Seseorang yang memberikan persaksian di pengadilan, haruslah bersaksi dengan jujur dan tidak memberikan kesaksian bohong. “Memberikan persaksian” yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas dengan menjadi “saksi” saja di muka pengadilan. Akan tetapi, termasuk juga advokat (pengacara) atau pihak-pihak yang juga ikut berbicara di depan persidangan untuk didengar keterangannya oleh hakim pengadilan. Ketika saksi atau pengacara itu memberikan kesaksian dengan memutar fakta dan bersilat lidah, sehingga yang benar tampak salah dan yang salah tampak menjadi benar, keduanya terancam dengan dalil-dalil di bawah ini.
Dalil-dalil yang menunjukkan adanya ancaman dari memberikan persaksian palsu
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menjadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun merugikan dirimu sendiri, atau ibu bapak, dan kaum kerabatmu. Jika dia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar-balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’ [4]: 135)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan kita agar menjadi saksi karena Allah, meskipun persaksian kita merugikan diri kita atau kerabat kita sendiri karena memang bersalah dalam kasus yang disidangkan. Hubungan kekerabatan tidaklah menyebabkan kita bersaksi palsu atau bohong demi menyelamatkan kerabat kita dari hukuman atas kesalahannya.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]: 8)
وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Barangsiapa yang menyembunyikannya, sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 283)
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 140)
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ
“Apakah kalian mau aku beritahu dosa besar yang paling besar?”
Beliau menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.”
Beliau pun bersabda,
الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
“Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua.”
Lalu beliau bangkit untuk duduk dari sebelumnya berbaring, kemudian melanjutkan sabdanya,
أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ
“Ketahuilah, juga ucapan keji (curang).”
Dia berkata, “Beliau terus saja mengatakannya berulang-ulang hingga kami mengatakan, ‘Duh, sekiranya beliau berhenti.” (HR. Bukhari no. 2654 dan Muslim no. 87)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengubah posisi duduk beliau dan mengatakannya berulang kali, yang menunjukkan bahaya dan gawatnya perkara ini.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang al-kabaa’ir (dosa-dosa besar). Maka beliau bersabda,
الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ
“Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh orang, dan bersumpah palsu.” (HR. Bukhari no. 2653 dan Muslim no. 88)
Dari Khuraim bin Fatik Al-Asadi radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَامَ قَائِمًا فَقَالَ عُدِلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ بِالْإِشْرَاكِ بِاللَّهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ ثُمَّ قَرَأَ : فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنْ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat subuh. Selesai shalat, beliau bangkit dan berkata, “Persaksian palsu itu disamakan dengan perbuatan mensekutukan Allah.”
Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membacakan ayat, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta dengan ikhlas kepada Allah.” (QS. Al-Hajj [22]: 30).” (HR. Abu Dawud no. 3599, Tirmidzi no. 2300, Ibnu Majah no. 2372)
Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan betapa besar bahaya dan dosa dari orang-orang yang memberikan kesaksian palsu di pengadilan, baik dia berbicara sebagai saksi, sebagai advokat (pengacara), atau pihak-pihak terkait lainnya.
[Bersambung]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50892-bahaya-memberikan-persaksian-palsu-bag-1.html