SEMUA pernah merasakan cinta pertama, ada suka dan duka, bahagia dan benci, senang dan sedih. Rasa ini senantiasa menghiasi setiap hari. Indah rasanya.
Tak heran, banyak yang mencurahkan cinta hanya pada manusia. Sesungguhnya sang Pencipta telah menanamkan benih-benih untuk mencintai dan dicintai.
Namun, karena keterbatasan manusia, tak jarang semuanya berakhir hampa dan terus merasa ada yang kurang. Cinta pertama seolah menjadi jalan kekecewaan yang menuntut mencari cinta yang lain.
Beruntunglah manusia yang menjadikan ‘cinta pertamanya’ hanya kepada Allah SWT. Dialah pemilik cinta manusia, cinta yang paling agung, paling tinggi dan paling abadi.
Sebagai manusia, kita menyukai kesempurnaan, mengelu-elukan orang terkenal seperti artis, orang pintar, genius, dan pahlawan. Mereka semua kita anggap sempurna. Kita mendambakan mereka tiap saat. Bahkan kita ingin seperti mereka. Pernahkah terpikirkan ada kesempurnaan yang maha sempurna dari orang-orang yang kita impikan itu? Kesempurnaan yang dimiliki Allah.
Kita senang dengan orang yang berbuat baik. Tak jarang jiwa pun akan mencintai seseorang yang berbuat baik pada kita. Namun adakah yang berbuat baik pada kita melebihi kebaikan Allah? Segala kebaikan dan nikmat yang kita rasakan, hanya berasal dari-Nya.
Jika demikian, tidakkah Allah berhak mendapatkan cinta kita? Mengapa kita tidak mencintai Allah, lebih dari mencintai sesama manusia?
Mengapa cinta kepada Allah tidak menghiasi relung jiwa, pikiran, dan hati kita? Dan mengapa kita lupa memberikan Cinta Pertama kita pada-Nya?
Rasa cinta ke sesama manusia membuat kita seakan menjadi budak perasaan. Kita begitu sedih jika orang yang kita kasihi tidak ada kabar, dan mungkin tidak peduli dengan kita. Tapi pernahkah kita memikirkan betapa sedihnya kekasih sejati kita, Allah Swt saat kita menomorduakan-Nya, saat kita bermalas-malasan saat telah ada panggilan untuk menjumpai-Nya, sujud pada-Nya.
‘Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi Ala Ta’atik’
“Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku di atas ketaatan kepada-Mu” [HR. Muslim (no. 2654) [Chairunnisa Dhiee]