JIKA kita perhatikan, bagian kabah yang paling mulia dan paling istimewa adalah hajar aswad. Disebut mulia, karena batu ini turun dari surga. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Hajar aswad turun dari surga. Dulu batu ini lebih putih dari pada susu. Kemudian menjadi hitam karena dosa-dosa bani Adam.” (HR. Ahmad 2795, Turmudzi 877, Ibnu Khuzaimah 2733, dan sanadnya dinilai hasan oleh al-Adzami).
Meskipun benda mulia, para sahabat tidak berebut mengambil serpihannya untuk dijadikan obat. Amalan yang mereka lakukan untuk hajar aswad hanya menciumnya atau menyentuhnya. Itupun hanya dilakukan ketika thawaf. Di luar kegiatan thawaf, mereka sama sekali tidak menyentuh hajar aswad maupun menciumnya.
Bahkan Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, ketika beliau hendak mencium hajar aswad, beliau yakinkan bahwa batu ini sama sekali tidak bisa memberi manfaat mauapun memberi madharat. Dari Abis bin Rabiah, dari Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, bahwa beliau mendekati hajar aswad ketika hendak thawaf, lalu beliau menciumnya. Lalu Umar mengatakan,
“Saya tahu, kamu hanyalah sebuah batu, tidak bisa memberi manfaat dan madharat. Andai bukan karena saya pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR. as-Syafii dalam musnadnya no 881, Bukhari no. 1597, dan yang lainnya). Anda bisa perhatikan pernyataan Umar, “Andai bukan karena saya pernah melihat Nabi menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”
Artinya, beliau mencium hajar aswad bukan karena untuk ngalap berkah, bukan karena penasaran dengan baunya, bukan pula karena memuliakannya. Para sahabat mencium hajar aswad, karena menngikuti praktek Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Artinya, mereka lakukan itu, dalam rangka mengamalkan sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dengan mengamalkan sunah nabi, umatnya akan mendapatkan pahala di akhirat. Itulah keberkahan bagi mukmin yang sejatinya.
Seperti itu yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sekalipun berupa batu dari surga, mereka tidak menyikapinya melebihi yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Benda lain yang ada di kabah, jelas tidak bisa dibandingkan dengan hajar aswad. Karena benda-benda itu, ada di muka bumi. Bebatuan penyusun kabah, adalah bebatuan yang ada di sekitar masjidil haram. Demikian pula kayu-kayunya. Termasuk juga kain kiswah. Itu semua buatan manusia. Bahkan terdapat informasi bahwa benang kiswah diimpor dari Italia, untuk mendapatkan bahan terbaik. Kemudian dengan alasan apa kita ngalap berkah dengan kiswah atau bebatuan kabah.