Nabi Muhammad mengganti nama Yastrib dengan Madinah.
Sebelum bergulirnya waktu mengantarkan Madinah dengan kejayaan Islamnya, sejarah panjang membungkus Kota Nabi tersebut. Dalam buku al-Madinah al-Munawwarah fi al- Tarikh: Dirasah Syamilah karya Abdussalam Hasyim Hafidz, Kota Madinah sebelum Islam diisi oleh penduduk yang berasal dari tragedi yang menimpa pada masa Nabi Nuh AS. Diceritakan bahwa sebagian umat Nabi Nuh itu tenggelam terbawa banjir besar, termasuk putra Nabi Nuh, Kan’an.
Sebagian yang selamat ikut serta dalam bahtera kapal Nabi Nuh selama 1 tahun 10 hari. Setelah selamat, terdapat salah seorang pengikut Nabi Nuh bernama Yatsrib bin Qaniyah bin Mahlail melancong ke sebuah tempat. Kejadian ini bertepat pada tahun 2600 SM dan nama tempat yang dilanconginya itu pun dikenal dengan nama Yatsrib.
Dinamai Yatsrib karena merujuk pada orang pertama yang mendatangi tempat tersebut. Yatsrib kemudian dikenal sebagai nama kota yang pada zaman hijrah Rasulullah diganti namanya menjadi Madinah. Kendati demikian, nama Yatsrib yang diabadikan menjadi sebuah kota semakin populer dan dikenal banyak orang-orang Arab pada masa itu maupun masa seterusnya.
Selain para pengikut Nabi Nuh, Kota Madinah sebelum Islam juga pernah diisi sejumlah kekuatan politik, salah satunya dari Dinasti Amalekit. Meski kekuasaan dinasti ini berpusat di Mesir, mereka sesungguhnya mempunyai kekuatan yang tersebar di berbagai wilayah Arab lainnya, antara lain Suriah, Yaman, Makkah, dan juga Yatsrib.
Kekuasaan Dinasti Amalekit ini mendiami Kota Yatsrib setelah pengikut Nabi Nuh bermigrasi ke Juhfah. Adapun para klan dari Dinasti Amalekit yang mendiami Yatsrib antara lain bani Sa’ad, bani Haf, bani Mathar, bani al-Azraq, hingga bani Ghaffar. Dinasti Amalekit yang memiliki kultur dan corak kebudayaan Mesir yang kental turut sedikit banyak memengaruhi kebudayaan Kota Yatsrib.
Sejumlah sejarawan mengatakan, nama Yatsrib sendiri merupakan serapan dari bahasa Mesir kuno, yakni Etropis. Nama Yatsrib juga sering diidentikan dengan nama Theba. Namun, argumen tersebut ditolak dengan kuat karena sebelum Dinasti Amalekit datang, terdapat pengikut Nabi Nuh yang lebih dulu tinggal di sana. Ini pun diperkuat dengan adanya salah se orang pengikut yang bernama Yatsrib.
Dalam kesehariannya, kaum Amalekit di Yatsrib digambarkan gemar bercocok tanam, membangun rumah, dan membangun bentengbenteng pertahanan. Adapun bahasa yang digunakan oleh mereka adalah bahasa Arab badui dengan dialek al- Mudhdhari.
Dinasti Amalekit menduduki wilayah Yatsrib dalam masa yang cukup lama, yakni hingga tahun kedua Masehi. Hingga akhirnya pada zaman Nabi Musa AS, kekuasaan Dinasti Amalekit berakhir dan digantikan oleh para pengikut Nabi Musa, yaitu kaum Yahudi.
Eksistensi Nabi Musa dan kaum Yahudi selain di Mesir juga merambah ke wilayah Arab lainnya. Selain Yatsrib, wilayah lainnya yang ikut dirambah adalah Palestina. Menurut Yasin Ghadhbar pada 1994, adapun kaum Yahudi yang dimaksud adalah semua yang memeluk ajaran Nabi Musa, termasuk di dalamnya bani Israil yang merupakan anak-anak keturunan Nabi Yakub.
Kendati demikian, dalam sejarahnya, pada tahun pertama hingga kedua Masehi itu juga, kaum Yahudi dari sejumlah wilayah Arab, seperti Mesir, Suriah, hingga Palestina, bermigrasi ke Yatsrib guna menghindari dominasi Kerajaan Romawi.
Beberapa klan dari kaum Yahudi yang bermigrasi ke Kota Yatsrib yakni bani Qaynuqa, bani Nadhir, bani Quraydha, dan bani Yahdal. Hingga tahun 70 Masehi, orang-orang Yahudi yang menetap di Yatsrib merupakan gabungan antara pengikut Nabi Musa yang telah mengalahkan Dinasti Amalekit dan orang-orang Yahudi yang eksodus dari Palestina.
Menariknya, meski bahasa ibu kaum Yahudi ini adalah bahasa Ibrani, mereka memelajari dan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa seharihari di Yatsrib. Dalam tesis Philip K Hitty yang kemudian dibukukan dengan judul The History of Arabs, Arab bukanlah entitas agama tertentu. Arab adalah entitas kebudayaan yang mana mereka dipersatukan oleh bahasa, agama, dan tidak hanya oleh agama. Dengan demikian, Arab bukanlah monopoli agama tertentu.
Selain kaum Yahudi, suku Arab dari kaum Aws dan Khazraj juga datang ke Yatsrib. Hal ini dilatarbelakangi peristiwa banjir besar di Yaman. Dalam perjalanan sejarahnya, Kota Madinah sebelum Islam diwarnai oleh beragam perbedaan budaya dan agama.
Pada masa Rasulullah, perbedaan itu disatukan dalam sebuah perjanjian bernama Piagam Madinah yang menjamin kebebasan tersebut.