SAYA terhenyak saat mendengar dawuh sebagian masyayikh bahwa “rizkimu yang sesungguhnya adalah sesuatu yang memberikan manfaat bagimu, bukan sesuatu yang kamu hasilkan dari kerjamu.” Saya terhenyak bukan karena tak pernah mendengar definisi yang seperti itu, melainkan karena tertarik dengan beberapa contoh yang menarik untuk direnungkan ulang.
Puluhan baju yang kita simpan dalam lemari kita adalah belum tentu merupakan rizki kita semua. Mungkin saja adalah “milik orang lain” yang mampir di lemari kita. Segera setelah kita beli, kemudian tubuh kita menjadi gemuk, lalu baju itu tak lagi muat, maka terpaksa dishadaqahkan kepada orang lain yang menjadi “pemilik aslinya.” Hmm, kadang shadaqah memang harus dipaksa ya. Demikian pula kasusnya dengan celana kita dan semua barang yang kita miliki.
Uang banyak yang kita simpan dibank juga belum tentu milik kita. Bisa jadi kita yang bersusah payah mengumpulkannya namun orang lain yang menikmatinya. Orang lain yang menggunakannya, kita yang dihisabNya di hari kiamat kelak. Mungkin kita akan menjawab bahwa harta kita akan turun kepada anak kita. Namun, siapakah yang bisa menjamin? Ada seribu satu kemungkinan yang mungkin terjadi setelah kematian kita. Lalu yang manakah rizki kita?
Mai kita renungkan sabda Rasulullah Muhammad, manusia termulia sepanjang zaman: “Anak cucu Adam berkata: ‘Hartaku, hartaku’.” Beliau meneruskan: “Hartamu wahai anak cucu Adam tidak lain adalah yang kau makan lalu kau habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan atau yang kau sedekahkan lalu kau habiskan.” (HR. Muslim no. 2958)
Dalam riwayat lain disebutkan: Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan. ” (HR. Muslim no. 2959)
Sekali lagi, ternyata harta kita bukanlah hang kita kumpulkan, melainkan yang telah kita gunakan. Berhati-hatilah jangan sampai kita termasuk manusia “Bersenang-senang dengan harta, namun disiksa karena perbuatan salah menggunakan harta itu.” Sudah berapa banyakkah rizkimu? Salam, AIM. [*]
Oleh :Â KH Ahmad Imam Mawardi