Pengantar
Makan dan minum adalah fitrah dan hajat hidup setiap manusia. Tanpanya manusia tidak akan dapat melanjutkan kehidupannya di dunia ini. Ini adalah takdir Allah atas setiap makhluq-Nya bernama manusia. Oleh karena itu dalam pandangan Islam, makanan dianggap sebagai salah satu faktor yang penting dalam kehidupan. Sebab, makanan berpengaruh besar terhadap perkembangan jasad dan rohani seseorang. Maka dari itu pula dalam ajaran Islam terdapat peraturan dan tuntunan mulai dari keharusan mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, etika makan dan minum, sampai pengaturan kadar dan jumlah makanan/minuman yang masuk ke dalam perut.
Akan tetapi sebagian orang tidak memperdulikan status hukum makanan yang masuk dalam tubuhnya. Asal lezat, ni’mat, dan murah langsung dikonsumsi, tanpa memperhatikan kehalalan dan ke[thayyib]an-nya. Padahal kwalitas kehalalan dan ke[thayyib]an makanan yang mendarah daging dalam jasad sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Makanan yang kandungannya tidak thayyib dipastikan akan merusak fisik. Adapun makanan yang tidak halal cara menghasilkannya akan berdampak pada kwalitas iman dan ruhani seseorang sampai menghalangi terkabulnya do’a.
Tulisan ini akan membahas persoalan makanan dan minuman menurut Islam. Sebab, sebagai Muslim kita harus selalu menyikapi segala sesuatu dengan nazar islami (pandangan Islam). Kita musti menjadikan Islam sebagai kerangka acuan dalam segala hal. Termasuk dalam urusan makanan.
Kaidah dan Kriteria Makanan Halal
Sebelum lebih jauh membahas jenis-jenis makanan dan minuman yang halal atau haram, maka ada beberapa kaidah penting yang seharusnya dipahami dalam persoalan makanan dan minuman ini. Diantaranya:
Kaidah Pertama; Asalnya semua makanan adalah halal dan boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Artinya selama tidak ada dalil al-Qur’an atau hadits Nabi yang mengabarkan bahwa makanan itu haram, maka makanan tersebut hukumnya halal. Oleh karena itu, anda tidak akan pernah menemukan daftar makanan atau minuman halal dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Kaidah ini berdasarkan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 29 dan al-An’am [6] ayat 119:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu”. (QS.2: 29)
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. 6: 119)
Ayat pertama [2:29] menunjukkan bahwa segala sesuatu baik yang berupa makanan, minuman, pakaian yang ada di bumi adalah halal dan suci, kecuali yang diharamkan melalui dalil khusus dalam al-Qur’an dan al-hadits. (Lihat: Aisarut Tafasir, hlm. 39-40, Taisirul Karimir Rahman, hlm. 48). Semakna dengan itu ayat kedua [6;:119] menerangkan jenis-jenis makanan yang diharamkan, yang menunjukan bahwa semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at berarti adalah halal.
Kaidah Kedua; Manhaj Islam dalam menghukumi ke-halal-an dan ke-haram-an suatu makanan dan minuman adalah ke-thayyib-an dan kesucian serta tidak mengandung unsur yang merusak. Sebaliknya Islam mengharamkan makanan yang khabits (kotor) serta mengandung dzat merusak dan berbahaya bagi tubuh. Kaidah ini merujuk kepada ayat Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 68 dan 72 dan Al-Maidah ayat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ [٢:١٦٨]
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (2:168)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [٢:١٧٢]
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ
Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik
Makna thayyib dalam ayat-ayat tersebut segala sesuatu yang secara dzat nya baik, suci, bersih, mudah dicerna, mengandung gizi yang bermanfaat bagi jasad serta tidak mengandung dzat yang merusak dan membahayakan badan dan akal. Sementara yang dimaksud dengan halal adalah segala sesuatu yang secara dzat telah dibolehkan oleh Allah untuk dikonsumsi [thayyib] dan diperoleh dari penghasilan yang halal, tidak mencuri serta tidak berasal dari mu’amalah yang haram. Jadi, halal dalam ayat tersebut terkait dengan proses dan mekanisme mendapatkannya. Sedangkan thayyib terkait dengan dzatnya yang baik, bermanfaat, dan tidak berbahaya.
Kaidah ketiga; semua jenis makanan yang berupa tumbuh-tumbuhan seperti biji-bijian dan buah-buahan atau yang diolah dari keduanya adalah halal. Kecuali yang mengandung unsur yang merusak tubuh dan akal. Demikian pula dengan makanan yang berupa hewan darat, semuanya halal kecuali jenis hewan tertentu yang dijelaskan pengharamannya dalam al-Qur’an dan al-Hadits (Perinciannya pada pembahasan tersenidiri). Adapun hewan laut semuanya halal tanpa kecuali. Kaidah ini merujuk kepada dua hal. [1]dalil-dalil umum tentang kebolehan mengonsumsi apa saja yang baik dan bermanfaat serta tidak mengandung mudharat, sebagaimana dijelaskan dalam dua kaidah sebelumnya. [2] Ayat Qur’an dan hadits Nabi yang menunjukan kehalalan seluruh makhluq laut, seperti surah al-Maidah ayat 96:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan;
Dalam sebuah hadits shahih diterangkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyatakan halalnya hewan laut. Bahkan meskipun sudah menjadi bangkai. Beliau mengatakan bahwa, “Laut itu thahur (suci dan menyucikan) airnya dan halal bangkainya”. (terj. HR. Abu Daud, Tirmidizy, Nasai, dan Ibnu Majah). Yakni bangkai hewan yang hidup di laut halal dikonsumsi.
Kaidah dan kriteria makanan halal menurut Islam seperti diterangkan di atas menunjukan kemudahan syari’at Islam dalam masalah ini. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghalalkan semua makanan yang baik dan mengharamkan segala jenis makanan yang tidak baik bagi tubuh dan diperoleh dari cara yang tidak benar. Artinya unsur kehalalan makanan dalam Islam tidak hanya dilihat dari aspek dzatnya yang baik dan halal. Tapi dilihat juga dari sisi proses dan cara mendapatkannya. Semoga Allah menuntut hati kita untuk ridha dengan rezki-Nya yang halal yang kita dapatkan melalui cara yang halal pula.Allahumma aghniyna bi halalika ‘an haramika. (Bersambung insya Allah). Depok, 3/01/1435 H).-sym–
Catatan: Sebelumnya tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Al-Firdaus
Sumber dari: https://wahdah.or.id/kaidah-dan-kriteria-makanan-halal-dalam-islam-1/