Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Jutaan mata dengan khusyu mempelototi grafik pergerakan kurs rupiah terhadap dollar. Semua menaruh harap-harap cemas. Nasib rupiah… nasib rupiah. Rasanya tidak lelah perhatian kita tertuju pada rupiah.
Kita sepakat, keresahan itu lumrah. Karena kita semua memiliki kepentingan dengan rupiah. Hanya saja, tidak kalah penting untuk kita perhatikan, jangan sampai keresahan ini menggeser aqidah dan keyakinan kita tentang rizqi.
Diantaranya, yang saya maksud, keyakinan sebagian orang, krisis moneter, krisis ekonomi, mengurangi jatah rizki kita.
Konsep Rizki dalam al-Quran
Salah satu keterangan ulama tentang konsep rizqi dalam al-Quran adalah ucapan Hasan al-Bashri. Beliau mengatakan,
قرأت في تسعين موضعا من القرآن أن الله قدر الأرزاق وضمنها لخلقه ، و قرأت في موضع واحد : الشيطان يعدكم الفقر؛ فشككنا في قول الصادق في تسعين موضعاً و صدقنا قول الكاذب في موضع واحد
Aku membaca ada 90 ayat dalam al-Quran yang mengajarkan bahwa Allah yang mentadirkan rizqi, dan Dia yang menanggung rizki semua makhluk-Nya. Sementara aku membaca satu ayat mengatakan, “Setan menjanjikan kefakiran untuk kalian.”
Akan tetapi, kita ragu dengan firman Allah yang Maha Benar di 90 ayat, dan kita membenarkan satu ucapan pendusta di satu ayat.
Dalam Allah banyak menjelaskan, bahwa Dialah yang menjamin rizqi semua makhluk-Nya.
Kita lihat diantaranya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Tidak ada suatu yang hidup-pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam makhluk itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hud: 6)
Allah juga berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ
Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. (QS. Thaha: 132)
Allah juga menyatakan,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Andaikan Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 27)
Ibnu Katsir mengatakan,
أي: ولكن يرزقهم من الرزق ما يختاره مما فيه صلاحهم، وهو أعلم بذلك فيغني من يستحق الغنى، ويفقر من يستحق الفقر.
“Maksud ayat, Allah memberi rezeki mereka sesuai dengan apa yang Allah pilihkan, yang mengandung maslahat bagi mereka. Dan Allah Maha Tahu hal itu, sehingga Allah memberikan kekayaan kepada orang yang layak untuk kaya, dan Allah menjadikan miskin sebagian orang yang layak untuk miskin.” (Tafsir Alquran al-Adzim, 7/206)
Dan masih banyak ayat yang mengajarkan hal serupa dengannya, seperti yang disebutkan Hasan al-Bashri.
Dari ayat-ayat ini, kita memiliki kesimpulan, bahwa kondisi krisis ekonomi apapun yang terjadi, baik skala mikro maupun makro, sejatinya mempengaruhi jatah rizki yang telah Allah tetapkan untuk makhluk-Nya.
Rizki yang kita terima tidak selalu datar. Terkadang mengalami kenaikan dan penurunan. Hanya saja kita tidak tahu kapan rizqi itu turun, dan kapan dia naik. Namun semua itu tidak mengurangi jatah rizqi kita.
Prinsip inilah yang ditanamkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat, ketika terjadi kenaikan harga.
Anas bin Malik menceritakan,
Pernah terjadi kenaikan harga barang di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat-pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan masalahnya.
Mereka mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ غَلاَ السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا
“Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang.”
Mendengar aduhan ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ إِنِّى لأَرْجُو أَنْ أَلْقَى رَبِّى وَلَيْسَ أَحَدٌ يَطْلُبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِى دَمٍ وَلاَ مَالٍ
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad 12591, Abu Daud 3451, Turmudzi 1314, Ibnu Majah 2200, dan dishahihkan Al-Albani).
Kita bisa perhatikan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat laporan tentang kenaikan harga, yang beliau lakukan bukan menekan harga barang, namun beliau ingatkan para sahabat tentang konsep rizqi dalam islam, bahwa Allahlah yang menetapkan harga itu, Dia menyempitkan dan melapangkan rizqi manusia.
Bukan karena Allah mengurangi jatah rizqi mereka. Dengan demikian, mereka akan menerima kenyataan dengan yakin dan tidak terlalu bingung dalam menghadapi kenaikan harga, apalagi harus stres atau bahkan bunuh diri.
Mereka tidak Peduli dengan Kenaikan Harga
Manusia memiliki tugas yang Allah perintahkan. Manusia juga mendapat jaminan rizqi dari Allah, selama mereka hidup di dunia.
Karena itu, seringkali, Allah gandengkan perintah ibadah dengan penjelasan jaminan Allah akan memberi rizqi.
Diantarannya, Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ . مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ . إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizqi dari mereka, dan Aku tidak meminta mereka untuk memberi makan diri-Ku. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Pemberi rizki, Yang memiliki kekuatan, nan kokoh. (QS. ad-Dzariyat: 56 – 58)
Demikian pula firman Allah tentang menjaga shalat,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Perintahkahlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah dalam menjaga shalat. Aku tidak meminta rizki darimu, Aku yang akan memberikan rizki kepadamu. Akibat baik untuk orang yang bertaqwa.” (QS. Thaha: 132)
Di masa silam, terjadi kenaikan harga pangan sangat tinggi. Merekapun mengadukan kondisi ini kepada salah seorang ulama di masa itu.
Kita lihat, bagaimana komentar beliau,
والله لا أبالي ولو أصبحت حبة الشعير بدينار! عليَّ أن أعبده كما أمرني، وعليه أن يرزقني كما وعدني
“Demi Allah, saya tidak peduli dengan kenaikan harga ini, sekalipun 1 biji gandum seharga 1 dinar! Kewajibanku adalah beribadah kepada Allah, sebagaimana yang Dia perintahkan kepadaku, dan Dia akan menanggung rizkiku, sebagaimana yang telah Dia janjikan kepadaku.”
Ini karena beliau memahami, kondisi krisis, tidak akan mengurangi jatah rizqinya. Selama dia masih ditaqdirkan hidup, Allah pasti akan memberikan jaminan rizqi untuknya.
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)