni Dari Masjid” Dari masjid, harmonisasi kehidupan keumatan memberikan pengaruh positif secara luas pada lingkungan sosial dan kebangsaan. DMI menjadi mitra, fasilitator dan penggerak peran dan fungsi masjid sebagaimana masjid di zaman Nabi.
DMI berikhtiar bagaimana mengembalikan fungsi dan peran rumah ibadah, masjid maupun musholla yang jumlahnya melebihi 850.000, untuk kembali ke khittah. Masjid sebagai azas ketakwaan untuk menjalankan ibadah kepada Allah (Hablumminalloh) seiring dengan menjalin harmoni dengan sesama hamba (hablumminannas).
Dari sisi sejarahnya, DMI memang didirikan oleh para Ulama, Umara dan tokoh keumatan. Bahkan ada beberapa anggota perwira TNI dan Polri sebagai penggagas, pendiri dan pengurus di masa awal.
Sejarah Pendirian DMI dipelopori oleh 14 tokoh umat Islam saat itu, yaitu : KH Moh Natsir, KH Achmad Syaichu, KH Hasan Basri, KH Muchtar Sanusi, KH Taufiqurrohman, KH Hasyim Adnan, Letjen TNI Purn H Sudirman, Jend Polisi Purn H Sucipto Judodihardjo, Kolonel H Karim Rasyid, Kolonel H Soekarsono, Brigjen TNI Purn HMS Raharjodikromo, Brigjen TNI H.
Projokusumo, H Fadli Luran dan H Ichsan Sanuha, mewakili 8 induk organisasi kemasjidan sebagai perwujudan yang mewakili para Pengurus Masjid dan Mushola seluruh Indonesia, mereka bergabung dan bersatu bersepakat mendirikan kelembagaan baru organisasi kemasjidan di Indonesia dengan nama Dewan Masjid Indonesia (DMI) pada tanggal 10 Jumadil Ula 1392 H bertepatan dengan tanggal 22 Juni 1972 M.
Karenanya sangat berlebihan dan tidak tepat ketika ada riak kecil yang merespon via media sosial, seperti ada penunggangan dan politisasi pihak kepolisian, TNI atau lembaga lain dari pemerintahan. Tentu saja, kesan dan pandangan tersebut tidaklah tepat.
Dari masjidlah seorang Rasul Muhammad di zamannya memulai peran dalam mengharmonisasikan segala aspek dan pelaku kehidupan. Islam, agama yang dari namanya merupakan kreasi Sang Pencipta. Dari Masjid pula alasan dibangunnya untuk menjadi landasan, dasar dan fundamen ketakwaan.
Dengan itulah peradaban Islam yang damai, humanis, rukun dan toleran dibangun hingga meraih kejayaannya dalam tempo sangat cepat melesat ke seantero dunia. Peradaban Islam hadir dan tumbuh berdampingan secara damai bersama peradaban yang telah terlahir sebelumnya.
Islam bermakna damai, tenang, nyaman, ketundukan, ketaatan juga kepatuhan. Menjadi seorang Muslim atau Muslimah, dengan sendirinya sebagai umat Islam, adalah kesediaan untuk berpasrah, tunduk, patuh dan taat pada Allah dan Rasul-Nya guna menghadirkan kehidupan yang damai, tenang, tenteram, aman dan bahagia bagi sesama. Itulah hakikat dan fitrah beragama Islam untuk bersama menuju dan pada akhirnya kembali kepada Sang Maha Pencipta, Allah ‘Azza wa Jalla.
Masjid selama Ramadhan menjadi sentra kegiatan umat dalam beribadah. Bukan hanya giat ibadah bertikal, berpuasa, Bukber, Shalat Fardhu, shalat tarwih, witir hingga tadarrus dan i’tikaf di masjid.
Begitupun, giat ibadah sosial kemanusiaan berlandas keislaman, mulai dari zakat, infaq, shodaqah, jariyah, menunjukkan semangat dan gempita luar biasa. Layanan terhadap saudara sesama dari kalangan kaum dhu’afa, faqier miskin dan yatim piatu, sungguh sangat semarak.
Silaturahim antar para pemimpin (umara), ulama dan umat begitu sejuk dan nyaman saling bersambung ukhuwah dan meningkatkan kerja sama. Ramadhan suasana yang semakin meneguhkan spiritual values (nilai-nilai spiritual) dan moral yang sangat memberi manfaat kebaikan tersambungnya silaturahim, sekaligus ishlah (rekonsiliasi alami dan damai) antara berbagai lapisan sosial.
Wajah bulan suci di negeri khatulistiwa ini menambah khidmat, saat saudara dan sahabat berbeda agama dan keyakinan penuh rasa hormat dan toleransi memuliakan saudara umat Islam yang berpuasa.
Semoga, semangat harmoni yang kokoh dalam segala aspek kehidupan yang menjadi tradisi dan budaya kehidupan keumatan dan kebangsaan tetap terus bersemi, terus tumbuh bak indahnya warna warni bunga di taman kehidupan yang indah dan membahagiakan.
Secara pribadi, keluarga dan sebagai Waketum PP DMI saya sampaikan selamat merayakan Idul Fitri, teriring haturkan mohon maaf lahir dan batin.
Taqabballlohu minna waminkum taqabbal yaa kariem.
Oleh Komjen Pol H Syafruddin, Wakil Ketua Umum PP Dewan Masjid Indonesia (DMI)