Arab Saudi akan Kembali Mengizinkan Mencium Hajar Aswad dan Shalat di Hijr Ismail

Presiden Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Dr Abdulrahman bin Abdulaziz Al-Sudais mengumumkan rencana komprehensif untuk membolehkan kembali shalat di wilayah Hijr Ismail dan mencium Hajar Aswad (Batu Hitam) dalam waktu dekat, surat kabar Saudi Gazette.

Presiden Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bekerja sama dengan otoritas terkait akan memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah umrah untuk menunaikan ibadahnya dengan mudah dan nyaman.

Perencanaan melalui rencana organisasi lanjutan dirumuskan untuk memenuhi aspirasi Kerajaan Arab Saudi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah dan pengunjung Masjidil Haram. Perlu dicatat bahwa Hijr Ismail adalah daerah berbentuk bulan sabit yang berdekatan dengan Ka’bah.

Hijr Ismail adalah tempat Nabi Ibrahim AS membangun tempat berlindung untuk putranya, Nabi Ismail AS dan istrinya, Siti Hajar. Area sekitar tiga meter di samping tembok di sisi Hijr Ismail sebenarnya merupakan bagian dari Ka’bah.

Sholat di kawasan Hijr Ismail dengan khusyuk ketika menunaikan ibadah haji atau umrah dan selalu menjadi fokus para jamaah yang datang ke tanah suci. Sedangkan Hajar aswad yang terletak di sudut selatan Ka’bah merupakan batu yang menjadi titik awal dan titik akhir untuk mengelilingi.

Tahun lalu, Kementerian Haji dan Umrah mengumumkan bahwa akan ada opsi pada aplikasi Eatmarna dan Tawakkalna untuk memesan tempat dan dapat mencium Hajar aswad, menyentuh Pojok Yaman (Rukun Yamaani) dan shalat di Hijr Ismail. Namun, pernyataan itu dicabut tak lama kemudian karena situasi pandemi belum stabil.

Sholat di Hijr Ismail dan mencium Hajar aswad ditunda sejak Juli 2020 akibat merebaknya virus Covid-19.*

HIDAYATULLAH

Jamaah Kini Bisa Sentuh Hajar Aswad Lewat Virtual Reality

Arab Saudi telah meluncurkan inisiatif yang memungkinkan umat Islam menyentuh Hajar Aswad atau batu hitam di Ka’bah di Makkah secara virtual melalui teknologi Virtual Reality (VR) atau realitas maya. Inisiatif Batu Hitam Virtual ini diciptakan oleh Kepala Kepresidenan untuk Urusan Dua Masjid Suci Sheikh Abdul Rahman Al Sudais.

“Kami memiliki situs keagamaan dan sejarah yang hebat yang harus kami digitalkan dan komunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi terbaru,” kata Sheikh Sudais, dikutip dari Gulf News, Rabu (15/12).

Kemudian, ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan simulasi virtual untuk mensimulasikan sebanyak mungkin indera, seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan bahkan penciuman. Selama ritual ziarah ke Makkah atau haji, salah satu dari lima rukun Islam adalah mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan pada akhir ritual masing-masing mereka mencoba menyentuh hajar aswad.

Ia menambahkan hal ini telah dipromosikan pada saat Arab Saudi sedang mengembangkan serangkaian proyek penting yang berkaitan dengan realitas virtual dan kecerdasan buatan terutama ditujukan untuk membuat kota pintar.

Inisiatif ini terdiri dari simulasi situs ziarah utama Muslim di Makkah yang mulai sekarang dapat dikunjungi dari rumah berkat virtual reality. Dengan cara ini, Ka’bah dapat dilihat dan disentuh secara virtual dari rumah. Hajar aswad itu tertanam di Ka’bah dan dianggap oleh umat Islam sebagai pecahan surga.

https://gulfnews.com/world/gulf/saudi/saudi-arabia-muslims-can-virtually-touch-kaabas-black-stone-from-home-1.84388660

IHRAM

Bersentuhan dengan Lawan Jenis Ketika Mencium Hajar Aswad

Assalamu ‘alaikum wr.wb.

Saya Hidayah dari Tangerang mau bertanya,

Batalkah wudhu saya, saat itu saya sedang tawaf tujuh putaran, lalu setelah tawaf saya mencium hajar aswad dan berdesak-desakan sehingga bersentuhan kulit, dilanjutkan sholat subuh, apakah sholat subuh saya batal karena saya bersentuhan kulit di luar tawaf?

Terima kasih, mohon penjelasannya.

Nur Hidayah (Disidangkan pada Jumat, 3 Zulhijah 1441 H / 24 Juli 2020 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus-salam wr.wb.

Terima kasih atas pertanyaan saudara, berikut ini kami sampaikan jawabannya.

Pertanyaan saudara sejatinya sudah ada jawabannya dalam buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Jilid 1 halaman 47, buku Tanya Jawab Agama (TJA) Jilid I cetakan VII halaman 41 dan website fatwatarjih.or.id dengan link https://fatwatarjih.or.id/batal-wudhu-bersentuhan-kulit-laki-laki-dan-perempuan/. Namun begitu, agar lebih jelas duduk persoalannya, akan kami jelaskan kembali permasalahan tersebut.

Pembahasan tentang bersentuhan dengan lawan jenis tercantum dalam Q.S. al-Maidah (5) ayat 6 dengan lafal sebagai berikut,

يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَائِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ  مَا يُرِيدُ ٱللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Kata لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَاءَ (laamastum an-nisa) pada ayat tersebut menuai perbedaan pendapat di kalangan sahabat. Sebagian memaknainya secara hakiki, yakni persentuhan kulit laki-laki dan perempuan dan sisanya memaknai secara majazi yakni setubuh (hubungan seksual suami istri). Pendapat pertama, antara lain pendapat ‘Umar ibn al-Khaththab dan Ibn Mas’ud, yang mengartikan dengan persentuhan kulit laki-laki dan perempuan. Pendapat kedua, antara lain pendapat ‘Ali ibnu Abi Thalib dan Ibn ‘Abbas yang mengartikan potongan ayat di atas dengan setubuh.

Perbedaan pemahaman ini mengakibatkan perbedaan pendapat tentang batal atau tidaknya wudhu karena sebab persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan. Menurut pendapat yang pertama, persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan membatalkan wudhu. 

Pendapat ini dipegangi oleh ulama Syafi’iyah dan ulama Hanbaliyah. Adapun menurut pendapat yang kedua, persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegangi oleh ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu apabila menimbulkan syahwat.

Muhammadiyah dalam Putusan Tarjihnya, menetapkan kata laamastum an–nisa dalam ayat tersebut bermakna majazi, yakni bersetubuh, sehingga persentuhan kulit antara lawan jenis tidaklah membatalkan wudhu. Hal ini didukung oleh beberapa hadits, antara lain seperti yang diriwayatkan ‘Aisyah istri Rasulullah berikut ini,

فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ [رواه المسلم والترمذى وصححه].

Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw dari tempat tidur, kemudian saya merabanya dan tanganku memegang kedua telapak kaki Rasulullah yang sedang tegak karena beliau sedang sujud [H.R. Muslim dan Tirmidzi serta mensahihkannya].

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ إِنْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُصَلِّى وَإِنِّى لَمُعْتَرِضَةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ اعْتِرَاضَ الْجَنَازَةِ حَتَّى إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ مَسَّنِى بِرِجْلِهِ [رواه النسائى].

Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Pernah Rasulullah saw shalat dan aku berbaring di depannya melintang seperti mayat, sehingga ketika beliau hendak shalat witir, beliau menyentuhku dengan kakinya [H.R. an-Nasai].

Bahkan pada kesempatan lain, ‘Aisyah tidak hanya memegang kedua telapak kaki Nabi saw, namun hingga menyentuh rambut Nabi saw untuk meyakinkan dirinya bahwa Nabi saw tidak meninggalkannya untuk bertemu istri-istri beliau yang lain. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam asy-Syaukani dalam kitab Nail al-Authar dan ditakhrij salah satunya dalam al-Mu’jam al-Awsath sebagai berikut,

عَنْ عَائِشَةَ فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَقُلْتُ: إِنَّهُ قَامَ إِلَى جَارِيَتِهِ مَارِيَةَ، فَقُمْتُ أَلْتَمِسُ الْجِدَارَ، فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يُصَلِّي، فَأَدْخَلْتُ يَدَيَّ فِي شَعْرِهِ لأَنْظُرَ اغْتَسَلَ أَمْ لَا، فَلَمَّا انْصَرَفَ, قَالَ: أَخَذَكِ شَيْطَانُكِ يَا عَائِشَةُ.

Dari ‘Aisyah (diriwayatkan), Aku tidak mendapati Rasulullah saw suatu malam, kemudian aku berkata, sesungguhnya Rasulullah pergi ke istrinya Mariyah lalu aku berdiri dan meraba-raba dinding, maka tiba-tiba aku mendapati Rasulullah sedang mendirikan shalat. Segera aku masukkan tanganku ke rambutnya untuk melihat apakah dia baru saja mandi junub atau tidak. Setelah Rasulullah selesai beliau berkata: Setan telah menggiringmu ya Aisyah.

Istidlal di atas meskipun berkenaan dengan persentuhan lawan jenis antara suami istri, akan tetapi dapat dipahami secara umum, yakni persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan secara umum selama itu tidak bersenggama, maka tidaklah membatalkan wudu. Bahkan pada suatu kesempatan Nabi Muhammad saw tidak hanya bersentuhan kulit dengan lawan jenis, melainkan menciumnya, seperti diterangkan pada hadis berikut,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبِلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأَ … [رواه أحمد].

Dari ‘Aisyah (diriwayatkan), bahwasannya Rasulullah mencium sebagian istrinya lalu beliau keluar untuk shalat dan tidak mengulang wudunya … [H.R. Ahmad].

Aktivitas mencium yang lebih intim saja tidak membatalkan wudhu menurut keterangan dalam hadis tersebut, apalagi jika hanya sekadar persentuhan kulit. Dengan demikian, sholat subuh yang saudara tunaikan, baik dilakukan setelah berdesak-desakan sewaktu tawaf atau setelah tawaf tetaplah sah selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu sesuai tuntunan syariat.

Wallahu a‘lam bish-shawab

—–

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 7 Tahun 2021

Link artikel asli

IHRAM

Batu Hitam yang Mulia

Sebagian besar umat Islam berusaha menciumnya sebagaimana dicontohkan Rasulullah.

Hajar Aswad yang bermakna batu hitam adalah sebuah batu yang sangat dimuliakan. Ia merupakan jenis batu ruby, yang berasal dari Surga. Sebagian besar umat Islam, terutama yang menunaikan ibadah haji, berusaha untuk menciumnya, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Umar bin Khathab RA pernah menyatakan, Rasulullah SAW sendiri pernah menciumnya. Saat Umar bin Khathab berada di hadapan hajar aswad dan menciumnya ia berkata, ”Demi Allah, aku tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu (Hajar Aswad–Red), niscaya aku tidak akan menciummu.” (Hadis No 228 Kitab Shahih Muslim).

Hajar Aswad terletak di sudut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut tempat memulai Tawaf, atau sebelah kiri Multazam (tempat dikabulkannya doa yang terletak di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah).

Menurut sejumlah sumber, batu hitam ini berukuran sekitar 10 sentimeter (cm) dengan luas lingkaran pita peraknya sekitar 30 cm. Tingginya dari lantai dasar Masjid al-Haram sekitar 1,5 meter. Karena pernah dipukul, akibatnya batu Hajar Aswad pun pecah. Pecahannya berjumlah delapan buah dengan ukuran yang sangat kecil. Mereka yang ingin menciumnya, harus memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran pita berwarna perak mengkilat.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Aisyah RA bertanya kepada Nabi SAW mengenai dinding di sebelah Ka’bah, ”Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?” Beliau bersabda, ”Sesungguhnya kaummu kekurangan biaya (dana).” Aisyah bertanya, ”Lalu mengapa pintunya naik ke atas?” Beliau menjawab, ”Kaummu melakukan hal itu agar mereka dapat memasukkan dan mencegah orang-orang yang mereka kehendaki. Seandainya kaummu tidak dekat dengan masa jahiliyah, aku akan memasukkan dinding itu ke dalam Baitullah, dan akan aku lekatkan pintunya ke bumi.” (HR Bukhari).

Sebagian besar umat Islam meyakini, bahwa berdoa di sekitar Hajar Aswad akan dikabulkan. Abdullah bin Amr bin Ash RA mengatakan bahwa ketika batu Hajar Aswad itu turun, dia lebih putih daripada perak. Dan seandainya dia tidak tersentuh oleh kotoran-kotoran jahiliah, niscaya setiap orang sakit, dengan penyakit apa pun, yang menyentuhnya akan sembuh.

Bahkan, ada yang meyakini bahwa dengan mengunjungi dan menyentuhnya, maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Ali bin Abi Thalib Ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Hurairah RA, ”Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya pada Hajar Aswad itu terdapat 70 malaikat tengah memohonkan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang Muslim dan mukmin dengan tangan-tangan mereka, seraya rukuk, sujud, dan bertawaf. Ia akan memberi kesaksian pada hari kiamat bagi siapa saja yang memegangnya dengan penuh keyakinan dan benar.”

Ketika Salman Al-Farisi RA tengah berada di antara Zamzam dan maqam (tempat berpijak) Ibrahim, dia melihat orang-orang berdesakan pada Hajar Aswad. Lalu dia bertanya kepada kawan-kawannya, ”Tahukah kalian, apakah ini?” Mereka menjawab, ”Ya, ini adalah Hajar Aswad.” Dia berkata, ”Ia berasal dari batu-batu surga. Dan demi Tuhan yang menggenggam jiwaku, ia akan dibangkitkan kelak dengan memiliki sepasang mata, satu lisan, dan dua buah bibir, untuk memberikan kesaksian bagi orang-orang yang pernah menyentuhnya secara hak (benar).”

Yang terpenting dan harus menjadi perhatian umat Islam, kendati terdapat berbagai kemuliaan pada Hajar Aswad, umat Islam diimbau untuk tetap menjaga hati dan keimanan kepada Allah SWT saat menyentuh atau menciumnya agar tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang menyekutukan Allah.

*berbagai sumber/dia

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 04 Oktober 2009

IHRAM

Hajar Aswad, Hanyalah Batu dan Tak Bisa Beri Manfaat

JIKA kita perhatikan, bagian kabah yang paling mulia dan paling istimewa adalah hajar aswad. Disebut mulia, karena batu ini turun dari surga. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Hajar aswad turun dari surga. Dulu batu ini lebih putih dari pada susu. Kemudian menjadi hitam karena dosa-dosa bani Adam.” (HR. Ahmad 2795, Turmudzi 877, Ibnu Khuzaimah 2733, dan sanadnya dinilai hasan oleh al-Adzami).

Meskipun benda mulia, para sahabat tidak berebut mengambil serpihannya untuk dijadikan obat. Amalan yang mereka lakukan untuk hajar aswad hanya menciumnya atau menyentuhnya. Itupun hanya dilakukan ketika thawaf. Di luar kegiatan thawaf, mereka sama sekali tidak menyentuh hajar aswad maupun menciumnya.

Bahkan Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, ketika beliau hendak mencium hajar aswad, beliau yakinkan bahwa batu ini sama sekali tidak bisa memberi manfaat mauapun memberi madharat. Dari Abis bin Rabiah, dari Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, bahwa beliau mendekati hajar aswad ketika hendak thawaf, lalu beliau menciumnya. Lalu Umar mengatakan,

“Saya tahu, kamu hanyalah sebuah batu, tidak bisa memberi manfaat dan madharat. Andai bukan karena saya pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR. as-Syafii dalam musnadnya no 881, Bukhari no. 1597, dan yang lainnya). Anda bisa perhatikan pernyataan Umar, “Andai bukan karena saya pernah melihat Nabi menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”

Artinya, beliau mencium hajar aswad bukan karena untuk ngalap berkah, bukan karena penasaran dengan baunya, bukan pula karena memuliakannya. Para sahabat mencium hajar aswad, karena menngikuti praktek Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Artinya, mereka lakukan itu, dalam rangka mengamalkan sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dengan mengamalkan sunah nabi, umatnya akan mendapatkan pahala di akhirat. Itulah keberkahan bagi mukmin yang sejatinya.

Seperti itu yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sekalipun berupa batu dari surga, mereka tidak menyikapinya melebihi yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Benda lain yang ada di kabah, jelas tidak bisa dibandingkan dengan hajar aswad. Karena benda-benda itu, ada di muka bumi. Bebatuan penyusun kabah, adalah bebatuan yang ada di sekitar masjidil haram. Demikian pula kayu-kayunya. Termasuk juga kain kiswah. Itu semua buatan manusia. Bahkan terdapat informasi bahwa benang kiswah diimpor dari Italia, untuk mendapatkan bahan terbaik. Kemudian dengan alasan apa kita ngalap berkah dengan kiswah atau bebatuan kabah.

Hajar Aswad: Batu Surga Dahulunya Berwarna Putih

Hajar Aswad adalah batu yang berada pada salah satu sisi ka’bah yang kita disunnhakan untuk menciumnya  jika mampu pada salah satu manasik haji dan umrah. Batu ini berwarna hitam karenanya dinamakan sebagai hajar yang berarti batu dan aswad yang berarti hitam. Dahulunya Hajar Aswad berwarna putih dan merupakan batu yang berasal dari surga. Banyaknya dosa manusia menyebabkan  batu tersebut menjadi berwarna hitam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, beliau bersabda,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam”.

Diriwayat yang lain, batu tersebut lebih putih dari warna salju.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.

Syaikh Al-Mubarakfuri  rahimahullah menjelaskan bahwa dzahir hadits menjelaskan demikian dan ini bukan makna kiasan. Beliau berkata,

صارت ذنوب بني آدم الذين يمسحون الحجر سببا لسواده ، والأظهر حمل الحديث على حقيقته إذ لا مانع نقلاً ولا عقلاً

“Dosa Bani Adam menyebabkan batu menjadi hitam dan (pendapat) yang lebih kuat adalah memahami dzahir hadits sebagaimana hakikatnya, tidak ada penghalang baik secara akal maupun dalil.”

Mengapa tidak menjadi putih lagi?

Tentu kita bertanya kenapa tidak menjadi putih lagi dengan kebaikan manusia dan tauhid orang-orang yang benar. Jawabannya adalah sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa Allah telah menetapkan hal ini meskipun Allah mampu mengubahnya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,.

اعترض بعض الملحدين على الحديث الماضي فقال ” كيف سودته خطايا المشركين ولم تبيضه طاعات أهل التوحيد ” ؟

وأجيب بما قال ابن قتيبة : لو شاء الله لكان كذلك وإنما أجرى الله العادة بأن السواد يصبغ ولا ينصبغ ، على العكس من البياض .

“ Sebagian orang yang menyimpang menentang hadits ini, mereka berkata: bagaimana bisa hitam karena kesalahan orang musyrik tetapi tidak bisa menjadi putih kembali dengan ketaatan ahli tauhid? Maka di jawab oleh Ibnu Quthaibah, jika saja Allah berkehendak maka bisa saja akan tetapi Allah menetapkan bahwa warna hitam itu memberikan warna bukan terwarnai berkebalikan dengan warna putih”

Al-Muhibb At-Thabari menjelaskan bahwa ini agar menjadi pelajaran bagi manusia dan bias dilihat. Beliau berkata,

ج. وقال المحب الطبري : في بقائه أسود عبرة لمن له بصيرة فإن الخطايا إذا أثرت في الحجر الصلد فتأثيرها في القلب أشد .انظر لهما : ” فتح الباري ” ( 3 / 463 ) .

“Tetap putihnya warna batu adalah sebagai pelajaran, jika saja kesalahan pada batu menjadi keras maka lebih berbekas lagi pada hati.

Hajar aswad akan menjad saksi hari kiamat

Sebisa mungkin kita berusaha menyentuh hajar Aswad dan menciumnya ketika melakukan ibadah haji dan umrah karena ia akan bersaksi di hari kiamat kelak. Sebagaimana dalam hadits,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَجَرِ « وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ يَشْهَدُ عَلَى مَنِ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ »

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya.”

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31939-hajar-aswad-batu-surga-dahulunya-berwarna-putih.html

Hajar Aswad Turun dari Surga Lebih Putih dari Susu

HAJAR Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di sekeliling Ka`bah.

Dinamakan juga Hajar As`ad, diletakkan dalam bingkai dan pada posisi 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Batu yang berbentuk telur dengan warna hitam kemerah-merahan. Di dalamnya ada titik-titik merah campur kuning sebanyak 30 buah. Dibingkai dengan perak setebal 10 cm buatan Abdullah bin Zubair, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Batu ini asalnya dari surga sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu lalu berubah warnanya jadi hitam akibat dosa-dosa bani Adam.” (HR Timirzi, An-Nasa`I, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada, “Demi Allah, Allah akan membangkit hajar Aswad ini pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang pernah mengusapnya dengan hak.” (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).

At-Tirmizi mengatakan bahwa hadis ini hadis hasan. Sedangkan Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih dalam kitab Shahihul Jami` no. 2180, 5222 dan 6975.

Dari Abdullah bin Amru berkata, “Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula.” (HR Al-Azraqy).

Bagaimanapun juga Hajarul Aswad adalah batu biasa, meskipun banyak kaum muslimin yang menciumnya atau menyentuhnya, hal tersebut hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar bin Al-Khattab berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberi mudarat maupun manfaat. Kalalulah aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu aku pun tidak akan melakukannya.”

Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

Inilah Mozaik

Kriteria Sosok Penjaga Hajar Aswad

Setiap tahunnya, ribuan jamaah mengunjungi kota Makkah di Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji maupun umrah. Jamaah yang memadati Masjid Al Haram di Makkah berharap mereka akan mampu melewati kerumunan orang untuk mencium atau menyentuh Batu Hitam (Hajar Aswad) yang terletak di sudut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai.

Di depan Hajar Aswad itulah, berdiri seorang penjaga yang mengawasi dan membantu jamaah yang ingin menjangkau batu tersebut. Setiap jam berlalu, seorang penjaga baru bergantian mengambil alih tanggung jawab untuk menjaga Hajar Aswad dan jamaah yang begitu semangat agar aman.

Dilansir di Saudi Gazette, Jumat (29/6), pejabat keamanan masjid mengatakan kepada Al-Arabiya English bahwa 24 penjaga yang melindungi Hajar Aswad dipilih berdasarkan daftar kriteria tertentu. Kriteria tersebut memastikan mereka adalah sosok yang tepat untuk pekerjaan tersebut, seperti secara fisik sehat dan mampu mengatasi di tengah cuaca panas.

  • Menjaga Amarah

Para pejabat Presidensi Umum untuk Urusan Masjid Al Haram memurnikan area Hajar Aswad setiap setelah shalat dengan pembersih, air mawar, Oud (parfum), dan alat pembersih yang dibuat khusus.

Banyak orang yang mungkin menganggap bahwa Hajar Aswad adalah satu batu yang utuh. Namun, Hajar Aswad sebenarnya terdiri dari delapan batu kecil, yang terbesar di antaranya adalah ukuran tanggal, yang dibentuk bersama.

Batu Hitam terletak di sudut timur Ka’bah dan sekitar satu setengah meter dari lantai. Batu tersebut dikelilingi oleh bingkai perak yang diikat oleh paku perak ke dinding luar Ka’bah. Hajar Aswad ini menandakan permulaan dan akhir dari setiap ritual ibadah Tawaf di sekitar Ka’bah. Karena jamaah kerap melambai atau mencoba untuk menyentuh batu dengan setiap putaran tawaf.

 

REPUBLIKA

Hajar Aswad Bukan Batu Biasa atau Batu Meteor

Sebagaimana diterangkan dalam sejumlah hadis yang diriwayatkan dari berbagai perawi hadis tepercaya, Hajar Aswad adalah sebuah batu mulai yang berasal dari surga. Dahulu, saat pertama kali diturunkan, batu ini berwarna putih laksana susu. Namun, karena dosa-dosa manusia hingga ia menjadi hitam (aswad).

Terkait dengan banyaknya riwayat yang menyebutkan bahwa batu hitam ini berasal dari surga, banyak pihak yang penasaran dengan hal tersebut. Ada yang berusaha mengambil atau mencurinya. Namun, ada pula yang mengaitkannya dengan batu yang bukan berasal dari bumi. Kalangan ini menyebutnya dengan batu meteor. Namun, sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadis, batu hitam tersebut adalah batu yang berasal dari surga.

Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai asal mula diturunkan. Ada yang menyebutkan, batu ini diturunkan oleh Allah SWT melalui perantaraan malaikat Jibril. Sebagian lagi berpendapat, ia dibawa oleh Nabi Adam AS ketika diturunkan dari surga. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Katsir, dalam bukunya Qishash al-Anbiyaa’ (Kisah Para Nabi dan Rasul). Wa Allahu A’lam.

Para pihak yang masih ‘penasaran’ dengan batu ini, berusaha mencari tahu asal sumbernya. Ada yang berusaha menelitinya, dan menyatakan batu ini memang batu yang bukan berasal dari bumi. Di antaranya menyatakan, batu ini adalah pecahan dari batu meteor.

Bahkan, seorang ilmuwan Muslim asal Mesir, Prof Dr Zaghlul An-Najjar, meminta dunia Islam untuk mengambil sampel satu atau dua mikro Hajar Aswad untuk bahan penelitian dan pembuktian dari hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa batu tersebut itu tidak berasal dari bumi, tapi berasal dari surga.

Sebagaimana dikutip Muslimdaily.com, An-Najjar meyakinkan dunia Islam tujuan pengambilan sampel itu semata-mata untuk penelitian. Ia meyakinkan, pengambilan sampel itu tidak akan merusak Hajar Aswad.

An-Najjar menyatakan, Lembaga Geografi asal Inggris, pernah mengutus seorang perwira tinggi untuk mencermati Hajar Aswad. Dan sang perwira merasa takjub dengan pemandangan Ka’bah. Lebih lanjut An-Najjar menegaskan bahwa Makkah adalah pusat bumi.

 

REPUBLIKA

Batu Hitam akan Berbicara pada Hari Kiamat

Seiiring berjalannya waktu, jutaan orang Muslim berkumpul untuk melakukan haji pada musim haji 1438 H. Para jamaah haji pun membentuk antrean untuk menyentuh batu hitam dan bahkan berebut untuk menciumnya.

Tapi apakah batu hitam itu? Dan apa artinya dalam Islam?

Batu hitam itu diturunkan dari surga. Seperti disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Batu Hitam turun dari surga.” (At-Tirmidzi)

Pada kesempatan lain, Nabi SAW menggambarkan batu hitam tersebut dengan mengatakan, “Ketika batu hitam turun dari surga, itu lebih putih dari susu, tapi dosa anak-anak Adam membuatnya menjadi hitam.” (At- Tirmidzi)

Dilansir Saudi Gazzete, hadis ini menjelaskan bahwa dosa orang-orang yang menyentuh batu itu, menyebabkannya menjadi hitam.

Al-Haafiz ibn Hajar berkata, “Beberapa bidah mencoba mengkritik hadis ini dengan mengatakan, ‘Mengapa dosa orang-orang kafir mengubahnya menjadi hitam dan pemujaan terhadap orang-orang terhadap Allah tidak menjadikannya putih?’

Kemudian Bibi Zainab Dowlut berpendapat dengan mengutip apa yang dikatakan Ibn Qutaybah. “Jika Allah berkehendak, itu akan terjadi. Tapi, Allah telah menyebabkannya menjadi hal yang hitam. Berlawanan dengan apa yang terjadi dengan warna putih.”

Bibi Zainab Dowlut tidak dapat membayangkan jika dosa memiliki efek buruk pada batu karang dan bagaimana kaitannya dengan hati manusia yang terbuat dari daging. Hal tersebut mengingatkan akan hadis lain, di mana Rasulullah SAW menyebutkan efek dosa di hati.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ketika orang beriman melakukan dosa, sebuah titik hitam muncul di dalam hatinya. Jika dia bertobat, menyerahkan dosa itu, dan mencari pengampunan, hatinya akan dipoles. Tapi, jika (dosa) meningkat, (titik hitam) meningkat. Itulah Ran (penutup atau noda) yang Allah sebutkan di dalam Kitab-Nya: “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka,” (QS. Al-Muthaffifiin ayat 14)

Tahukah Anda bahwa batu hitam akan berbicara pada hari kiamat dan bersaksi?

Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW bersabda tentang batu: Demi Allah, Allah akan membawanya pada hari kiamat, dan itu akan memiliki dua mata untuk melihat dan lidahnya yang akan berbicara, dan itu akan bersaksi untuk orang-orang yang menyentuhnya dengan tulus.” (At-Tirmidzi)

Haruskah Muslim yang melakukan haji atau umrah menyentuh batu hitam itu? Apakah Nabi Muhammad SAW menyentuh batu hitam selama ziarahnya?

Diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Makkah, dia sampai ke batu hitam dan menyentuhnya, lalu dia berjalan ke sebelah kanannya, dan berlari tiga kali dan berjalan empat kali di sekitar Ka’bah). (HR Muslim)

Maka, menyentuh batu hitam itu harus dilakukan sebelum tawaf, keliling mengelilingi Kabah. Bahkan menganjurkan untuk menciumnya, karena Nabi SAW terlihat melakukannya.

Pendampingnya, Umar ibn Al-Khattab mendatangi batu hitam dan menciumnya, lalu dia berkata, “Saya tahu bahwa Anda hanyalah sebuah batu yang tidak dapat memberi keuntungan atau menimbulkan bahaya. Jika bukan karena saya telah melihat Nabi SAW mencium, saya tidak akan mencium Anda. “(Bukhari dan Muslim)

Namun, orang harus tahu bahwa itu hanyalah sebuah batu, dan tidak memiliki kemampuan atau kekuatan. Tidak dapat menyebabkan kerugian atau membawa manfaat. Sering kali orang menjadi ekstrem dalam menciumnya, menggosok wajahnya beserta pakaian mereka.

Jika memungkinkan orang-orang akan membawanya pulang. Perlu diingat bahwa manfaat dan kerugian hanya dari Allah. Meski begitu, menyentuh batu itu adalah sarana pembebasan.

Diriwayatkan bahwa Ibn Umar berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Menyentuh mereka berdua (Batu Hitam dan al-Rukn al-Yamani) adalah penebusan dosa.” (At-Tirmidzi).

Jika seseorang tidak dapat mencapainya karena kerumunan orang atau alasan lain, maka dia harus menyentuhnya dengan benda lain dan mencium benda itu. Dan jika dia tidak dapat melakukan itu, maka dia harus menunjuk ke arahnya dan mengatakan Allahu-Akbar, karena semua ini diberitahukan oleh Nabi.

Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang pergi untuk mencium atau menyentuh batu haruslah menjaga etiket Islam. Tidak membahayakan orang lain dengan mendorong, atau menginjak seperti yang sering terjadi. Kebiasaan ini harus diubah, sebab Islam mengajarkan sopan
dan santun.

Demikian pula, bahasa kotor dan berteriak pada orang juga harus dihindari. Pertahankan kesabaran agar tulus dan dapatkan pahala dari penebusan dosa.

 

IHRAM