Alhamdulillahi hamdan katsiiran thoyyiban mubaarakan fihi wash shalaatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Al-Wala`(kecintaan) dan Al-Bara` (kebencian) adalah salah satu dasar keimanan seorang muslim, karena keduanya termasuk Tauhidullah yang merupakan dasar dari agama Islam ini.
Seorang yang menerapkan Al-Wala` (kecintaan) dan Al-Bara` (kebencian) dengan benar, hakekatnya ia mentauhidkan Allah Ta’ala, sebagaimana hal ini disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata,
لأن حقيقة التوحيد أن لا يحب إلا الله ويحب ما يحبه الله لله فلا يحب إلا لله ولا يبغض إلا لله
“ …Karena hakikat tauhid adalah (dengan) tidak mencintai selain Allah dan mencintai apa yang dicintai oleh Allah karena-Nya. Maka kita tidak boleh mencintai sesuatu kecuali karena Allah, demikian pula tidak membencinya kecuali karena-Nya” (Majmu’ Al-Fatawa).
Sikap yang benar dalam menempatkan cinta dan benci akan mengokohkan keimanan seorang hamba, sebaliknya salah dalam menempatkan keduanya akan mengakibatkan rusaknya keimanannya.
Oleh karena itulah, dibawah ini penyusun akan nukilkan beberapa fatwa ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang menjelaskan tentang sebagian tata cara berinteraksi dengan orang-orang kafir yang mereka adalah orang-orang yang dibenci oleh Allah, karena kekafirannya.
Maka kita membenci orang-orang yang dibenci oleh Allah Ta’ala, namun perkara yang penting menjadi catatan di sini adalah bahwa bentuk kebencian kita tetaplah harus sesuai dengan apa yang dikehendaki Rabb kita yang telah disebutkan di dalam Alquranul Karim dan Al-Hadits yang shahih.
Timbangan membenci orang-orang kafir itu bukanlah perasaan atau kebiasaan sebuah masyarakat tanpa mempedulikan apakah bertentangan dengan Syari’at Islam atau tidak!
Bukan pula barometer cinta dan benci itu didasarkan kepada Islam Nusantara, Islam Arab Saudi, Islam Timur Tengah atau Islam Amerika dan selainnya, Tidak! Karena Islam itu hanya satu, yaitu agama yang Allah turunkan melaui utusan-Nya yang paling mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi, sesungguhnya timbangan Al-Wala`(kecintaan) dan Al-Bara` (kebencian) itu adalah dikembalikan kepada Allah, maka “kita tidak boleh mencintai sesuatu kecuali karena Allah, demikian pula tidak membencinya kecuali karena-Nya”, demikian tutur Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Kita mencintai segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah, baik sesuatu itu terkait dengan orang, keyakinan, ucapan, perbuatan maupun selainnya.
Sedangkan apa yang dicintai dan dibenci oleh Allah itu telah lengkap disebutkan di dalam dua wahyu-Nya.
Dan jika kita tidak mengetahuinya, maka kita diperintahkan untuk bertanya kepada para ulama yang merekalah orang-orang yang paling paham tentang ajaran Islam, di tengah-tengah umat ini.
Allah Ta’ala berfirman :
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
(43) Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ulama) jika kalian tidak mengetahui. (QS. An-Nahl: 43).
Dalam serial artikel ini, in sya Allah, penyusun nukilkan beberapa fatwa dari ulama-ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang terpercaya, yang memiliki reputasi ilmiah yang mendunia, seperti : Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-‘Utsaimin, dan masyayikh yang tergabung kedalam Komite Fatwa KSA yang dijadikan rujukan pertanyaan-pertanyaan kaum muslimin dari berbagi penjuru dunia.
Hanya saja, apa yang penyusun sampaikan ini, barulah sedikit saja dari ilmu para ulama yang luas, masih terlalu banyak permasalahan yang belum dinukilkan fatwanya dari para ulama rahimahumullah di dalam serial artikel ini.
Ini hakekatnya sekedar ‘sentilan’ terhadap kesadaran beragama kita sebagai warga dari sebuah negara, yang umat Islamnya termasuk paling banyak di dunia, agar kita semakin sadar bahwa hakekatnya semua sisi kehidupan kita ini terdapat petunjuknya dari Allah Ta’ala di dalam wahyu-Nya, tinggal kita yang tertuntut untuk rajin mempelajari wahyu-Nya tersebut lewat bimbingan para ulama rabbaniyyin yang mendidik umat ini dengan ilmu-ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu selanjutnya.
Perkara-perkara yang semestinya dilakukan terhadap orang non Muslim
Sebuah pertanyaan ditanyakan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz: “Apakah kewajiban bagi seorang muslim terhadap non muslim, baik ia seorang kafir dzimmi yang tinggal di negara kaum muslimin atau tinggal di negaranya sendiri maupun seorang muslim yang tinggal di negara orang non muslim tersebut. Kewajiban yang saya ingin ketahui penjelasannya di sini adalah interaksi (mu’amalah) dengan berbagai macamnya, mulai dari mengucapkan salam sampai masalah merayakan hari raya non muslim dengannya. Dan apakah boleh mengambil(nya) sebagai partner kerja saja? Kami mohon penjelasannya, semoga Allah memberi pahala kepada Anda”.
Beliau menjawab:
Sesungguhnya ada beberapa perkara yang termasuk disyari’atkan bagi seorang muslim dalam berinteraksi dengan non muslim, diantaranya adalah :
Pertama, berdakwah ilallah, yaitu seorang muslim mengajak non muslim untuk menyembah Allah dan menjelaskan kepadanya hakekat Islam, jika memang hal itu memungkinkan baginya dan ia memang memiliki ilmu (tentangnya). Karena hakekatnya ini adalah perbuatan baik yang terbesar dan terpenting. Seorang muslim memberi petunjuk kepada orang-orang yang senegara dengannya dan orang-orang nashara (kristen), yahudi ataupun kaum musyrik yang lainnya yang tinggal satu daerah dengannya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
((من دل على خير فله مثل أجر فاعله))
“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan, maka ia mendapatkan ganjaran seperti pahala pelakunya”. (HR. Imam Muslim dalam shahihnya).
Dan sabda beliau ‘alaihish shalaatu was salaam kepada Ali radhiyallaahu ‘anhu ketika beliau mengutusnya ke daerah Khaibar dan memerintahkanya untuk mengajak (manusia)masuk kedalam agama Islam, beliau bersabda:
((فوالله لأن يهدي الله بك رجلا خير لك من حمر النعم)) متفق على صحته.
“Demi Allah, sungguh Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui engkau itu lebih baik daripada onta merah”. (Disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim).
Beliau ‘alaihish shalaatu was salaam bersabda:
((من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثال آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا))
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun” . (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya).
Maka dakwah seorang muslim mengajak kepada Allah, menyampaikan ajaran Islam serta nasehatnya tentang hal itu, merupakan salah satu perkara yang terpenting dan bentuk mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama.
Kedua, jika orang non muslim tersebut adalah seorang kafir dzimmi atau musta`min atau mu’ahad, maka seorang muslim tidak boleh menzhaliminya, tidak pada jiwa, harta maupun kehormatannya, karena ia menunaikan hak kepada seorang muslim, maka tidak boleh seorang muslim menzhaliminya, (baik) tidak (mezhaliminya) pada hartanya (misalnya) dengan tidak mencuri, tidak berkhianat dan tidak menipu(nya). Tidak pula menzhaliminya pada badannya (misalnya) dengan tidak memukul dan selainnya. Karena statusnya sebagai seorang kafir yang mu’ahad atau dzimmi di suatu negeri atau musta`min yang (harus) dijaganya.
Ketiga, seorang muslim tidak dilarang berinteraksi dengan non muslim dalam masalah jual beli, sewa menyewa dan semisalnya.
Telah ada sebuah riwayat yang shahih dari Rasulullah ‘alaihish shalaatu was salaam bahwa beliau pernah membeli (sesuatu) dari orang-orang kafir para penyembah berhala dan juga pernah membeli (sesuatu) dari orang yahudi. Sedangkan ini adalah suatu bentuk muamalah (interaksi).
Beliau ‘alaihish shalaatu was salaam pun wafat sedangkan baju besinya sedang digadaikan kepada orang yahudi untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Keempat, (adapun) tentang masalah salam, tidak boleh memulai mengucapkan salam kepadanya, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
((لاتبدأوا اليهود ولا النصارى بالسلام))
“Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada kaum yahudi dan nashara (kristen)” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya).
Dan beliau –shallallaahu ‘alaihi wa sallam– bersabda :
((إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا: وعليكم))
“Jika seorang Ahli Kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan :” wa ‘alaikum””.
Maka seorang muslim tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada orang kafir, akan tetapi hendaknya ia menjawabnya dengan ucapan :” wa ‘alaikum”, hal ini berdasarkan sabda Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam,
((إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا: وعليكم))
“Jika seorang Ahli Kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan :” wa ‘alaikum”” (Disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim).
Ini adalah salah satu dari hak-hak yang terkait antara orang muslim dengan orang kafir.
Diantara hak-hak tersebut juga adalah bertetangga yang baik. Jika orang kafir tersebut adalah tetangga(mu), maka berbuat baiklah Anda kepadanya dan janganlah Anda mengganggunya dalam bertetangga. Dan bersedekahlah kepadanya jika ia adalah orang yang fakir, berilah hadiah dan nasehatilah ia dengan nasehat yang bermanfaat.
Karena hal ini merupakan perkara yang menyebabkan kecintaannya kepada agama Islam dan masuknya ia kedalam Islam dan karena seorang tetangga itu memiliki hak (atas tetangganya, pent.).
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مازال جبريل يوصيني بالجار حتى طننت أنه سيورثه))
“ Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar memperhatikan tetangga, sehingga aku mengira Malaikat Jibril akan menyampaikan bahwa tetangga itu termasuk ahli waris (bagi tetangga yang lain,pent.).” (Disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim).
Jika tetangga itu orang kafir, maka ia memiliki hak tetangga, sedangkan jika tetangga itu orang kafir sekaligus kerabat, maka ia memiliki dua hak, yaitu: hak tetangga dan hak kekerabatan.
Diantara perkara yang disyari’atkan bagi seorang muslim, hendaknya ia bersedekah dengan sedekah selain harta zakat kepada tetangganya yang kafir dan selain tetangganya diantara orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama (kalian) dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Berdasarkan hadits yang shahih dari Asma` bintu Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhuma bahwa pada saat perjanjian damai Hudaibiyah, ibunya mendatanginya di Madinah, sedangkan ibunya tersebut adalah seorang wanita musyrik yang menginginkan pertolongan. Lalu Asma` meminta izin kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk keperluan itu, apakah diperbolehkan ia berbuat baik kepadanya? Maka beliau pun –shallallaahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,
((صليها))
“Berbuat baiklah kepadanya!”
Adapun zakat, maka tidak ada larangan memberikan zakat kepada mu`allaf qulubuhum (orang-orang yang diperlakukan dengan halus hatinya) diantara orang-orang kafir, hal ini berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla,
{إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ }
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang diperlakukan dengan halus hatinya…” .(QS. At-Taubah:60).
Adapun ikut serta dengan orang-orang kafir dalam perayaan hari raya mereka, maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk ikut serta di dalam acara tersebut.
(Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/290).
Lajnah Daimah (Komite Fatwa) Saudi Arabia ditanya (fatwa no. 5176): “Jika kami mempunyai tetangga orang-orang kafir (nashara/kristen), bagaimana kami bersikap kepada mereka, jika mereka memberi kami hadiah-hadiah, apakah kami terima (hadiah tersebut) dari mereka? Apakah boleh kami (wanita muslimah, pent.) menampakkan wajah (membuka cadar, pent.) di hadapan mereka (perempuan kafir) atau mereka melihat dari kami lebih dari sebatas wajah (misalnya : rambut dan kepala, pent.)? Dan bolehkah kami membeli (barang) dari penjual nashara (kristen)?”
Mereka menjawab:
Berbuat baiklah kalian kepada orang yang telah berbuat baik kepada kalian diantara mereka, walaupun mereka nashara (kristen). Maka jika mereka memberi hadiah yang mubah (sesuatu yang halal, pent.) kepada kalian, maka balaslah mereka karenanya. (Dulu) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menerima hadiah dari pembesar negara romawi padahal ia seorang yang beragama nashara (kristen) dan juga menerima hadiah dari yahudi.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi memerangi kalian karena agama (kalian) dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai wali kalian1 orang-orang yang memerangi kalian karena agama (kalian) dan mengusir kalian dari negeri kalian dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Anda boleh menampakkan di depan wanita-wanita mereka sesuatu yang diperbolehkan untuk ditampakkan di depan wanita-wanita muslimah, berupa : pakaian dan yang semisalnya yang boleh diperlihatkan dan boleh (seorang muslimah) berhias dengannya, hal ini menurut pendapat ulama yang terkuat.
Andapun boleh membeli dari mereka apa yang Anda butuhkan, berupa sesuatu yang halal.
Wabillahit Taufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Komite Tetap Pembahasan Ilmiah dan Fatwa KSA
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz.
Wakil Ketua : Abdur Razzaq Afifi.
Anggota : Abdullah bin Qu’ud
(Sumber: Website resmi Ar-Riaasah Al-‘Aammah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Iftaa: http://bit.ly/1OR866Z)
Mereka juga ditanyakan pertanyaan yang semisal (Fatwa no. 8691): “Bagaimana tata cara berinteraksi dengan seorang yang beragama kristen, baik sebagai tetangga dalam asrama atau teman sekolah? Apakah saya boleh mengunjunginya dan menyampaikan ucapan selamat kepadanya di hari raya mereka?”
Mereka menjawab:
Boleh berinteraksi dengan seorang nashrani yang menjadi tetangga, dengan cara berbuat baik kepadanya dan membantunya dalam urusan yang mubah. (Boleh pula) bersikap baik terhadapnya dan mengunjunginya untuk mengajaknya menyembah Allah Ta’ala (saja), barangkali Allah memberi hidayah kepadanya untuk masuk kedalam agama Islam.
Adapun menghadiri hari raya mereka dan menyampaikan ucapan selamat kepada mereka karenanya, maka hal itu tidak diperbolehkan. Berdasarkan firman Allah Subhanahu,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maaidah: 2).
Karena menghadiri hari raya mereka dan menyampaikan ucapan selamat itu adalah salah satu macam wala’ (cinta) yang diharamkan. Demikian pula menjadikan mereka sebagai teman (yang dicintainya, pent.).
Wabillahit Taufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Komite Tetap Pembahasan Ilmiah dan Fatwa KSA
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz.
Wakil Ketua : Abdur Razzaq Afifi.
Anggota : Abdullah bin Ghadyan, Abdullah bin Qu’ud.
(Sumber: Website resmi Ar-Riaasah Al-‘Aammah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Iftaa: http://bit.ly/1HS8uCN)
***
(bersambung in sya Allah)
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/27099-bagaimana-berinteraksi-dengan-non-muslim-1.html