Hubungan muslim dan non muslim era Rasulullh merupakan hubungan damai. Bukan hubungan permusuhan dan peperangan. Dalam pelbagai hal Rasulullah melarang menyakiti non muslim. Nabi juga melarang merusak rumah ibadah non muslim. Nabi berkesimpulan, barang siapa berdamai, maka ia tidak boleh diserang atau diperangi, baik itu dari kalangan ahli kitab ataupun kaum pagan (musyrik)
Ada pun peperangan yang terjadi antara Islam dan non muslim bukan karena agama. Tidak pula sebab perbedaan doktrin teologis. Ibnu Taymiyah dalam Risalah Qital, menyebutkan alasan utama perang yang terjadi pada masa Nabi, karena adanya serangan dan permusuhan dari orang-orang non muslim. Atau sebab pengkhianatan perjanjian.
Ishom Talimah dalam buku Manhaj Fikih Yusuf al Qardhawi, menulis kisah klasik yang apik. Suatu saat Rasulullah pernah melintasi suatu daerah perang. Saat itu Nabi melihat seorang perempuan yang terbunuh. Menengok pemandangan itu nabi lantas berujar,” Tidak seharusnya wanita ini diperangi dan dibunuh,”. Penjelasan Rasulullah itu mengambarkan bahwa kaum wanita non muslim tak boleh diperangi dan dibunuh.
Pada sisi lain, Nabi juga tidak pernah memaksakan non muslim dan kaum musyrik, untuk memeluk agama Islam. Dalam perang Badar, Rasulullah pernah menawan sekelompok orang musyrik yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka ini jadi tawanan perang kaum muslimin. Meski begitu, Nabi tak memaksakan mereka untuk memeluk agama Islam.
Contoh nyata Nabi praktikkan ketika menawan seorang penganut pagan, Tsumamah bin Utsal. Ia kepala golongan musyrik suku Bani Hanifah. Ia penguasa besar yang berasal dari al-Yamamah. Dosanya terhadap Islam sangat besar. Tsumamah adalah orang yang dengan bengis membunuh beberapa orang sahabat Nabi. Ia juga beberapa kali berkonspirasi ingin membunuh Nabi Muhammad.
Suatu saat Tsumamah hendak melaksanakan perjalanan religi, mengunjungi Mekah. Ia ingin menyembah pelbagai berhala yang ada di Kabah. Sial dalam perjalanan ia ditangkap para sahabat yang sedang patroli. Ia disangka ingin menyusup ke daerah Kaum Muslimin.
Awalnya mereka tak mengenal Tsumamah. Ia dibawa masuk ke Madinah. Ia lantas diikat di sana. Tsumamah jadi tawanan Kaum muslimin. Nabi yang ingin melaksanakan shalat ke masjid, memperhatikan di antara para tawanan. Ia terkejut ada Tsumamah, “Apakah kalian tak mengenal siapa tawanan ini,” tanya Nabi pada para sahabat. “Tidak wahai Rasulullah,” balas para sahabat.
Kemudian nabi menjelaskan bahwa tawanan itu adalah Tsumamah bin bin Utsal penguasa dari Yamamah. Nabi menyuruh para sahabat memperlakukannnya dengan baik. Meskipun dosa Tsumamah sudah terlampau banyak bagi Islam, Nabi tetap memerintahkan untuk berbuat kebaikan pada Tsumamah; tak boleh disakiti. Tak boleh pula dipaksa untuk memeluk Islam. Tidak dibenarkan pula untuk dibunuh.
Sementara itu terkait orang Krsiten, Ishom Talimah mengatakan Rasulullah tak pernah sekalipun memerangi orang Kristen. Nabi terlebih dahulu mengirim utusan sebagai diplomat untuk menjalin kerjasama dan perjanjian denga mereka. Dalam perjanjian Hudaibiyah misalnya, Nabi terlebih dahulu mengutus para sahabat agar menghindari peran.
Rasulullah juga mengutus utusan pada Kaisar Romawi dan Kisra Persia. Nabi juga mengutus diplomat pada Muqaiqis dan Najasyi. Pun melakukan hal yang sama pada raja Arab di Timur dan di negeri Syam. Sayangnya, ada sekelompok orang Kristen di daerah Syam yang terlebih dahulu membunuh orang Islam. Targetnya adalah orang-orang yang baru masuk Islam.
Mendapat info itu, baru Rasulullah mengutus pasukan perang di bawah Komando Zaid bin Haritsah , kemudian Ja’far bin Abi Thalib, dan juga Abdullah bin Rawahah. Perang ini pertama kali terjadi antara Islam dan Kristen Mu’tah di wilayah Syam. Ketiga orang komando perang Islam gugur dalam perang ini. Kemudian komandan perang dilanjutkan oleh Khalid bin Walid.
Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah mengatakan pada dasarnya hubungan Islam dan Kristen adalah hubungan damai. Tak ada permusuhan. Hal itu bisa terlihat dalam surat Nabi kepada Raja Cyprus, yang beragama Kristen. Nabi menulis surat;
“Kami adalah kaum yang cinta kebaikan bagi setipa orang. dan kami senang jika Allah menghimpun kebaikan dunia dan akhirat untuk kalian, dan sebaik-baik ibadah seorang hamba kepada Allah adalah memberi nasihat pada makhluknya,”
Begitulah Nabi dalam memperlakukan non muslim dalam pergaulan sehari-hari, dalam perang, dan ketika mereka jadi tawanan. Tidak ada rasa benci. Tidak ada rasa permusuhan. Bagi Nabi mereka adalah sahabat. Dan tak jarang, Nabi mengajak non muslim bekerjasama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi.