MEMPERBAIKI keadaan jiwa dan mengarahkan kalbu hanya kepada Allah semata, tak hanya perlu dilakukan pada saat kita menjalankan ketaatan, tetapi juga pada saat menghadapi situasi keseharian. Kita pun perlu ikhlas dengan rezeki yang Allah jatahkan untuk kita.
Risau dengan nasib esok hari ataupun kegairahan dalam mengejar rezeki bisa membelok kita dari jalur ikhlas. Untuk mendalami hal ini, marilah simak pengajian Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani dalam al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani.
Janganlah kita mencemaskan rezeki kita, karena rezeki itu mencari kita melebihi pencarian kita terhadapnya. Jika hari ini kita mendapatkan rezeki, janganlah kita merisaukan rezeki untuk esok hari.
Sesungguhnya kita tak tahu apakah kita masih menjumpai esok hari, sebagaimana hari kemarin telah kita kita lewati. Maka, berkonsentrasilah untuk mengisi hari kita dengan amalan-amalan yang baik.
Jika, kita telah mengenal Allah Azza wa Jalla, tentulah kita akan menyibukkan diri dengan-Nya, alih-alih menyibukkan diri dengan pencarian rezeki. Ketahuilah, kebesaran-Nya akan mencegahmu dari meminta dari-Nya. Sebab, siapa telah mengenal Allah Azza Wa Jalla, kelulah lidahnya.
Orang arif selalu terdiam membisu di hadapan-Nya hingga Allah mengembalikannya ke urusan perbaikan umat. Jika Allah menempatkannya kembali di tengah hamba-Nya, Allah akan melepas kekeluan dan kegagapan lidahnya.
Tatkala Musa as, menggembala domba, lisannya gagap, gugup, kaku, dan terbata-bata, dan ketika Allah hendak menempatkannya kembali, Allah memberinya ilham sehingga ia berkata,
” Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (Q.S Thaha [20]: 27-28)
Seolah ia mengatakan, “Saat aku di padang pasir menggembala kambing, aku tak membutuhkan hal ini, dan sekarang aku perlu mengurus dan berbicara pada umat, maka bantulah aku agar lepas kekeluan lidahku.” Maka Allah pun melepaskan kekakuan dari lidahnya, sehingga ia bisa bicara dengan sembilan puluh kata yang fasih dan dimengerti, kata-kata yang mudah orang lain ucapkan. Saat kecil, Musa pernah ingin bicara diluar haknya di hadapan Firaun dan Aisyah, maka Allah membuatnya menelan batu. [Chairunnisa Dhiee]
Sumber: Buku “Ikhlas tanpa Batas”