PERNAH dikisahkan bahwa ada seorang yang kaya raya dan juga dermawan tinggal di kota Baghdad bernama Ayub. Karena sifatnya yang senang memberi, banyak pengemis mendatangi rumahnya setiap hari untuk meminta sedekah. Namun, suatu hari istrinya, Zainab, berpikir bahwa apa yang telah dilakukan suaminya telah memanjakan para pengemis tersebut.
“Zainab istriku, bersedekah tidak akan mengurangi harta kita.”
“Namun jika sedekah membuat mereka malas dan keenakan, bukankah tidak ada manfaatnya?”
Ayub pun memikirkan ucapan istrinya. Namun, ia masih memberikan sedekah kepada pengemis yang datang ke rumahnya. “Belilah makanan. Semoga perutmu kenyang.”
“Terima kasih, tuan. Semoga Allah membalas kebaikanmu,” ucap salah seorang pengemis.
Ayub masih melakukan sedekah di hari-hari berikutnya. Sampai kemudian ia pulang dari pasar dengan membawa begitu banyak barang dagangan. Saat matahari mulai bergerak kearah barat, para pengemis mulai berdatangan ke rumahnya. Kali ini, bukan sedekah seperti biasa yang ia berikan, melainkan sekotak barang dagangan.
“Kau bisa menjual barang dagangan ini, sehingga kau tidak lagi terus mengemis. Belajarlah berdagang dan tidak menggantungkan hidupmu dan keluargamu dari sedekah.” Ayub menjelaskan ketika seorang pengemis terheran dengan pemberian Ayub.
Pengemis itu pun terharu dan bersyukur. Sejak itu mereka berhenti mendatangi rumah Ayub, karena mereka telah memiliki sumber rezeki yang jauh lebih baik.
Fenomena pengemis yang suka meminta-minta masih dapat dengan mudah kita jumpai. Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita bahwa memberi sedekah berupa uang ibarat memberikan ikan kepada seseorang yang dapat membuatnya malas. Alih-alih membuat mereka tidak berusaha, berikan saja kail yang bisa membantu mereka mau berusaha untuk memperoleh sumber rezeki dengan jalan yang lebih mulia. [An Nisaa Gettar]