Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa manusia selalu berharap akan pemberian dari Sang Maha Kuasa, padahal meskipun tak diharapkan Allah Swt. senantiasa mencukupi kebutuhan hamba-nya, bahkan ketika kita menghitung jumlah kenikmatan yang diperoleh dari-Nya niscaya kita tak akan mampu untuk menghitungnya, sebagaimana firman-Nya:
وان تعدوا نعمة الله لا تحصوها
“Dan apabila engkau menghitung nikmat Allah Swt. (yang diberikan kepadamu) maka tidak pernah akan bisa menghitungnya”( QS. An-Nahl: 18).
Pemberian Allah Swt., apapun bentuknya, merupakan hal yang wajib kita terima dengan lapang dada, baik berupa kenikmatan ataupun musibah, karena pada hakikatnya musibah merupakan sebuah ujian atau teguran dari-Nya atas perbuatan kita yang tidak selaras dengan ajaran syariat. Meskipun demikian, tidak sedikit dari kita yang tidak menjalankan syariat-Nya pun selalu mendapatkan karunia-Nya, bahkan biasanya kita mendapatkan lebih banyak dan lebih mengenakkan secara kasat mata.
Terkait hal ini, Ibnu ‘Athaillah dalam al-Hikam mengatakan demikian:
خف من وجود احسانه اليك ودوام اسأتك معه ان يكون ذالك استدراجا لك, سنستدرجهم من حيث لا يعلمون
“Takutlah Anda atas karunia Allah yang selalu Anda dapatkan, (sedangkan) Anda tetap berbuat buruk pada-Nya, sebab bisa jadi itu istidraj bagi Anda (yang ama-lama akan menghancurkan Anda), akan kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui”
Menyikapi hal demikian Imam Ibnu ‘Athoillah dalam karyanya Al-Hikam, menegaskan bahwa kita harus waspada terhadap karunia Allah yang senantiasa kita peroleh, sedangkan kita selalu melanggar perintah-perintah-nya dan bermaksiat kepada-Nya, karena pemberian tersebut bukanlah sebuah kenikmatan melainkan Istidraj agar kita puas dalam kehanyutan murka-Nya kelak di Akhirat, Na’udzu bi-llah.
Kalam hikmah di atas memberikan informasi kepada kita bahwa tanda-tanda pemberian Allah yang merupakan sebuah istidraj yaitu apabila:
Pertama, selalu mendustakan ayat-ayat-Nya dan nikmat-Nya, sebab meremehkan dan enggan untuk mengamalkan dalam keseharian mereka, padahal mereka telah mengetahuinya, hal tersebut selaras dengan firman-Nya:
والذين كذبوا باياتنا سنستدرجهم من حيث لا يعلمون
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan kami biarkan mereka berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui”(QS. Al A’raf: 182).
Kedua, selalu berbuat maksiat dengan melanggar yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta mengufuri nikmat-Nya, merasa tidak puas atas karunia-Nya.
Sedikit nikmat yang diberikan kepada kita, kalau kita terima dengan rasa syukur, niscaya akan bertambah keberkahannya, sebagaimana disebutkan dalam Alquran:
لئن شكرتم لازيدن كم
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat-Ku) kepadamu” (QS. Ibrahim: 7).
Wallahu a’lam.