Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi untuk menghimpun dana dan menyalurkannya ke masyarakat. Di Indonesia ada dua model perbankan, bank syariah dan bank konvensional. Tulisan ini akan menjelaskan perbedaan perbankan syariah dan bukan syariah atau yang lebih kita sering dengan bank konvensional.
Perbandingan kedua sistem bank ini akan kita lihat dari beberapa aspek, pertama dari aspek kelembagaan, kedua dari pengelolaan bisnis, ketiga dari sisi penyelesaian sengketa.
Pertama, kelembagaan
Untuk mendirikan bank syariah harus dalam bentuk PT atau perseroan terbatas. Sedangkan bank konvensional dapat didirikan dalam bentuk PT atau koperasi. Perbedaan lainnya adalah bank syariah harus memiliki dewan pengawas syariah (DPS). Peran yang harus dilakukan DPS adalah memastikan bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan oleh bank syariah sesuai dengan prinsip syariah.
Prinsip syariah di sini diatur dalam peraturan perundang-undangan dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan bank konvensional tidak diawasi oleh DPS. Adapun lembaga pengawas bank konvensional pasti menjadi pengawas di bank Syariah seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
Kedua, pengelolaan bisnis
Kata kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan konvensional adalah pengelolaan bisnisnya yang berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah harus mematuhi prinsip syariah sedangkan konvensional pasti tidak harus.
Yang dimaksud dengan prinsip syariah di sini adalah mematuhi seluruh aturan dalam peraturan perundang-undangan dan fatwa DSN-MUI. Secara umum prinsip yang harus dipenuhi dalam kegiatan bank syariah adalah tidak riba, tidak gharar, tidak maysir, tidak zalim, dan tidak haram.
Kesemua prinsip tersebut harus terlaksana dalam setiap kegiatan bank syariah. Untuk itu bank syariah tidak boleh membiayai perusahaan minuman keras. Contoh lain terkait larangan maysir atau judi adalah tidak boleh bank syariah memberikan pembiayaan yang menguntungkan pada satu kondisi lain.
Ada anggapan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Kami katakan pendapat itu tidak benar sepenuhnya. Betul, keduanya sama-sama mencari untung, karena kedua lembaga ini adalah lembaga bisnis. Salah kaprah jika dikatakan bank syariah adalah lembaga sosial yang harus memberikan kemudahan dan bantuan kepada semua orang.
Bank syariah dalam memberikan pembiayaan harus hati-hati, sebagaimana halnya bank konvensional. Ketika kita ingin mengajukan pembiayaan ke bank syariah, mereka akan meminta beberapa syarat dan jaminan agar mereka tidak mengalami kerugian. Hal lain yang harus dipahami adalah bank syariah membutuhkan biaya untuk pengelolaan perusahaan, itulah alasan mengapa ada biaya-biaya administrasi yang dibebankan bank syariah.
Lantas apa bedanya dengan bank konvensional jika demikian? Menurut kami perbedaan yang paling mendasar dari bank syariah dan bank konvensional adalah risiko yang dihadapi. Jika bank konvensional seluruh resiko pembiayaan akan dibebankan kepada nasabah. Itulah mengapa riba diharamkan. Karena sejatinya bank tidak akan menghadapi risiko yang berarti kecuali hanya gagal bayar. Sedangkan bank syariah risiko akan ditanggung bank syariah saja, nasabah saja, atau bersama-sama, bergantung kepada akad yang digunakan.
Ketiga, penyelesaian sengketa
Ketika terjadi sengketa DSN-MUI dalam berbagai fatwanya meminta kepada semua pihak untuk menyelesaikan dengan cara musyawarah. Namun ini bukanlah perbedaan fundamental. Karena semua bisnis lebih diutamakan menyelesaikan persoalannya dengan musyawarah.
Perbedaan paling fundamental adalah penyelesaian sengketa bank syariah tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Misalnya mereka berdamai tapi salah satu pihak harus membayar bunga.
Perbedaan fundamental lainnya adalah ketika harus sampai ke pengadilan, maka Pengadilan Agama lah yang berwenang, sedangkan bank konvensional diselesaikan oleh Pengadilan Negeri.
Demikianlah perbedaan bank syariah dan bank konvensional yang paling mendasar yang harus kita pahami bersama. Wallahu a’lam.