Kenapa sampai disebut bulan Ramadhan itu “bulan Al-Qur’an”?
Bulan Ramadhan disebut bulan Al-Qur’an. Hal ini dapat kita saksikan dari kebiasaan para ulama yang memiliki kebiasaan sangat akrab dengan Al-Qur’an. Ada yang rajin membaca, mengkhatamkan dan bahkan merenungkan isi kandungan di dalamnya. Bahkan ini dicontohkan oleh suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk banyak mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk mempelajarinya. Hafalan Al-Qur’an pun bisa disetorkan pada orang yang lebih hafal darinya. Dalil tersebut juga menunjukkan dianjurkan banyak melakukan tilawah Al-Qur’an di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 302)
Juga disebutkan dalam hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyetorkan Al-Qur’an pada Jibril di setiap tahunnya sekali dan dua kali di tahun diwafatkannya beliau. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ يَعْرِضُ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً ، فَعَرَضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِى الْعَامِ الَّذِى قُبِضَ ، وَكَانَ يَعْتَكِفُ كُلَّ عَامٍ عَشْرًا فَاعْتَكَفَ عِشْرِينَ فِى الْعَامِ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ
“Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia dua kali khatam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pula beri’tikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari no. 4998).
Ibnul Atsir menyatakan dalam Al-Jami’ fii Gharib Al-Hadits (4: 64) bahwa Jibril saling mengajarkan seluruh Al-Qur’an yang telah diturunkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang paling bagus, Al-Qur’an disetorkan pada malam hari karena saat itu telah lepas dari kesibukan. Begitu pula hati dan lisan semangat untuk merenungkannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Sesungguhnya di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6)
Beberapa dalil lainnya juga menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan khusus untuk Al-Qur’an karena Al-Qur’an turun ketika itu. Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an” (QS. Al-Baqarah: 185). Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Al-Qur’an itu turun sekali sekaligus di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah pada malam Lailatul Qadar.
Yang mendukung perkataan Ibnu ‘Abbas dalah firman Allah Ta’ala di ayat lainnya,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadar: 1).
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad-Dukhon: 3).
Di antara alasan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an yaitu dibuktikan dengan bacaan ayat Al-Qur’an yang begitu banyak dibaca di shalat malam di bulan Ramadhan dibanding bulan lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama sahabat Hudzaifah di malam Ramadhan, lalu beliau membaca surat Al-Baqarah, surat An-Nisa’ dan surat Ali ‘Imran. Jika ada ayat yang berisi ancaman neraka, maka beliau berhenti dan meminta perlindungan pada Allah dari neraka.
Begitu pula ‘Umar bin Khattab pernah memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari untuk mengimami shalat tarawih. Dahulu imam shalat tersebut membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Sampai-sampai ada jamaah yang berpegang pada tongkat karena saking lama berdirinya. Dan shalat pun selesai dikerjakan menjelang fajar. Di masa tabi’in yang terjadi, surat Al-Baqarah dibaca tuntas dalam 8 raka’at. Jika dibaca dalam 12 raka’at, maka berarti shalatnya tersebut semakin diperingan. Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 303.
Hal-hal di atas yang menunjukkan kekhususan bulan Ramadhan dengan Al-Qur’an.
Contoh dari Para Ulama yang Mengkhatamkan Al-Qur’an dalam Waktu yang Singkat
Contoh pertama dari seorang ulama yang bernama Al-Aswad bin Yazid rahimahullah –seorang ulama besar tabi’in yang meninggal dunia tahun 74 atau 75 Hijriyah di Kufah- bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Dari Ibrahim An-Nakha’i, ia berkata,
كَانَ الأَسْوَدُ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي رَمَضَانَ فِي كُلِّ لَيْلَتَيْنِ
“Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam.” (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51). Subhanallah … Yang ada, kita hanya jadi orang yang lalai dari Al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Disebutkan dalam kitab yang sama, di luar bulan Ramadhan, Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam enam malam. Dan patut diketahui bahwa ternyata waktu istirahat beliau untuk tidur hanya antara Maghrib dan Isya. (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51)
Contoh kedua dari seorang ulama di kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Da’amah rahimahullah yang meninggal dunia tahun 60 atau 61 Hijriyah. Beliau adalah salah seorang murid dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau ini disanjung oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai ulama pakar tafsir dan paham akan perselisihan ulama dalam masalah tafsir. Sampai-sampai Sufyan Ats-Tsaury mengatakan bahwa tidak ada di muka bumi ini yang semisal Qatadah. Salam bin Abu Muthi’ pernah mengatakan tentang semangat Qatadah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an,
كَانَ قَتَادَة يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي سَبْعٍ، وَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ خَتَمَ فِي كُلِّ ثَلاَثٍ، فَإِذَا جَاءَ العَشْرُ خَتَمَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan, ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Bahkan ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkannya setiap malam.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276)
Contoh ketiga adalah dari Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah yang kita kenal dengan Imam Syafi’I, salah satu ulama madzhab terkemuka. Disebutkan oleh muridnya, Ar-Rabi’ bin Sulaiman,
كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً
“Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36). Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari sebanyak dua kali. Subhanallah …
Contoh terakhir adalah dari Ibnu ‘Asakir yang merupakan ulama pakar hadits dari negeri Syam, yang terkenal dengan karyanya Tarikh Dimasyq. Anaknya yang bernama Al-Qasim mengatakan mengenai bapaknya,
وَكَانَ مُوَاظِبًا عَلَى صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَتِلاَوَةِ القُرْآنِ، يَخْتِمُ كُلَّ جُمُعَةٍ، وَيَخْتِمُ فِي رَمَضَانَ كُلَّ يَوْمٍ، وَيَعْتَكِفُ فِي المنَارَةِ الشَّرْقِيَّةِ، وَكَانَ كَثِيْرَ النَّوَافِلِ وَالاَذْكَارِ
“Ibnu ‘Asakir adalah orang yang biasa merutinkan shalat jamaah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari. Beliau biasa beri’tikaf di Al-Manarah Asy-Syaqiyyah. Beliau adalah orang yang sangat gemar melakukan amalan sunnah dan rajin berdzikir.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562)
Semoga kita dimudahkan untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan Al-Qur’an dan rajin mentadabburi (merenungkannya).
—
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com