Haji hanya diwajibkan bagi seorang Muslim yang mampu. Syariat ini menjadi dalil haji boleh ditangguh sampai seorang muslim memiliki kesanggupan yang sempurna.
“Seseorang yang merasa belum mampu mempunyai waktu yang sesuai untuk melaksanakan haji, maka ia boleh menangguhkan sampai keadaannya menjadi lebih sesuai,” tulis Prof Quraish Shihab dalam bukunya “Haji dan Umrah Bersama M.Quraish Shihab”
Meski demikian yang harus digarisbawahi bahwa seseorang tidak diperkenankan menunda-nunda tanpa alasan yang kuat. Karena jika dia melakukan penundaan itu dapat menyebabkan dirinya berdosa.
“Salah satu lain dari persyaratan ini adalah tersedianya kuota bagi yang bersangkutan,” katanya.
Menurutnya ada ulama yang menambahkan syarat lainnya bagi perempuan, yaitu adanya mahram atau yang mendampinginya dalam perjalanan itu. Mahram adalah suami seorang perempuan atau siapapun yang haram dikawininya, baik akibat keturunan, seperti ayah ke atas, anak kebawah Saudara sekandung atau tiri anak saudara lelaki dan perempuan, maupun periparan atau penyusuaan.
Tapi syarat ini tidak digariskan oleh ulama bermazhab Syafi’i atau paling sedikit dinilai sebagai syarat yang tidak ketat, yaitu bahwa perempuan dapat melaksanakan haji selama ada orang lain yang terpercaya yang mendampinginya dalam kelompok itu.
“Itu pun secara khusus bagi wanita-wanita yang dikawatirkan akan terjerumus dalam kesulitan,” katanya.
Kalau syarat-syarat diatas telah dipenuhi seseorang mantapkan niat untuk berkunjung ke rumah Allah, melakukan haji atau umroh sambil menziarahi tempat-tempat bersejarah.