Islam wasathiyah adalah aset unik muslim Indonesia di tengah isu global. Hal ini dikatakan Duta Besar RI untuk Jerman HE Arief Havas Oegroseno dalam acara Ngaji Kebangsaan Bersama PCINU Jerman pada Sabtu (28/8/2021).
“Di tengah persoalan umat Islam yang terjadi saat ini maka konsep Islam Wasathiyah menjadi semakin relevan. Sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia bebas aktif,” tulis Arief dalam rilis yang dikeluarkan Pengurus Cabang Istimewa NU Jerman.
Dikutip dari situs MUI, wasathiyah dalam Islam bertumpu pada tauhid sebagai dasar ajaran Islam dan penegakan keseimbangan. Proses penegakan mencakup penciptaan dan kesatuan dari segala lingkaran kesadaran manusia.
Syarat untuk merealisasikan sikap wasathiyah adalah akidah dan toleransi. Sedangkan ciri wasathiyah adalah sikap realistis, karena Islam wasathiyah berada di antara idealis dan kenyataan.
“Islam memiliki cita-cita yang tinggi dan ideal untuk menyejahterakan umat di dunia dan akhirat. Cita-citanya yang melangit, tapi ketika di hadapkan pada realitas, maka bersedia untuk turun ke bawah,” tulis MUI.
Wakil Ketua PBNU 2010-2015 dan Wakil Ketua Badan Intelijen Negara 2001 Dr (HC) KH As’ad Said Ali mengatakan, Islam wasathiyah memiliki landasan yang kuat di Indonesia. Landasan ini mencakup teologis, sosiologis, dan historis.
“Nilai-nilai moderat, keadilan, kebebasan, keberagaman dalam Islam Wasathiyah mampu menciptakan Islam yang transformatif, lentur,luwes, sehingga mampu mengambil nilai positif perubahan sekaligus yang lama,” ujar KH As’ad.
Dengan kemampuan menyelaraskan teori dan praktek, idealis dan realis, serta berdiri tegak dan seimbang di antara dua kutub maka Islam Wasathiyah tidak hanya cocok untuk Indonesia. Konsep ini bisa jadi jawaban persoalan muslim di kawasan Timur Tengah, Eropa, Asia Selatan, persaingan antara Tiongkok-Amerika, dan wilayah konflik.