Al Mubaarok bin Al Mubaarok Adh Dhoriir seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang elok akhlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.
Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jalan yang benar. Lantas orang itu berkata kepadanya, “Engkau salah. Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan hakekatnya.
Orang itu kembali berkata, “Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”. Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu, “Ananda, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.
Orang itu menjawab, “Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”. Maka syaikh Al Wajiih berkata seraya tertawa, “Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.
Ananda, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”. Gajah berkata kepadanya, “Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”. Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”. (Mujamul Udaba : 5/44).
Menjadi guru, juga seorang dai memang harus banyak belajar bersabar, lapang dada dan berakhlak mulia, semoga Allah Taala memudahkan hal itu untuk kita, aamiin. [Ustadz Abu Zubair Al-Hawary, Lc.]