Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullahu
Soal:
Apa saja syarat dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah?
Jawab:
Tentang kalimat tauhid laa ilaaha illallah, pertama-tama hendaknya kita harus mengetahui apa maknanya? Maknanya adalah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah ﷻ. Maka sesembahan selain Allah ﷻ baik itu malaikat, para Nabi, wali atau orang shalih, pepohonan, bebatuan, matahari, dan bulan (jika disembah) maka ini semua adalah sesembahan yang batil. Allah Ta’ala berfirman:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. Luqman: 30).
Inilah makna dari kalimat yang agung ini. Dan kalimat ini dibangun di atas dua rukun, yaitu an nafyu (penafian) dan al itsbat (penetapan). Yaitu menafikan semua sesembahan selain Allah ﷻ dan menetapkan bahwa yang berhak untuk disembah hanya Allah ﷻ semata. Dengan ini, barulah tauhid direalisasikan dengan benar. Yaitu menggabungkan antara kedua rukun ini, penafian dan penetapan.
Alasannya, karena jika sekedar penafian saja tanpa disertai penetapan, maka ini sama saja menganggap tidak ada Tuhan sama sekali. Dan sekedar penafian saja tanpa penetapan, maka ini menetapkan Allah sebagai sesembahan namun tidak menafikan sesembahan-sesembahan yang lain.
Dan juga tidaklah terwujud tauhid yang sebenarnya kecuali apabila dengan menafikan hukum selain hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah ﷻ dan menetapkan apa yang sudah Dia tetapkan. Dua hal ini (penafian & itsbat) keduanya merupakan merupakan perkara inti dalam hal ini. Dengan demikian, tauhid tidak bisa direalisasikan dengan benar kecuali dengan penafian dan penetapan. Menafikan hak peribadahan dari selain Dzat yang ditetapkan sebagai sesembahan (yaitu Allah), dan menetapkan hak peribadahan hanya kepada Dzat yang berhak diibadahi (yaitu Allah). Inilah dua rukun kalimat tauhid serta landasannya.
Adapun syarat-syaratnya yaitu kalimat tauhid adalah harus disertai keyakinan, dan tidak ada keraguan di dalamnya. Juga mengilmui makna (kalimat laa ilaaha illallah), dan tidak jahil akan maknanya. Dan juga syarat-syarat lain yang harus selalu terdapat dalam mewujudkan tauhid. Di antaranya adalah mengamalkan amalan-amalan yang jadi konsekuensi dari kalimat laa ilaaha illallah, sesuai yang dituntunkan syariat. Adapun sekedar ucapan lisan belaka tanpa ada keyakinan di dalamnya, maka hal tersebut tidak bermanfaat. Kita bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah ﷻ dan Muhammad ﷻ adalah utusanNya.
Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi juz 4 halaman 2
https://al-maktaba.org/book/2300/43
Penerjemah: Dimas Setiaji
Artikel: Muslim.or.id
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/66426-makna-rukun-dan-syarat-kalimat-tauhid.html