DARI Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al Asy’ariy Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Kesucian adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah memberatkan timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah akan memenuhi antara langit dan bumi.” (HR. Muslim No. 223)
Yaitu ucapan Alhamdulillah akan memenuhi dan menghasilkan berat timbangan kebaikan bagi yang mengucapkannya pada yaumul mizan nanti. Maksudnya menurut Imam An-Nawawi, begitu besar pahalanya. (Al-Minhaj, 3/101)
Begitu pula dikatakan Imam Al-Munawi Rahimahullah: “(dan Al Hamdulillah memberatkan timbangan) yaitu pahala ucapan itu akan memenuhinya dengan cara menjalankan kewajiban (perbuatan) jasmani.” (At-Taisir, 2/241)
Jadi, tidak cukup lisan saja, tetapi perbuatan jasmani juga mesti menunjukkan sikap bersyukur sebagaimana terkandung dalam maksud ucapan tahmid. Lalu, kenapa begitu besar pahalanya? Apa keistimewaan ucapan ini? Karena ucapan tahmid mengandung pengakuan dari hamba-Nya yang lemah bahwa semua pujian hanya bagi Allah Ta’ala, dan Dialah yang paling berhak menerimanya, bukan selain-Nya.
Berkata Syaikh Ismail Al-Anshari: “Sebab hal itu (besarnya pahala) adalah karena ucapan tahmid merupakan penetapan bahwa segala pujian adalah untuk Allah.” (At-Tuhfah, hadits No. 23)
Jika kita melihat keutamaan membaca Alhamdulillah, maka tidak mengherankan jika ucapan tersebut dapat memenuhi timbangan kebaikan bagi pengucapnya pada hari kiamat nanti. Keutamaan-keutamaan itu tertera di berbagai riwayat berikut ini.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaha Illallah dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah.” (HR. At-Tirmidzi No.3383, katanya: hasan gharib. Ibnu Majah No. 3800, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra No. 10667. Syaikh Al-Albani menshahihkan dalam berbagai kitabnya, Shahih At-Targhib wat Tarhib No. 1526, Tahqiq Misykah Al-Mashabih No. 2306, dll)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah sungguh rida terhadap hamba yang makan makanan lalu dia memuji-Nya atas makanan itu, atau dia minum sebuah minuman lalu dia memuji-Nya atas minuman itu.” (HR. Muslim No. 2734)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Seandainya seluruh dunia dengan sebagiannya berada di tangan seorang laki-laki di antara umatku, kemudian dia berkata Alhamdulillah, maka Alhamdulillah lebih utama dibandingkan hal itu.” (HR. Ad-Dailami No. 5083, Ibnu ‘Asakir, 16/54, Kanzul ‘Ummal No. 6406, Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkamil Quran, 1/131)
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan: “Umar berkata: Kami telah mengetahui Subhanallah dan Laa Ilaha Illallah, namun apakah Alhamdulillah?” Ali menjawab: “Kalimat yang Allah ridai untuk diri-Nya dan Dia paling suka untuk disebutkan.” (Lihat Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 3956)
Demikian. Wallahu A’lam wal Hamdulillah. [Ustaz Farid Nu’man Hasan]