DZIKIR yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam seusai shalat adalah membaca istighfar, dan bukan hamdalah. Al-Walid perawi hadis bertanya kepada al-Auzai, “Bagaimana cara beristighfar?” Beliau mengatakan, “Cukup kamu mengucapkan: Astaghfirullah Astaghfirullah” (HR. Muslim 591 dan Nasai 1261)
Dan kami tidak pernah menjumpai adanya riwayat yang mengajarkan bahwa seusai shalat, dianjurkan untuk membaca hamdalah.
Bukankah Seusai Shalat kita boleh Membaca Apapun?
Benar, bahwa seusai shalat, orang boleh melakukan kegiatan apapun di luar shalat. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan, “Kunci shalat adalah bersuci, yang mengharamkannya adalah takbiratul ihram, dan yang menghalalkannya adalah salam.” (HR. Ahmad 1006 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Yang dimaksud boleh melakukan kegiatan apapun di luar shalat adalah kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan shalat. Namun jika kegiatan itu dikaitkan dengan shalat, seperti dzikir setelah shalat, kewajiban kita adalah mengikuti apa yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Karena itu, dalam hal ini, seseorang tidak boleh berkreasi, seperti membuat dzikir sendiri atau kegiatan sendiri, yang tidak sesuai dengan praktek Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika seseorang melakukan sesuatu secara berulang-ulang, bisa dipastikan, dia melakukannya karena dilandasi latar belakang tertentu.
Terdapat kaidah yang menyatakan, “Apabila sesuatu itu berulang, maka dia menjadi aturan”. Si A setiap selesai shalat langsung beristighfar 3 kali. Ketika ditanya, mengapa anda lakukan itu?, si A menjawab, “Seperti ini yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” Si B setiap selesai shalat selalu membaca hamdalah, baru istighfar. Ketika ditanya, mengapa anda baca hamdalah seusai shalat? Jawab si B, “Sudah kebiasaan.” “Ini sebagai rasa syukur karena sudah diberi kesempatan untuk shalat.” Atau jawaban semisalnya.
Jika alasannya hanya kebiasaan, seharusnya kita ikuti kebiasaan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan bukan membuat kebiasaan sendiri. Jika alasannya karena bersyukur kepada Allah, alasan ini tidak tepat, dengan pertimbangan,
[1] Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling pandai bersyukur. Namun beliau tidak membaca hamdalah sesuai shalat.
[2] Jika kita membaca hamdalah seusai shalat sebagai bentuk syukur kepada Allah, seharusnya kita juga melakukan yang sama untuk ibadah lainnya. Sehingga kita baca hamdalah setiap selesai ibadah apapun.
Namun realitanya, untuk ibadah yang lain, mereka tidak membaca hamdalah. Mengapa kita harus beristighfar setelah shalat. Bukankah shalat itu ibadah? Mengapa kita istighfar sesuai ibadah? Karena kita sangat yakin, dalam ibadah shalat yang kita lakukan sangat rentan dengan kekurangan. Dan kita mohon ampun atas semua kekurangan yang kita lakukan ketika shalat. Hadirkan perasaan semacam ini ketika anda membaca istighfar setelah shalat. Agar ucapan istighfar kita lebih berarti.
Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]