Ilmu pengetahuan adalah kawan di waktu sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk jalan kepada agama
Seiring berkembangnya suatu peradaban pastilah akan diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Juga sebaliknya, kemunduran suatu peradaban menandakan rubuhnya ilmu pengetahuan. Hal ini adalah niscaya kalau kita mengamati sejarah dari suatu peradaban.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan berhasil menggeser agama dari kehidupan umat manusia. Serta dianggap sebagai paling penting dalam menentukan umat manusia. Peradaban Barat hari ini menunjukkan dan mampu menghegemoni bangsa-bangsa lain untuk saling mengejar menggapai ilmu pengetahuan. Pengaruh Barat ini pun diaminkan oleh masyarakat Islam. Tak jarang akhirnya pemuda-pemuda Muslim termakan hasutan dari para pemikir Barat. Bahwa agama menunjukkan keterbelakangan dan kemunduran. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah simbol kemajuan.
Mulailah dipertentangkan antara agama dan ilmu pengetahuan. Marxisme menganggap bahwa “agama adalah candu.” Sedangkan Freudisme mengatakan “agama adalah ilusi.” Perkara agama adalah perkara masing-masing individu, tak layak dibawa-bawa ke publik. Pandangan ini menjadikan agama sebagai kambinghitam yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
Pertanyaannya, apakah benar bahwa agama hanya menghambat melesatnya ilmu pengetahuan? Saya kira pendapat-pendapat demikian hanya berlaku di Barat dan tidak bisa dipukul rata. Sangkaan seperti itu sangat picik dan tidak ilmiah sama sekali. Terlebih anggapan terhadap agama Islam.
Islam sedari dulu adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan mendorong pemeluknya untuk menuntut ilmu, kalau perlu sampai ke negeri Cina. Tak ada batasannya dalam Islam dalam mencari ilmu. Pekerjaan mencari ilmu dalam Islam sudah disuruh dari sejak dalam buaian hingga ke liang lahat. Dan Islam juga menaikkan derajat orang-orang yang berilmu. Juga menjadi Khalifah Allah di bumi dibutuhkan ilmu. Sebagaimana firman-Nya:
ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah mengangkat orang-orang beriman dari golonganmu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS: Mujadalah: 11).
هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Katakanlah, Adakah sama orang-orang yang berilmu pengetahuan dan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan.” (QS: Az Zumar: 9).
Imam Al Ghazali dan Ilmu Pengatahuan
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mengatakan bahwa tubuh memerlukan makanan agar tidak sakit. Sedangkan seseorang yang sunyi dari ilmu, maka hatinya boleh dinamakan sakit dan kematiannya sudah dapat dipastikan.
Bahkan dalam Islam mencari ilmu itu adalah perkara yang diwajibkan. Sebagaiman perkataan nabi Muhammad ﷺ, “mencari ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang Muslim.”
Nabi ﷺ juga bersabda: “Niscayalah andaikata engkau berangkat kemudian engkau belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka hal itu adalah lebih baik dari pada kamu shalat seratus rakaat.”
Nyatalah seterang-terangnya bahwa sangkaan agama menghambat laju ilmu pengetahuan itu adalah salah dan tidak berdasar sama sekali. Bahkan Islam sangat menentang keras orang-orang yang membawa berita tidak benar, taklid dan fanatik. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Islam menyebutkan bahwa Islam menolak dengan tegas terhadap sesuatu apa pun yang tidak didukung oleh bukti-bukti tidak valid, sikap mengikuti suatu faham atau pemikiran yang sifatnya membabi buta dan mengecam terhadap asumsi dan keinginan yang semata-mata dilandasi hawa nafsu.
Hujjatul Islam Imam Al Ghazali telah menerangkan pentingnya ilmu dalam membangun peradaban manusia. Karena Islam dibangun di atas ilmu. Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mengutip perkataan Mu’adz perihal persoalan ilmu pengetahuan. Berkatalah Mu’adz bahwasanya, “Ilmu pengetahuan adalah kawan di waktu sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk jalan kepada agama, pendorong ketabahan disaat dalam kekurangan dan kesukaran. Ilmu pengetahuan adalah pemimpin segala amalan dan amalan itu hanyalah sebagai pengikutnya belaka. Yang diilhami dan dikaruniai ilmu adalah benar-benar orang yang berbahagia dan yang terhalang atau tidak diberi ilmu adalah benar-benar celaka.”
Daya dorong Islam kepada umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan sangatlah besar. Karena tanpa ilmu akan salahlah dalam memahami agama ini. Tanpa ilmu banyaklah orang-orang yang akan jatuh tersesat di lembah kegelapan. Adalah sifat Islam membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Dari kebodohan menuju kepandaian. Dan tidaklah semata itu semua bisa didapat kecuali dengan ilmu pengetahuan.
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), salah seorang ilmuwan Islam yang menurut yang sangat cemerlang dan termasuk yang paling dihargai oleh dunia intelektual modern juga memberikan perhatian terhadap bangunan ilmu pengetahuan di dalam Islam. Ibnu Khaldun yang hidup disaat mulai hancurnya peradaban Islam dan bersentuhan langsung dengan kembali bangkitnya bangsa Barat memberikan gambaran yang jelas bagaimana ilmu pengetahuan menentukan masa depan sebuah peradaban.
Menurut Ibnu Khaldun dalam karangannya Muqaddimah, kemunduran dan kehancuran yang diderita oleh peradaban Islam diikuti dengan berkurangnya keahlian dan bahkan lenyap sama sekali. Maksud Ibnu Khaldun yang lenyap sama sekali adalah pengajaran ilmu pengetahuan.
Hal ini didukung bukti sejarah yang Ibnu Khaldun saksikan sendiri. “Qairuwan dan Cordova” kata Ibnu Khaldun “merupakan simbol pencapaian peradaban Maghrib dan Andalusia.” Selanjutnya Ibnu Khaldun mengatakan, “peradaban kedua wilayah itu telah mencapai kemajuan pesat, di mana dalam kedua wilayah tersebut berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian berkembang pesat dan pengajaran sangat kuat untuk mempertahankan masa kejayaan dan peradabannya.”
Namun ketika pengajaran itu berhenti, kedua wilayah tersebut mengalami kemunduran. Menurut Ibnu Khaldun lagi, “ketika bangunan peradaban mengalami kemunduran dan kemakmuran penduduknya menyusut, maka bentangan peradaban itu pun menggulung secara total yang diiringi dengan hilangnya ilmu pengetahuan dan pengajaran, yang lalu berpindah ke negeri-negeri lainnya.”
Setelah Andalusia runtuh, ilmu pengetahuan dan peradaban sekaligus berpindah ke wilayah lain. Tercatat dalam sejarah, Baghdad, Basrah, dan Kufah pernah menjadi wilayah-wilayah yang merupakan tambang ilmu pengetahuan. Namun akibat agresi bangsa Mongol dan kelengahan kaum Muslimin, peradaban itu hancur tak tersisa. Dan segalanya mulai berpindah, Turki menjadi tempat bersemai kembalinya ilmu pengetahuan.
Melihat dari kacamata sejarah kita bisa melihat bagaimana ilmu pengetahuan begitu serasi dengan agama. Ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam menjelaskan perlunya agama bagi kehidupan masyarakat. Sedangkan agama menuntun ilmu pengetahuan supaya tidak menyeleweng dari garis demarkasi yang telah ditetapkan Allah. Hubungan harmonis ini selalu dijaga oleh Islam.
Kita cukup setuju dengan ucapan Einstein yang mengatakan bahwa ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu sesat. Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengutip perkataan Al Hasan rahimahullah berkata: Andaikata tidak ada para alim ulama, pastilah manusia seluruhnya akan menjadi sebagai binatang. Maksud dari perkataan ini menurut Al Ghazali ialah dengan sebab adanya pelajaran yang mereka berikan itu, lalu seluruh manusia dapat keluar dari batas pengertian kebinatangan dan memasuk batas kemanusiaan.
Saya kira kalau kita ingin maju dan bangkit kembali janganlah meniru Barat secara membabi buta. Tetapi alangkah baiknya untuk mendalami kembali hakikat agama ini diturunkan. Lalu maju dengan membawa agama di sanubari bersamaan dengan ilmu pengetahuan yang baik. Sehingga kita tidak lagi inferior dan rendah diri di hadapan kaum musyrik. Janganlah mau kita tundukkan kepala ini selain ditundukkan kepada Allah pencipta segala semesta, Yang Maha Digdaya terhadap segala sesuatu.
Maka sambutlah seruan ini wahai pemuda-pemuda Muslim!*
Oleh: Hamdi Ibrahim