ANAK lelaki ini memiliki nasib yang agak berbeda dengan kebanyakan anak lelaki kecil seusianya. Dia saban hari dipukul ibunya. Pukulan ibunya bagai sarapan wajib harian baginya. Tak hanya matahari yang pasti setia menyapa bumi saban hari, pukulan sang ibu pun “setia” menyentuh tubuh si anak kecil ini. Menariknya, anak lelaki ini tak pernah menangis.
Anak kecil selain dia kebanyakan cengeng, tangisan meledak sebelum pukulan tiba. Saat ibunya mendelik sebelum ucapkan kata, biasanya anak sudah menangis duluan. Bahasa tubuh dan getaran rasa orang tua cukup kuat untuk menyentuh perasaan anak-anaknya. Namun mengapa anak yang saya kisahkan ini tak menangis? Ada kelaianan jiwa kah?
Saat di anak kecil itu beranjak besar dan dewasa, pukulan tangan sang ibu masih tetap setia dia terima. Tak usah ditanya apakah ibunya yang memiliki kelainan jiwa, karena bukan itulah hikmah kisah yang akan saya bagi dalam tulisan ini. Lebih dari itu, sungguh kita harus tak tega membicarakan orang yang melahirkan kita dengan perjuangan yang sangat dahsyat penuh derita itu.
Suatu hari, anak lelaki yang sudah besar itu menangis sesenggukan saat dipukul ibunya. Itulah tangisan pertama yang ditampakkannya sepanjang sejarah pemukulan ibunya. Ada salah seorang familinya yang bertanya: “Mengapa menangis? Baru pertama kali ini aku melihat engkau menangis.”
Dia menjawab: “Aku senang kalau merasakan pukulan tangan ibuku ke badanku sangat keras. Itu berarti ibuku masih sehat. Hari ini, pukulan tangan ibuku terasa lemah dan lemes. Ini berarti ibuku telah menua dan akan segera meninggalkan aku. Bagaimana mungkin aku tak menangis, sementara salah satu pintu surgaku akan segera meninggalkanku?”
Subhanallaah, meleleh air mata saya menuliskan kisah ini. Ada kerinduan mendalam kepada ibunda yang telah kembali ke rahmat Allah menyusul ayahanda. Mari kita rindukan orang tua kita dan sayangi mereka. Mari kita doakan orang tua kita yang sudah wafat dan bersedekahlah atas nama beliau. Hanya dengan cara itulah kita terus menyambung kasih sayang dengan mereka. Jangan sakiti orang tua kita dan jangan lupakan. Salam, AIM. [*]
Oleh KH Ahmad Imam Mawardi