Sebagian kaum muslimin bisa jadi salah paham dengan maksud hadits “perbanyaklah mengingat kematian”. Ketika mendengar hadits ini, mereka langsung menyangka bahwa mereka diperintahkan untuk mengingat hal-hal yang mengerikan dan seram. Misalnya,
“Keluargamu akan terlantar.”
“Anakmu akan menjadi yatim, istrimu akan menjadi janda”
“Engkau akan mati dengan ngerinya sakaratul maut.”
“Engkau akan mati mengenaskan seperti tertabrak, sesak napas tiba-tiba, atau kena serangan jantung.”
Dan lain sebagainya.
Sebagian kaum muslimin langsung mengingat hal-hal yang justru membuat mereka semakin susah karena mengingat kematian. Padahal bukan ini yang menjadi maksud utama perintah agar memperbanyak mengingat kematian. Salah satu maksudnya adalah agar melembutkan hati dan meringankan beban dunia dengan merenungi hakikat kehidupan. Bahkan kehidupan dunia ini hanya sementara saja dan akhirat itu kekal. Pintu gerbang menuju kehidupan sejati dan kehidupan sebenarnya adalah kematian. Berikut sedikit pembasannya.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan kita agar memperbanyak mengingat kematian. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻛْﺜِﺮُﻭﺍ ﺫِﻛْﺮَ ﻫَﺎﺫِﻡِ ﺍﻟﻠَّﺬَّﺍﺕِ ﻳَﻌْﻨِﻰ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕَ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)
Banyak yang bertanya-tanya, apa maksud memutuskan kelezatan. Apakah kita tidak boleh menikmati kelezatan dunia? Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa maksudnya yaitu agar kita memikirkan akhirat yang merupakan kehidupan abadi dan jauh lebih baik. Dengan mengingat akhirat, kita tidak akan bersenang-senang saja di dunia dan melupakan akhirat. Beliau rahimahullah berkata,
الموت، يعني: اجعلوه على بالكم كثيرًا حتى تعدوا العدّة، والهادم: القاطع؛ لأنَّه يقطع اللَّذات في الدنيا، ولكنه يُدني من لذَّات الآخرة، ويُقرِّب من لذَّات الآخرة،
“Maksud dari mengingat kematian yaitu menjadikannya sering teringat dalam pikiran kita, agar kita menyiapkan bekal. Maksud dari “pemutus” yaitu memutuskan kelezatan di dunia dan mendekatkan dengan kelezatan akhirat.” (Syarh Bulughul Maram Kitab Al-Janaiz)
Mengingat kematian juga memiliki beberapa manfaat, beberapa ulama menyebutkan manfaat-manfaat tersebut. Ad-Daqqaq rahimahullah menjelaskan,
من أكثر من ذكر الموت أكرم بثلاثة أشياء: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة. ومن نسي الموت عوقب بثلاثة أشياء: تسويف التوبة، وترك الرضى بالكفاف، والتكاسل في العبادة
“Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, dia akan dimuliakan dengan tiga perkara, yaitu:
- Bersegera dalam bertaubat.
- Hati yang qana’ah (Menerima takdir Allah)
- Bersemangat melakukan ibadah
Barangsiapa yang lupa mengingat kematian, dia akan dihukum dengan tiga perkara, yaitu:
- Menunda-nunda taubat.
- Tidak ridha terhadap pemberian (takdir) Allah
- Malas beribadah.” (At-Tadzkirah, 1: 27)
Begitu banyaknya manfaat meingat kematian, Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang pintar adalah orang yang mengingat kematian, lalu mempersiapkan kehidupan setelah kematian. Sebagaimana kita ketahui bahwa apabila kita ingin mempersiapkan sesuatu, pasti kita akan sering mengingatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻜَﻴِّﺲُ ﻣَﻦْ ﺩَﺍﻥَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ، ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﺟِﺰُ ﻣَﻦْ ﺃَﺗْﺒَﻊَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻫَﻮَﺍﻫَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻤَﻨَّﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ
“Orang yang pandai adalah orang yang mampu mengevaluasi dirinya dan beramal (mencurahkan semua potensi) untuk kepentingan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsu, kemudian berangan-angan kosong kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Orang yang mengingat kematian adalah orang yang pandai dan selalu penuh perhitungan. Bagaimana tidak, dia benar-benar memperhitungkan dan menyiapkan kehidupan yang kekal selamanya, dibandingkan kehidupan yang hanya sementara saja.
Syaikh Al-Mubarakfuri menjelaskan makna “al-Kayyis” yaitu orang yang pandai dan berakal. Beliau rahimahullah berkata,
أي العاقل المتبصر في الأمور الناظر في العواقب
“Al-Kayyis yaitu yang berakal dan suka berpikir (merenungkan) pada suatu urusan dan suka memperhatikan akibat-akibatnya (dampak atau hasil akhir).” (Tuhfatul Ahwadzi, 8: 108)
Hal ini diperkuat dengan riwayat lainnya, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat kematian.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
ﻓَﺄَﻯُّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺃَﻛْﻴَﺲُ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢْ ﻟِﻠْﻤَﻮْﺕِ ﺫِﻛْﺮًﺍ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻨُﻬُﻢْ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﺍﺳْﺘِﻌْﺪَﺍﺩًﺍ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺍﻷَﻛْﻴَﺎﺱُ
“Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk untuk alam berikutnya. Itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Hendaknya kita memperbanyak mengingat kematian dan langsung teringat dengan kehidupan akhirat, lalu kita berusaha mempersiapkannya dan tidak lalai. Mau tidak mau, kita pasti akan mengingat kematian, karena kita semua pasti akan mati.
Allah Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Dan kita tidak akan bisa lari dari kematian.
Allah Ta’ala berfirman,
ﻗُﻞْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺗَﻔِﺮُّﻭﻥَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣُﻼَﻗِﻴﻜُﻢ
“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.” (QS. Al-Jumu’ah: 8)
Semoga kita termasuk orang yang banyak mengingat kematian dan menyiapkan bekal untuk kehidupan akhirat.
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel: <a href="http://<!– wp:paragraph –> <p>Simak selengkapnya disini. Klik </p> www.muslim.or.id