Akibat Memakan Makanan Haram

BAGI seorang Muslim, jangan sepelekan, ada akibat memakan makanan haram yang sangat mengerikan.

Apakah kita seringkali merasa bahwa doa yang kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tak kunjung dikabul? Jika ya, maka mungkin ada yang salah dalam diri Anda. Apa itu? Salah satunya terdapat dari makanan yang Anda konsumsi. Kalau makanan haram, maka akan membuat doa tertolak. Sungguh ngeri akibat makanan haram ini!

Makanan haram adalah makanan yang dilarang dikonsumsi oleh umat islam dan dapat digolongkan dalam dua golongan utama yakni karena dzatnya maupun karena suatu kondisi.

Akibat Memakan Makanan Haram: Definisi Makanan Haram

Adapun makanan haram ini disebutkan dalam firman Allah SWT ayat berikut ini

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.”

“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Maidah ayat 3)

Akibat Memakan Makanan Haram: Hal Tidak Halal dan atau Diperoleh dengan Cara Haram

Makanan yang kita konsumsi, boleh jadi mengandung hal tidak halal atau diperoleh dengan cara yang haram.

Oleh sebab itu, kita harus periksa makanan yang telah kita konsumsi. Mengapa? Sebab, makanan haram akan memengaruhi doa.

Hal mengenai ini tertuang dalam hadis Rasulullah ﷺ. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Nabi ﷺ bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’

Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu’.”

Akibat Memakan Makanan Haram: Doa Tertolak

Kemudian Nabi ﷺ menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim [1686]).

Oleh karena itu, apabila kita hendak mengonsumsi sesuatu makanan atau minuman hendaknya terlebih dahulu mengetahui dari mana kedua hal tersebut berasal. Jangan sampai kita memakan makanan yang haram.

Sebab dapat berpengaruh terhadap terkabulnya doa yang kita panjatkan kepada Allah. Wallahu ‘alam. []

ISLAMPOS

Cinta: Antara yang Syar’i, Haram, dan Mubah (Bag. 3)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Dalil-dalil tentang cinta

Dalil pertama: Apakah patokan syirik besar dalam cinta?

Allah Ta’ala  berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman itu lebih besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Dalam surah Al-Baqarah ayat 165 ini terdapat patokan syirik besar dalam cinta, yaitu mencintai selain Allah sebagaimana mencintai Allah. Yang dimaksud adalah cinta yang mengandung puncak cinta dan puncak perendahan diri. Inilah cinta ibadah. Ini berarti mencintai selain Allah dengan jenis cinta ibadah.

Dalil kedua: Apakah patokan cinta yang haram?

Allah Ta’ala  berfirman,

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Surah At-Taubah ayat 24 ini menunjukkan wajibnya mendahulukan kecintaan kepada Allah dan kepada segala yang dicintai oleh Allah di atas kecintaan kepada selain itu semua. Patokan cinta yang haram adalah mencintai selain Allah yang berakibat meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman. Cinta yang diperbolehkan ditujukan kepada makhluk (yaitu cinta tabiat/ naluri, cinta karena kasih sayang atau yang didasari rasa hormat, dan cinta kepada hobi/ kegemaran/ kesukaan yang halal) ini berubah menjadi haram jika mengakibatkan meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.

Dalil ketiga: Siapakah makhluk yang tertuntut untuk paling dicintai?

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim rahimahumallah berikut ini menunjukkan bahwa yang wajib dicintai tertinggi di antara seluruh makhluk adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبَّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين

“Tidak sempurna keimanan wajib salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintai daripada anaknya, orangtunya, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang melebihi seluruh makhluk lainnya adalah bagian dari kesempurnaan keimanan yang wajib. Konsekuensinya adalah jika seseorang mencintai diri sendiri/ anak/ orang tua melebihi kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia berdosa, namun tidak sampai kafir. Adapun jika tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali, maka ini kekafiran karena tidak ada dasar keimanan pada pelakunya.

Dalil keempat: Buah cinta kepada Allah yang benar adalah lezatnya iman dan ibadah

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار

“Ada tiga perkara yang barangsiapa terdapat dalam dirinya ketiga perkara tersebut, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya, (2) mencintai seseorang hanya karena Allah, dan (3) benci kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan ia darinya, sebagaimana ia benci dicampakkan ke dalam Neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim rahimahumallah ini menunjukkan bahwa barangsiapa terpenuhi tiga perkara yang disebutkan dalam hadis tersebut, maka akan merasakan lezatnya iman dan ibadah ketaatan kepada Allah sehingga tegar dalam menghadapi kesulitan dan musibah dalam ketaatan kepada Allah.

Tiga perkara itu adalah:

Pertama: Mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melebihi selain keduanya.

Kedua: Mencintai manusia hanya karena Allah.

Ketiga: Benci terjatuh ke dalam kedalam kekafiran.

Dalil kelima: Kecintaan bukan karena Allah (karena kemaksiatan) akan terputus di akhirat

Allah Ta’ala  berfirman,

اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.” (QS. Al-Baqarah: 166)

Surah Al-Baqarah ayat 166 menunjukkan kecintaan bukan karena Allah (karena kemaksiatan) akan terputus di akhirat. Sebaliknya, kecintaan karena Allah akan langgeng dari dunia sampai akhirat. Dalilnya adalah surah Az-Zukhruf ayat 67.

Allah Ta’ala  berfirman,

اَلْاَخِلَّاۤءُ يَوْمَىِٕذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ اِلَّا الْمُتَّقِيْنَ

“Teman-teman yang sangat dicintai pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf : 67)

Wallahu a’lam.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77113-cinta-antara-yang-syari-haram-dan-mubah-bag-3.html

Cinta: Antara yang Syar’i, Haram, dan Mubah (Bag. 1)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Dasar setiap amal adalah cinta, baik amalan saleh maupun amalan keburukan

Seseorang yang melakukan sebuah amal baik atau buruk dengan sadar dan tanpa paksaan, pastilah ada rasa cinta yang mendasari perbuatannya tersebut, entah mencintai amal itu sendiri ataupun mencintai buah (konsekuensi) dari amal. Syaikhul Islam rahimahullah berkata,

محبَّة الله وَرَسُوله من أعظم وَاجِبَات الإيمان وأكبر أصوله وَأجل قَوَاعِده، بل هِيَ أصل كل عمل من أَعمال الْإِيمَان وَالدّين

“Mencintai Allah dan Rasul-Nya termasuk kewajiban iman yang teragung dan dasar serta pondasi iman yang terbesar. Bahkan, itu adalah dasar setiap amal keimanan dan dasar agama Islam ini.”

‘Ibadatullah terbangun atas dasar cinta kepada Allah, bahkan cinta kepada Allah adalah hakikat ibadatullah

Dasar penghambaan seseorang dan dasar ibadahnya kepada Allah Ta’ala adalah rasa cinta kepada Allah, yaitu mengesakan-Nya dalam ibadah cinta. Oleh karena itu, tidaklah seorang hamba mencintai dengan bentuk cinta ibadah, kecuali cinta kepada Allah semata, dan dia mencintai sesuatu yang dicintai-Nya, ikhlas karena-Nya dan di jalan-Nya. Inilah hakikat ibadah dan rahasia dari ibadah. Ketika penghambaan seseorang kepada Allah berdasarkan cinta kepada-Nya semata, melahirkan kecintaan kepada segala yang dicintai-Nya sehingga mengamalkannya, dan melahirkan kebencian kepada segala yang dibenci-Nya sehingga meninggalkannya.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Miftah Daaris Sa’adah,

لا ريب أن كمال العبودية تابع لكمال المحبة ، وكمال المحبة تابع لكمال المحبوب في نفسه ، والله سبحانه له الكمال المطلق التام في كل وجه ، الذي لا يعتريه توهم نقص أصلا ، ومَن هذا شأنه فإن القلوب لا يكون شيء أحب إليها منه ، ما دامت فطرها وعقولها سليمة ، وإذا كانت أحب الأشياء إليها فلا محالة أن محبته توجب عبوديته وطاعته ، وتتبع مرضاته واستفراغ الجهد في التعبد له ، والإنابة إليه

“Tidak diragukan lagi, bahwa kesempurnaan peribadahan mengikuti kesempurnaan cinta. Dan kesempurnaan cinta mengikuti kesempurnaan sesuatu yang dicintainya. Dan Allah Subhanahu memiliki kesempurnaan yang mutlak dari segala segala sisi yang tidak terkotori dengan sangkaan kekurangsempurnaan sama sekali. Oleh karena itulah, apabila fitrah itu lurus dan akal juga sehat, maka tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh hati manusia melebihi mencintai-Nya. Dan jika demikian halnya, maka kecintaan kepada-Nya mengharuskan ia menyembah-Nya, taat kepada-Nya, mengikuti keridaan-Nya, dan mengerahkan segala daya upaya dalam beribadah menghamba kepada-Nya, serta dalam kembali kepada-Nya.”

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

فمحبة الله ورسوله وعباده المتقين تقتضي فعل محبوباته وترك مكروهاته

“Maka kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang bertakwa bekonsekuensi melakukan perkara yang dicintai-Nya dan meninggalkan perkara yang dibenci-Nya.”

Cinta kepada Allah itu membuahkan cinta kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, cinta kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa, serta cinta kepada segala perkara yang dicintai Allah. Hal ini akan menuntut melaksanakan segala yang dicintai-Nya dan meninggalkan segala yang dibenci-Nya.

Macam-macam orang beriman dalam masalah cinta

Dalam masalah cinta, orang yang beriman itu terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama

Golongan yang sempurna cintanya kepada Allah Ta’ala, yaitu golongan yang melaksanakan kewajiban dan amalan sunah, serta meninggalkan keharaman dan kemakruhan, serta meninggalkan sebagian yang halal. Ini adalah golongan para rasul dan nabi ‘alaihimush shalatu was-salamu, serta orang-orang yang sempurna keimanannya dari “sabiqun bil khairat”.

Kedua

Golongan yang tengah-tengah cintanya kepada Allah Ta’ala, yaitu golongan yang melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman dengan meninggalkan syirik dan setingkatnya, bid’ah, dan maksiat. Ini adalah golongan “muqtashid”, golongan pada umumnya orang-orang saleh.

Ketiga

Golongan yang teledor dan kurang sempurna cintanya kepada Allah Ta’ala, yaitu golongan yang teledor dalam melaksanakan kewajiban dan melakukan keharaman. Ini adalah golongan orang yang menzalimi diri sendiri (zholimun linafsih) dan golongan pelaku maksiat yang mengikuti hawa nafsu dari kaum muslimin. [1]

Tiga golongan ini, yakni (1) Sabiqun bil khairat (orang yang lebih dahulu dalam kebaikan), yaitu golongan yang sempurna cintanya kepada Allah Ta’ala; (2) muqtashid (orang yang pertengahan), yaitu golongan yang pertengahan cintanya kepada Allah Ta’ala); dan(3) zholimun linafsih (orang yang menzalimi diri sendiri), yaitu golongan yang kurang cintanya kepada Allah Ta’ala, telah disebutkan dalam surah Fathir ayat 32.

Karena ‘ibadatullah terbangun atas dasar cinta kepada Allah, bahkan cinta kepada Allah adalah hakikat ibadah, sedangkan cinta kepada Allah mendorong seseorang melaksanakan segala perkara yang dicintai-Nya. Pantas saja ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah, bahwa ditinjau dari sisi zatnya, ibadah adalah setiap perkara yang dicintai dan diridai oleh Allah Ta’ala. Dalam kitab beliau Al-‘Ubudiyyah, beliau mengatakan,

الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ.

“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridai oleh Allah Ta’ala, baik berupa ucapan maupun perbuatan, (baik) yang batin (hati), maupun yang zahir (anggota tubuh yang nampak).”

Dalam definisi ini mengandung makna bahwa ‘ibadatullah itu adalah segala perkara yang dicintai dan diridai oleh Allah Ta’ala, baik berupa cinta kepada Allah maupun tuntutannya, yaitu cinta kepada segala yang dicintai-Nya dan pelaksanaan konsekuensinya.

Kandungan dan dasar ibadah itu adalah puncak cinta dan puncak perendahan diri (puncak pengagungan) kepada yang disembah/ diibadahi

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Madarijus Salikin,

العبادة تجمع أصلين: غاية الحب بغاية الذل والخضوع

“Ibadah itu menggabungkan dua dasar, yaitu: puncak kecintaan dan puncak perendahan diri dan ketundukan.”

Puncak cinta ini membuahkan pelaksanaan perintah dari yang dicintai dan disembah. Sedangkan puncak perendahan diri itu membuahkan sikap menghindari larangan yang diagungkan (yang disembah). Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Madarijus Salikin,

فمن أحببته ولم تكن خاضعا له لم تكن عابدا له، ومن خضعت له بلا محبة لم تكن عابدا له، حتى تكون محبا خاضعا

“Barangsiapa yang anda cintai, namun anda tidak tunduk kepadanya, maka anda bukan menghamba kepadanya. Dan barangsiapa yang anda tunduk kepadanya tanpa cinta, maka anda bukan menghamba kepadanya. Barulah anda dikatakan menghamba kepadanya sampai anda mencintainya dan tunduk kepadanya.”

Oleh karena itu, Syekh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mendefinisikan ibadah ditinjau dari sisi perbuatan hamba sebagai berikut,

التذلل لله – عز وجل – بفعل أوامره واجتناب نواهيه؛ محبة وتعظيماً

“Merendahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, didasari cinta dan pengagungan.”

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] http://iswy.co/e12isr

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77109-cinta-antara-yang-syari-haram-dan-mubah-bag-1.html

Halalkah Makan dari Piring Non Muslim?

Pertanyaan :

ass.wr. wb.

Ustazyangdi rahmati Allah.

saya ingin bertanya, saya bekerja dilingkungan non muslim, dan yang mengganjal di diri saya adalah, saya sering diundang pada acara-acara tertentu yang akhirnya disuguhi makanan. sering saya tidak datang, tapi kalau di gedung dan nasinya nasi box dari rumah makan padang, biasanya saya baru akan makan.

Mereka selalu bilang, tenang bu.. ga ada babinya kok. sajianbabi di pisah sama ayam koq. ih.saya sudah bergidik mendengarnya. saya pernah baca, barang-barang yang pernah kena najis besar seperti anjing dan babi, jika belum disama’ tetap saja bernajis.

Tidak hanya itu, saya juga bingung, menempatkan fikih atau akhlak toleransi, karena setiap hari teman dikantor sering bawa makanan yang dimasak dirumahnya (teman saya non-Islam), sering berbagai alasan saya tolak tetapi beberapa kali saya makan juga karena sungkan selalu menolak.

Sepertinya saya tidak konsekuen, mereka tahu babi dan anjing haram buat kita muslim, tetapi apakah makanan yang mereka masak juga jadi haram semuanya. Mereka malah membuat kesimpulan, bahwa makanan yang dimasak oleh orang kristen adalah haram bagi orang Islam.

Bagaimana ustaz. tolong jelaskan.


Jawaban:

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau teman-teman non muslim anda menawarkan makanan kepada Anda, itu berarti mereka adalah kawan anda. Buktinya, mereka sampai mau berbagi dalam masalah makanan.

Dan yang namanya kawan pasti tidak mau menjerumuskan, atau tidak akan melecehkan diri anda. Termasuk tidak ingin menghalangi anda dari menjalankan agama anda dengan baik. Dan rasanya, hampir tidak ada orang non muslim yang tidak tahu, bahwa babi dan anjing itu hukumnya haram dimakan oleh muslim. Demikian juga dengan khamar.

Kita tidak boleh memperlaukan seorang non muslim seolah sebagai orang yang ingin menjerumuskan, menjebak atau menelikung kita. Memang ada kalangan non muslim yang demikian, namun tidak semuanya.Wadah Makanan Bekas Najis

Yang anda khawatirkan barangkali kalau-kalau teman non muslim itu pernah memasak dan memakan makanan yang termasuk najis. Sebenarnya najis itu ada tiga macam, mulai dari yang ringan, sedang dan berat.

Najis yang ringan sering dicontohkan dengan air kencing bayi laki-laki yang belum minum atau makan apapun kecuali air susu ibunya. Di tengah-tengahnya ada najis sedang seperti darah, nanah, bangkai dan lainnya. Cara mensucikannya cukup dengan dicuci pakai air hingga hilang warna, rasa dan aroma najisnya.

Adapun najis yang terakhir adalah najis yang berat (mughalladzhah). Najis seperti ini memang tidak bisa menjadi suci hanya dengan dicuci pakai air saja. Sucinya dengan mencucinya 7 kali salah satunya dengan air.

Ritual ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW ketika menyebutkan cara mencuci wadah yang berisi air namun sempat diminum atau dimasuki moncong anjing.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila anjing minum dari wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali.(HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, “Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR Muslim dan Ahmad)

Oleh para ulama, ketentuan pensucian najis air liur anjing ini disamakan dengan pensucian babi yang keduanya dikelompokkan sebagai najis berat.

Maka bila kita mengacu kepada pengelompokan najis, piring milik saudara kita yang non muslim itu belum tentu semuanya harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Karena tidak selalu mereka memasak anjing atau babi.

Mungkin saja mereka hanya memakan bangkai hewan yang tidak disembelih sesuai dengan syariah. Hukumnya buka najis berat tapi najis sedang, jadi najisnya akan hilang saat piring-piring itu dicuci biasa.

Adapun bila kita hanya berpraduga secara umum, misalnya kita bilang, ‘jangan-jangan piring ini pernah digunakan untuk wadah daging anjing atau babi’, sebetulnya dugaan itu belum mengubah status hukum.

Karena sebuah status hukum itu harus didasarkan pada sesuatu yang nyata dan terbukti, tidak cukup hanya dengan dugaan. Kalau kita pernah lihat langsung, atau si non muslim itu jujur mengatakan bahwa piring itu pernah dipakai untuk wadah anjing atau babi, barulah saat itu status hukumnya menjadi pasti. Dan barulah saat itu kita diharamkan menggunakan piring itu sebelum kita sucikan sesuai syariah.

Namun selama kita masih menduga-duga, apalagi bahkan si pemilik piring pun menampik bahwa piring itu pernah digunakan untuk wadah anjing atau babi, maka status hukum piring itu masih sesuai asalnya, yaitu tidak najis. Atau minimal sesuai dengan keadaan pisik yang anda lihat, bersih dan suci.

Kita tidak akan dimintai pertanggung-jawaban dari Allah SWT atas segala hal yang di luar yang nyata di hadapan kita. Kalau secara lahiriyah piring itu suci, maka hukumnya suci. Seandainya diam-diam teman kita yang non muslim itu secara sengaja berbohong untuk menjebak kita, insya Allah kita terbebas dari dosa.

Kesimpulan jawaban ini bisa kita ringkas dalam sebuah kaidah: nahnu nahkumu didzdzhawahir wallahu yatawallas-sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan lahiriyah, sedangkan yang tersembunyi menjadi urusan Allah.

Wallahu a’lam bishshwab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

RUMAH FIQIH

Mengapa Sesuatu yang Najis Itu Haram untuk Dikonsumsi?

 Allah memerintahkan manusia agar mengkonsumsi makanan yang halal serta thayyib. Halal dalam arti tidak dilarang oleh syariat, serta thayyib dalam arti tidak mengandung keburukan, aman dikonsumsi, serta tidak memudaratkan terhadap diri.  Lalu mengapa sesuatu najis itu haram untuk dikonsumsi?

Dalam Al-Qur’an Allah menghalalkan segala yang baik, dan mengharamkan segala hal yang buruk. Sebagaimana berikut,

يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dia (Nabi Muhammad) memerintah mereka kepada yang ma’ruf serta mencegah mereka dari yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan atas mereka segala yang buruk. (QS. Al-A’raf: 157)

Pada ayat di atas, hal yang buruk disebut dengan istilah al-khabaits. Lafadz khabits sendiri dalam ilmu Sharraf merupakan sifat musyabbihat yang diambil dari fiil madi lafadz khabutsa – yakhbutsu – khubtsan, yang bermakna sesuatu yang rusak, menjijikkan, buruk, atau tidak menyenangkan. Rupanya kata al-khabits juga mencakup makna barang yang najis. Sebagaimana dalam hadis Nabi yang berbunyi,

   إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

Tatkala air telah mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis. (HR. Bukhari & Muslim)

Lafadz khabats dalam hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama dengan makna najis. Sebab, najis merupakan sesuatu yang buruk dan khabats (menjijikan), maka ia diharamkan.

Pada suatu ketika Imam Zuhri pernah ditanya perihal hukum minum air kencing sebagai cara berobat. Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri ini merupakan ulama yang mempelopori kodifikasi hadis-hadis Nabi. Imam Zuhri lantas menjawab bahwa air kencing bukanlah sesuatu yang thayyibat. Karena tidak thayyib, maka air kencing merupakan sesuatu yang buruk. Dan kita telah mengetahui bahwa air kencing hukumnya najis.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,

   حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Diharamkan atas kalian, yaitu; bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih atas berhala-berhala. (QS. Al-Maidah: 3)

Ayat di atas mengindikasikan bahwa bangkai, darah dan hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam, kesemuanya diharamkan oleh agama. Syaikh Khotib Al-Syirbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj menjelaskan bahwa keharaman yang tidak sebab pemuliaan atau kondisi yang menjijikkan, menunjukkan statusnya ialah najis.

Contoh kasusnya adalah status keharaman bangkai. Bangkai tidak dimuliakan, dan jika belum membusuk, bagi sebagian orang ia belum dinilai sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan dalam kajian Fikih, bangkai tidak hanya dipahami sebagai makhluk mati. Bangkai didefinisikan sebagaimana berikut,

  وَالْميتَة مَا زَالَت حَيَاتهَا بِغَيْر ذَكَاة شَرْعِيَّة

Bangkai ialah makhluk yang hilang nyawanya dengan cara penyembelihan yang tidak syar’i. (Al Iqna’, juz 1, hal. 24).

Pengertian “bangkai” ini tidak hanya mencakup kepada hewan yang tidak disembelih secara syar’i, namun juga hewan yang haram dimakan dagingnya meski disembelih sesuai ketentuan Islam. Karena keharaman bangkai ini karena ia najis. Beberapa benda najis lain yang kita ketahui antara lain adalah babi dan anjing, benda cair yang memabukkan, air kencing, nanah, darah dan muntahan. Status benda-benda najis ini hukumnya haram untuk dikonsumsi.

Setelah kita mengetahui bahwa benda najis itu haram untuk dikonsumsi (selain dalam kondisi darurat dan mendesak), bagaimana dengan benda dengan yang terkena najis (mutanajjis)? Pertanyaannya apakah barang yang mutanajjis ini juga haram untuk dikonsumsi?

Di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah pernah ditanya tentang adanya bangkai tikus yang jatuh di permukaan mentega (sementara ulama mengartikannya dengan lemak) yang padat. Kemudian Nabi menjawab, “Apabila mentega itu padat, maka buanglah tikus itu dan buang juga mentega di sekitar daerah yang kejatuhan tikus itu. Dan bila mentega itu cair, maka jangan digunakan.” (HR. Bukhari)

Bangkai tikus itu sendiri adalah najis. Permukaan mentega yang terkena bangkai tersebut, adalah barang yang mutanajjis (terkena najis). Dari situ dapat kita ketahui bahwa benda padat yang terkena najis, selama masih bisa dihilangkan wujudnya maka ia bisa dikonsumsi kembali. Akan tetapi jika ia bercampur, maka bangkai itu menjadikan seluruh bagian dari benda cair itu menjadi najis. Wallahua’lam.

BINCANG MUSLIMAH

Rezeki tak Terduga Buah Hindari Perkara Haram dan Syubhat

Abu Yaqub menghindari memakanan perkara yang haram dan syubhat

Allah SWT akan memberikan sesuatu yang lebih baik kepada hambanya ketika hambanya mampu menahan dari perkara haram dan syubhat (belum jelas statusnya). 

Pengalaman menahan diri dari barang syubhat dialami Syekh Abu Ya’qub Basri. Dikisahkan Syekh Maulana Muhammad , mengisahkan, suatu ketika Syekh Ya’qub sedang di Masjidil Haram dan dia mengalami kelaparan selama 10 hari sehingga dia sangat lemah.  

“Hatinya memaksa untuk keluar dari Masjidil Haram dan tebersit dalam pikirnya barangkali ketika keluar dia akan mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan,” tulis Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Haji. 

Setelah keluar, Abu Ya’qub mendapat makanan sejenis lobak yang telah dibuang ke tanah. Dia pun mengambilnya, tetapi dia rasakan di dalam hatinya perasaan tidak enak. 

“Dalam hatinya seperti berkata sudah 10 hari kelaparan dan akhirnya hanya mendapatkan makanan sejenis lobak yang sudah hampir busuk.” 

Oleh karena itu dia membuangnya dan kembali ke masjid. Ketika dia sedang duduk di dalam masjid, muncullah seorang yang tidak dia kenal mendatanginya dan meletakkan sebuah tas di hadapannya sambil berkata.

“Ambillah ini di dalamnya ada kantong kulit kecil yang berisi 500 dinar. Aku telah bernazar untuk memberikannya kepadamu.” Abu Yaqub bertanya. “Tetapi mengapa khusus untukku?  

Orang yang memberi tas itu menceritakan, bahwa selama 10 hari dia bersama rombongan tersesat di lautan sehingga kapal yang ditumpangi hampir tenggelam. Pada waktu itu setiap orang di antara mereka bernazar 

“Aku bernazar kepada Allah jika Dia menyelamatkan aku, aku akan memberikan uang ini kepada orang yang pertama kali aku lihat di antara orang-orang yang di Makkah. Maka Allah menyelamatkan kami, dan engkau adalah orang yang pertama kali aku lihat di Kota Makkah.” 

Syekh Abu Ya’qub meminta orang itu membuka tasnya. Dan terlihat di dalamnya ada gula putih, roti, buah badam yang telah terkelupas dan gula merah. Lalu Abu Yaqub mengambil segenggam dari masing-masing makanan itu. 

“Sisanya aku kembalikan. Aku telah menerima hadiah ini akan tetapi ambillah kembali makanan itu, dan bagikanlah kepada anak-anakmu.”

Dalam hati Abu Ya’qub berkata kepada dirinya sendiri  “Sungguh aneh kamu ini, rezeki sedang di antar kepadamu sejak 10 hari yang lalu, dan kamu di sini sibuk mencarinya.”  

KHAZANAH REPUBLIKA

Kaidah dan Kriteria Makanan Halal dalam Islam (1)

Pengantar

Makan dan minum adalah fitrah dan hajat hidup setiap manusia. Tanpanya manusia tidak akan dapat melanjutkan kehidupannya di dunia ini. Ini adalah takdir Allah atas setiap makhluq-Nya bernama manusia. Oleh karena itu dalam pandangan Islam, makanan dianggap sebagai salah satu faktor yang penting dalam kehidupan. Sebab, makanan berpengaruh besar terhadap perkembangan jasad dan rohani seseorang. Maka dari itu pula dalam ajaran Islam terdapat peraturan dan tuntunan mulai dari keharusan mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, etika makan dan minum, sampai pengaturan kadar dan jumlah makanan/minuman yang masuk ke dalam perut.

Akan tetapi sebagian orang tidak memperdulikan status hukum makanan yang masuk dalam tubuhnya. Asal lezat, ni’mat, dan murah langsung dikonsumsi, tanpa memperhatikan kehalalan dan ke[thayyib]an-nya. Padahal kwalitas kehalalan dan ke[thayyib]an makanan yang mendarah daging dalam jasad sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Makanan yang kandungannya tidak thayyib dipastikan akan merusak fisik. Adapun makanan yang tidak halal cara menghasilkannya akan berdampak pada kwalitas iman dan ruhani seseorang sampai menghalangi terkabulnya do’a.

Tulisan ini akan membahas persoalan makanan dan minuman menurut Islam. Sebab, sebagai Muslim kita harus selalu menyikapi segala sesuatu dengan nazar islami (pandangan Islam). Kita musti menjadikan Islam sebagai kerangka acuan dalam segala hal. Termasuk dalam urusan makanan.

Kaidah dan Kriteria Makanan Halal

Sebelum lebih jauh membahas jenis-jenis makanan dan minuman yang halal atau haram, maka ada beberapa kaidah penting yang seharusnya dipahami dalam persoalan makanan dan minuman ini. Diantaranya:

Kaidah Pertama; Asalnya semua makanan adalah halal dan boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Artinya selama tidak ada dalil al-Qur’an atau hadits Nabi yang mengabarkan bahwa makanan itu haram, maka makanan tersebut hukumnya halal. Oleh karena itu, anda tidak akan pernah menemukan daftar makanan atau minuman halal dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Kaidah ini berdasarkan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 29 dan al-An’am [6] ayat 119:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu”. (QS.2: 29)

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. 6: 119)

Ayat pertama [2:29] menunjukkan bahwa segala sesuatu baik yang berupa makanan, minuman, pakaian yang ada di bumi adalah halal dan suci, kecuali yang diharamkan melalui dalil khusus dalam al-Qur’an dan al-hadits. (Lihat: Aisarut Tafasir, hlm. 39-40, Taisirul Karimir Rahman, hlm. 48). Semakna dengan itu ayat kedua [6;:119] menerangkan jenis-jenis makanan yang diharamkan, yang menunjukan bahwa semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at berarti adalah halal.

Kaidah Kedua; Manhaj Islam dalam menghukumi ke-halal-an dan ke-haram-an suatu makanan dan minuman adalah ke-thayyib-an dan kesucian serta tidak mengandung unsur yang merusak. Sebaliknya Islam mengharamkan makanan yang khabits (kotor) serta mengandung dzat merusak dan berbahaya bagi tubuh. Kaidah ini merujuk kepada ayat Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 68 dan 72 dan Al-Maidah ayat

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ [٢:١٦٨]

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (2:168)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [٢:١٧٢]

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ

Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik

Makna thayyib dalam ayat-ayat tersebut segala sesuatu yang secara dzat nya baik, suci, bersih, mudah dicerna, mengandung gizi yang bermanfaat bagi jasad serta tidak mengandung dzat yang merusak dan membahayakan badan dan akal. Sementara yang dimaksud dengan halal adalah segala sesuatu yang secara dzat telah dibolehkan oleh Allah untuk dikonsumsi [thayyib] dan diperoleh dari penghasilan yang halal, tidak mencuri serta tidak berasal dari mu’amalah yang haram. Jadi, halal dalam ayat tersebut terkait dengan proses dan mekanisme mendapatkannya. Sedangkan thayyib terkait dengan dzatnya yang baik, bermanfaat, dan tidak berbahaya.

Kaidah ketiga; semua jenis makanan yang berupa tumbuh-tumbuhan seperti biji-bijian dan buah-buahan atau yang diolah dari keduanya adalah halal. Kecuali yang mengandung unsur yang merusak tubuh dan akal. Demikian pula dengan makanan yang berupa hewan darat, semuanya halal kecuali jenis hewan tertentu yang dijelaskan pengharamannya dalam al-Qur’an dan al-Hadits (Perinciannya pada pembahasan tersenidiri). Adapun hewan laut semuanya halal tanpa kecuali. Kaidah ini merujuk kepada dua hal. [1]dalil-dalil umum tentang kebolehan mengonsumsi apa saja yang baik dan bermanfaat serta tidak mengandung mudharat, sebagaimana dijelaskan dalam dua kaidah sebelumnya. [2] Ayat Qur’an dan hadits Nabi yang menunjukan kehalalan seluruh makhluq laut, seperti surah al-Maidah ayat 96:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan;

Dalam sebuah hadits shahih diterangkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyatakan halalnya hewan laut. Bahkan meskipun sudah menjadi bangkai. Beliau mengatakan bahwa, “Laut itu thahur (suci dan menyucikan) airnya dan halal bangkainya”. (terj. HR. Abu Daud, Tirmidizy, Nasai, dan Ibnu Majah). Yakni bangkai hewan yang hidup di laut halal dikonsumsi.

Kaidah dan kriteria makanan halal menurut Islam seperti diterangkan di atas menunjukan kemudahan syari’at Islam dalam masalah ini. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghalalkan semua makanan yang baik dan mengharamkan segala jenis makanan yang tidak baik bagi tubuh dan diperoleh dari cara yang tidak benar. Artinya unsur kehalalan makanan dalam Islam tidak hanya dilihat dari aspek dzatnya yang baik dan halal. Tapi dilihat juga dari sisi proses dan cara mendapatkannya. Semoga Allah menuntut hati kita untuk ridha dengan rezki-Nya yang halal yang kita dapatkan melalui cara yang halal pula.Allahumma aghniyna bi halalika ‘an haramika. (Bersambung insya Allah). Depok, 3/01/1435 H).-sym

Catatan: Sebelumnya tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Al-Firdaus

Sumber dari: https://wahdah.or.id/kaidah-dan-kriteria-makanan-halal-dalam-islam-1/

Ini Mengapa Perusahaan Obat Banyak Pakai Gelatin dari Babi

Cangkang kapsul ramai diberitakan terkait pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan baru-baru ini mengenai suplemen mengandung DNA babi. Penemuan DNA babi berhasil ditelusuri setelah dilakukan analisis berbasis asam nukleat.

Kepala Laboratorium UI Halal Center, Amarila Malik, mengatakan gelatin merupakan suatu protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih, dan tulang hewan.

Dalam industri farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul lunak dan kapsul keras, tablet, granul, suplemen makanan, dan sebagai penyalut bagi produk-produk obat.

“Sumber gelatin dapat berasal dari mamalia seperti sapi dan babi juga dari unggas dan ikan. Namun, paling sering digunakan adalah gelatin yang berasal dari sapi atau babi,” ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Kamis (1/2).

Amarila dan tim riset bioteknologi farmasi menjelaskan proses pembuatannya, gelatin terbagi menjadi dua tipe yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe B.

Gelatin tipe A umumnya dibuat dari kulit hewan muda (seperti kulit babi) dengan cara direndam dalam larutan asam sehingga proses pelunakannya dapat terjadi lebih cepat. Sedangkan gelatin tipe B umumnya dibuat dari kulit atau tulang sapi dengan cara direndam dalam larutan basa.

Secara ekonomis, gelatin tipe A lebih disukai dibandingkan dengan gelatin tipe B. Gelatin yang direndam dalam larutan asam (gelatin tipe A) membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu 3-4 minggu dibandingkan dengan gelatin yang direndam dalam larutan basa (sekitar 3 bulan).

Gelatin tipe A juga tidak memerlukan larutan pencuci yang banyak dan prosesnya lebih singkat. Namun, di Indonesia gelatin tipe A yang berasal dari babi memiliki permasalahan terkait dengan status non-halalnya.

Dengan cara pembuatan gelatin lewat ekstraksi dengan menggunakan suhu tinggi, sterilisasi, dan pengeringan, serta tak terstandardisasi, maka ini menimbulkan dampak  jumlah materi yang dapat dianalisis untuk mengetahui sumber asalnya menjadi sekelumit karena amat terdegradasi.

Degradasi gelatin menyebabkan kesulitan tersendiri dalam identifikasi spesies asal gelatin berbasis protein gelatin.

Namun, karena gelatin berasal dari jaringan hewan seperti kulit dan tulang, maka di dalam gelatin tersebut masih mengandung asam nukleat DNA yang terbawa pada saat proses pembuatan.

“Sekelumit asam nukleat DNA ini dapat dimanfaatkan untuk analisis gelatin sehingga dapat diketahui asal spesies gelatin yang digunakan,” ungkapnya.

Untuk menganalisis gelatin berbasis asam nukleat, beberapa gen khas telah banyak diuji cobakan dan telah dilaporkan dapat berhasil digunakan untuk mendeteksi spesies sumber gelatin, antara lain gen sitokrom (cyt b), gen 12S rDNA dan gen 16S rDNA.

Pemanfaatan gelatin di masyarakat

Awal produksi komersial dari gelatin dimulai di Belanda sekitar tahun 1685, diikuti dengan Inggris sekitar tahun 1700. Produksi pertama komersial gelatin di Amerika Serikat berada di Massachusetts pada 1808.

Gelatin merupakan substansi penting yang dapat diaplikasikan dalam makanan, obat-obatan, dan industri fotografi serta keperluan teknis lainnya seperti pembuatan kertas dan kosmetika.

Berdasarkan komposisi asam amino, gelatin menunjukkan kaya akan residu asam amino glisin (hampir selalu terdapat 1 dalam tiap 3 residu), prolin, dan hidroksiprolin.

Glisin terdapat sekitar 33 persen dari total residu asam amino, sedangkan prolin dan hidroksiprolin sekitar 22 persen.

Penelitian dua jenis gelatin asal mamalia, yaitu sapi dan babi menyatakan, kedua sumber mempunyai komponen penyusun yang berbeda berat molekulnya dan bervariasi antara 10 kilo Dalton sampai 400 kilo Dalton.

“Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara berat molekul dengan kekuatan gel gelatin dengan titik isoelektrik dan titik leleh yang tinggi. Gelatin babi dan sapi adalah yang paling banyak dimanfaatkan, salah satunya adalah karena karakteristik tersebut,” ungkapnya.

Namun, penggunaan kedua gelatin tersebut banyak menjadi perdebatan di masyarakat karena terkait masalah sosiokultural dan kesehatan terutama di kalangan umat muslim, hindu, dan vegetarian.

Misalnya gelatin yang berasal dari sapi dilarang untuk dikonsumsi oleh umat Hindu, sedangkan gelatin yang berasal dari babi haram bagi umat Muslim, serta makanan mengandung hewan dilarang bagi vegetarian.

Pada aspek kesehatan, wabah sapi spongiform encephalopathy (BSE) atau dikenal sebagai penyakit sapi gila di Eropa pada tahun 2003 sampai 2006 telah mengakibatkan adanya pembatasan penggunaan gelatin sapi dalam produk makanan.

Gelatin babi dan sapi pada produk farmasi juga berisiko menyebabkan alergi pada pasien yang alergi terhadap gelatin.

Sifat unik hidrokoloidal gelatin membuat gelatin sesuai diaplikasikan di berbagai industri makanan. Penggunaannya secara umum dapat digolongkan menjadi empat, yaitu konfeksioneri, jelly (untuk membuat tekstur creamy, pengurangan lemak, dan rasa di mulut), produk susu (sebagai stabilisator dan pembuat tekstur), dan produk daging (menghasilkan kemampuan mengikat air).

Perkembangan penggunaan gelatin bahkan dianggap sebagai makanan sehat karena kandungan protein dan asam amino yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan.

Pada industri farmasi, gelatin paling banyak digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul keras maupun lunak, dan pula untuk tablet seperti pelapis (coating) tablet, granulasi, dan enkapsulasi.

Kapsul gelatin biasanya digunakan untuk mengenkapsulasi berbagai jenis bahan suplemen dan obat-obatan, dan penggunaannya di industri makanan pun meningkat karena bahan yang dienkapsulasi dapat terlindung dari kelembaban, panas, atau kondisi ekstrem sehingga dapat mempertahankann stabilitas bahan. Selain berasal dari mamalia, gelatin dapat pula diperoleh dari ikan, yaitu dari kulit dan tulang ikan.

 

Limbah dari pemrosesan ikan filet dapat menghasilkan 75 persen dari total hasil penangkapan ikan. Sekitar 30 persen limbah tersebut mengandung kulit dan tulang dengan kandungan kolagen yang tinggi yang dapat digunakan untuk memproduksi gelatin ikan.

Ekstraksi gelatin dari kulit ikan dapat menjadi sumber alternatif yang halal dan dapat dipasarkan sebagai pengganti gelatin mamalia. Hasil ekstraksi gelatin dari ikan tidak hanya dipengaruhi oleh spesies ikan, juga dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan perlakuan awal serta prosedur ekstraksi.

Sumber lainnya yang menarik adalah dari insekta, yang dapat menjadi sumber alternatif yang dapat diterima untuk produk halal. Di Sudan, banyak serangga yang dapat dimakan dan belalang padang pasir (locust desert) adalah yang paling terkenal dibanding sorghum dan melon bugs.  Aspongopus viduatus (melon bug) dan Agonocelis pubescens (sorghum bug) dikenal di Sudan sebagai Um-bugga dan Dura andat.

Di daerah tertentu di Sudan, serangga yang dikumpulkan di ekstraksi dan minyak yang diperoleh digunakan untuk memasak dan keperluan medis. Ternyata, diperoleh hasil bahwa kedua serangga ini mengandung 16 jenis residu asam amino yang sama seperti yang terkandung pada gelatin mamalia.

Karakteristik Fisikokimia Gelatin

Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau. Gelatin berupa padatan rapuh, bening, dan berwarna agak kuning. Kelembaban gelatin 8-13 persen dan densitas relatif 1,3-1,4 g/cm3.

Ketika granul gelatin direndam dalam air dingin, maka gelatin akan terhidrasi dan mengembang, kemudian apabila dihangatkan akan larut membentuk larutan.

Sifat larutan gelatin dipengaruhi oleh suhu, pH, kadar abu, metode pembuatan, pengaturan panas, dan konsentrasi.

Menurut Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012, gelatin larut dalam air dan alkohol polihidrat seperti gliserol dan propilen glikol; pelarut organik sangat polar yang melarutkan gelatin dengan baik adalah asam asetat, trifloroetanol, dan formamida.

Di dalam pelarut organik nonpolar seperti benzena, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida, gelatin tidak larut. Gelatin jika disimpan akan memerlukan kondisi wadah yang kedap udara dan pada suhu kamar.

Jika dipanaskan di atas 45C di udara yang kelembaban relatif nya tinggi (RH di atas 60 persen), maka secara bertahap gelatin akan kehilangan kemampuan mengembang dan larut.

Dua sifat yang paling berguna dari gelatin adalah kekuatan gel dan viskositasnya, namun secara bertahap akan melemah pada pemanasan larutan yang berkepanjangan pada suhu di atas 40 C. Degradasi gelatin dapat terjadi akibat pH ekstrim dan adanya enzim proteolitik yang mungkin timbul dari adanya mikroorganisme.

Gelatin diklasifikasikan sebagai protein turunan, dan memberikan hasil positif pada reaksi protein, dan dapat dihidrolisis oleh sebagian besar enzim proteolitik menjadi peptida atau asam amino. Berbagai asam amino diperoleh dari beberapa gelatin yang mengalami hidrolisis sempurna. (Novita Intan)

 

REPUBLIKA

Ini Ciri-Ciri Gay Menurut Media Malaysia

Tulisan di surat kabar Malaysia tentang cara mengenali lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) memicu kontroversi. 

Tulisan bernada menyindir yang diterbitkan minggu lalu oleh harian terlaris berbahasa Melayu, Sinar Harian itu menyertakan daftar panduan tentang cara mengenali gay atau lesbian.

Daftar tersebut menggambarkan pria gay maskulin memiliki kecenderungan mengenakan kemeja ketat untuk memamerkan perut berotot mereka.  Selain itu gay jenis ini, tulis media,  merawat bulu wajah mereka. Pria kemayu juga sering melihat dengan mata terbelalak setiap kali melihat pria tampan.

Adapun lesbian digambarkan sebagai pembenci laki-laki, yang sangat cemburuan dan menikmati memeluk serta berpegangan tangan.

“Saya tahu banyak pendeta, saya tahu banyak ustaz, saya mengenal banyak orang, yang benar-benar religius, yang suka berjanggut panjang. Apakah Anda mencoba mengatakan bahwa mereka gay?” tanya Arwind Kumar, yang memasang video empat menit di Facebook mengkritik kabar itu.

Malaysia kerap memposisikan homofobia dalam posisi berbeda. Pada Juni, kementerian kesehatan meluncurkan sebuah kontes tentang bagaimana mencegah homoseksualitas dan transgender. Meskipun kemudian dibatalkan setelah mendapat tekanan dari kelompok LGBT.

Pada 2015, pengadilan tertinggi Malaysia menegakkan sebuah keputusan yang melarang cross-dressing (berpakaian seperti lawan jenis).