Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
“ALLAH, tiada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup dan Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (kekuasaan dan ilmu-Nya) meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahaagung.”(QS. al-Baqarah [2]: 255)
Saudaraku. Alam semesta beserta seluruh isinya ciptaan dan milik Allah SWT. Semua yang ada di langit dan di bumi berada dalam kekuasaan dan ilmu-Nya (Kursi-Nya). Allah sama sekali tidak merasa berat mengurus semuanya. Karena tiada tuhan selain Dia Yang Mahatinggi, Mahaagung.
Allah Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri. Dia terus-menerus mengurus makhluk-Nya tanpa mengantuk maupun tidur, dan tidak ada satu pun yang terabaikan. Allah tidak membutuhkan sesuatu pun, Dia Maha Mandiri.
Pastinya, berbeda dengan kita, makhluk-Nya, yang kemampuannya sangat terbatas. Kita pasti memerlukan sesuatu, baik dalam mengurus diri sendiri, terlebih keluarga atau orang lain. Walau pun ada yang disebut sebagai orang yang paling mandiri, ia pasti tetap membutuhkan sesuatu.
Tetapi, keterbatasan yang dimiliki bukan berarti melemahkan upaya untuk terus mandiri. Justru kita harus mengambil hikmah dari asma Allah, al-Qayyum. Yang Maha Berdiri Sendiri. Kita harus terus berupaya mandiri dalam berbuat kebajikan.
Contohnya pejabat. Setiap pejabat pasti membutuhkan bantuan pihak lain dalam mengurus tugas yang dijabatnya. Misalnya kepala desa membutuhkan perangkat desa, bupati membutuhkan kepala dinas, presiden membutuhkan menteri, direktur memerlukan manajer, dan sebagainya.
Bahkan, jangankan untuk mengurus tugasnya, seperti kadang-kadang kepala desa juga membutuhkan pihak atau sesuatu yang lain untuk mengurus dirinya sendiri. Semakin tinggi dan luas wilayah jabatan seseorang, semakin membuatnya membutuhkan banyak bantuan. Tetapi menjadi aneh kalau semuanya harus dibantu. Terlebih dalam mengurus dirinya sendiri.
Saudaraku. Kalau kita seorang pejabat, jadilah pejabat yang mandiri. Jangan manja! Jangan karena merasa berkuasa malah menikmati memerintah orang lain. Seperti menyuruh orang membawakan kacamata dari mobil ke dalam kantor. Jika masih kuat bawalah sendiri. Atau, tidak mau turun dari mobil sebelum dibukakan pintu. Ingin dipersilakan dan disambut. Diberikan kursi yang spesial, mau makan disuapin. Malah seperti di rumah sakit.
Jangan merasa bangga ketika ada yang membukakan pintu maupun mempersilakan makan. Karena keinginan diperlakukan spesial seperti itu membuat kita tidak mandiri. Tidak mendekat kepada al-Qayyum. Ada pun seseorang yang ingin dinilai sesama makhluk, pekerjaan atau perbuatannya cenderung tidak berkualitas.
Tetapi, misalkan jika memang ada orang yang mau membantu membukakan pintu, maka jangan pula lebay menahannya, atau berpura-pura tawadhu. Karena yang begitu juga tidak bagus. Lurus dan biasa saja.
Sebagaimana Rasulullah Saw yang kemuliaan beliau benar-benar asli dan tiada banding. Suatu waktu beliau memasuki masjid dan tidak mendapati tempat duduk. Beberapa sahabat ada yang berdiri, bermaksud memberikan tempat duduk untuk beliau. Tapi beliau menolak dengan hanya sekilas memberi isyarat. Kemudian beliau segera duduk di mana saja yang kira-kira masih bisa.
Demikian pula dengan Umar bin Khaththab saat menjabat khalifah. Suatu waktu Umar melaksanakan ibadah haji. Lalu pada saat berada di Mekkah tersebut, Shafwan bin Umayyah menghidangkan makanan untuk Umar, yang dibawa empat orang pembantunya dalam mangkok besar. Setelah meletakkan makanan di hadapan Umar dan yang lainnya, para pembantu pun kembali berdiri.
Kontan Umar bertanya tentang para pembantu tersebut: “Apakah kalian tidak menyukai mereka?” Lalu Abu Sufyan yang menjawab: “Bukan, wahai Amirul Mukminin. Tetapi kita hanya menguasai mereka.”
Mendengar jawaban itu, Sayyidina Umar langsung marah besar: “Mengapa suatu kaum hanya menguasai pembantu. Allah akan melakukan sesuatu sesuai kehendak-Nya karena mereka.” Kemudian Umar berkata kepada para pembantu: “Duduklah dan makanlah.” Mereka pun duduk dan menikmati hidangan. Sedangkan Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab tidak makan.
Nah, kalau saudara menjadi pejabat, jangan menginginkan diperlakukan spesial. Caranya, sering-seringlah melihat aib kita sendiri. Misalnya, bahwa orang menghormati saudara hanya karena topeng duniawi yang dititipkan. Yang dihormati orang adalah jabatannya, bukan saudara. Buktinya ketika jabatan sudah dilepas, orang-orang pun sudah tidak menghormati sebagaimana waktu menjabat.
Jadi, sudahlah. Jangan merasa spesial dengan jabatan. Walaupun ada yang memperlakukan spesial, bukan berarti memang spesial. Karena perlakuan terhadap penjahat dan jenazah lebih spesial lagi. Jadilah mandiri!
Termasuk jika kita bertindak sebagai pejabat dalam rumah tangga. Jangan sampai membuat anak kita bertanya: “Mengapa setiap hari ayah cuma bisa berkata tolong ini dan ambilkan itu? Ayah sedang sakit?” Mandirilah jadi orangtua. Ambil sendiri apa yang bisa diambilkan. Jangan menikmati menyuruh-nyuruh anak-anak.[*]