Oleh Masrokan
Wahsyi bin Harb Al Habasyi adalah budak milik Jubair bin Muth’im, seorang tokoh sekaligus pembesar Quraiys. Paman Jubair yang bernama Thu’aimah terbunuh pada peperangan Badar di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib. Tak heran bila sedih dan pilu menyelimuti Jubair. Lalu ia bersumpah untuk balas dendam serta membunuh pembunuhnya, Hamzah bin Abdul Muthalib.
Jubair berjanji akan memerdekakan Wahsyi, dengan syarat ia mampu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib. Dan Wahsyi pun menyanggupinya. Tak berselang lama, perang Uhud berkecamuk. Wahsyi tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ketika melihat keberadaan Hamzah, Wahsyi mencari posisi yang pas. Lalu, ia mengayunkan tombak dan tepat mengenai Hamzah. Hamzah akhirnya syahid di tangannya. Tatkala perang sudah reda, Wahsyi kembali ke Makkah. Dan Jubair bin Muth’im memenuhi janjinya dan memerdekakan Wahsyi.
Meski kalah di perang Uhud, namun tiap hari, tiap jam, jumlah kaum muslimin justru semakin bertambah banyak. Wahsyi pun makin takut dan khawatir. Ia berniat melarikan diri ke Syam atau Yaman atau negeri lainnya yang dinilai aman baginya. Dalam kondisi takut itulah tiba-tiba ada seseorang yang menasehatinya, “Tenanglah engkau wahai Wahsyi, sesungguhnya Muhammad tidak akan membunuh orang yang masuk ke dalam agamanya dan bersaksi dengan persaksian yang jujur.”
Wahsyi pun segera mencari Muhammad di Yatsrib. Di Yastrib dia mendapatinya sedang berada di masjid. Wahsyi menemuinya dan langsung mengucapkan, “Asyhadu anla ilaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah.”
Setelah menjadi Muslim, Wahsyi berkata, “Aku tahu bahwa Islam akan menghapus dan mengampuni dosa-dosa sebelumnya. Aku senantiasa merasa bersalah atas dosa-dosa yang telah aku lakukan dan musibah besar yang telah aku timpakan kepada Islam dan kaum muslimin. Aku lalu berusaha untuk mulai beramal demi menghapus dan menebus kesalahan-kesalahanku pada masa lampau.”
Tibalah kesempatan bagi Wahsyi untuk memenuhi janjinya. Abu Bakar menjadi Khalifah kaum muslimin dan sedang mempersiapkan pasukan untuk memerangi pengikut Musailamah Al Kadzdzab beserta orang-orang murtad lainnya. Wahsyi keluar bersama pasukan kaum muslimin. Tombak yang dia pakai untuk membunuh pimpinan para syahid –Hamzah bin ‘Abdul Muththalib – tak lupa kembali dia tenteng. Dia berjanji pada dirinya, “Aku harus bisa membunuh Musailamah atau aku akan mati syahid.”
Ketika perang berkecamuk, Wahsyi berusaha menemukan Musailamah. Dia melihatnya sedang menenteng pedangnya. Setelah mendapatkan posisi tepat, Wahsyi ayunkan tombaknya dan tepat mengenai sasaran. Akhirnya tewaslah musuh Allah itu. (Diolah dari Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, Shuwar min Hayati ash Shahabah, hal. 524-534).
Jalan Menghapus Dosa
Kisah hidup Wahsyi di atas patut menjadi spirit bagi kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam arti, bila kita telanjur berbuat salah dan dosa, maka tidaklah pantas berputus asa dari ampunan-Nya. Sebab, ampunan Allah bagi hamba-Nya begitu luas terbentang. Ketika telah telanjur berbuat salah dan dosa, kita mesti segera menyadari kesalahan dan dosa itu. Kemudian bertaubat darinya. Setelah itu, kita mesti berupaya menghapus kesalahan dan dosa itu. Agar dosa dan kesalahan itu tak terus menerus mengotori hati kita yang akhirnya akan membinasakan kita.
Kita bisa meneladani apa yang telah dilakukan Wahsyi pada kisah di atas, yaitu menghapus dosa dengan kebaikan.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, an-Nasai dan at-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud yang bercerita bahwa seorang pria datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Aku telah menemui seorang perempuan di suatu kebun, lalu aku berbuat segala-galanya dengan dia selain bersetubuh, maka jatuhkanlah hukuman atas diriku sesukamu, ya Rasulullah.” Beliau terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Dan ketika pria itu pergi meninggalkan tempat, berkatalah Umar, “Allah telah menutupinya, jikalau ia menutupi dirinya.” Kemudian Rasulullah SAW yang mengikuti perjalanan pria itu dengan matanya, memanggilnya kembali dan kepadanya dibacalah surat Hud ayat 114, yang artinya, “…….Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa atau perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”
Umar yang mendengar Rasulullah SAW membaca ayat itu untuk pria itu, bertanyalah ia kepada beliau, “Apakah kelonggaran itu untuk dia sendiri atau untuk semua orang ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bahkan untuk semua orang.” (Lihat : Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Kastir, hal. 365).
Itulah di antara jalan yang bisa ditempuh oleh seorang hamba untuk menghapus dosa di masa lalu. Tentu, kita pahami bahwa ada juga jalan selain itu yang bisa ditempuh seorang hamba untuk menghapus dosa dan kesalahan di masa lalu. Seperti yang diterangkan oleh Ibnu Taimiyah, akibat dari dosa-dosa bisa terhapus melalui beberapa cara, di antaranya, pertama, bertobat. Kedua, istighfar tanpa bertobat. Karena Allah SWT bisa jadi mengampuni dosanya sebagai pengabulan terhadap dirinya, meskipun ia tidak bertobat. Jika tobat dan istighfar telah berkumpul, maka itu adalah kesempurnaan.
Ketiga, amal shaleh yang melebur dosa. Karena itu, hal yang paling bermanfaat bagi orang-orang khusus maupun awam adalah ilmu tentang hal-hal yang bisa membersihkan diri dari noda-noda, yaitu mengikuti keburukan dengan kebaikan.
Keempat, musibah yang melebur dosa, yaitu segala sesuatu yang menyakitkan seperti kegundahan, kesedihan, gangguan terhadap harta, kehormatan, tubuh dan lain-lain. Tapi ini semua bukan karena perbuatan manusia. (Lihat : Al Fatawa, 10 : 655-658)./Alumni STAI Luqman Al-Hakim 2008.